84 - Hurt (Part 3)

365 44 125
                                    

"Jadi bagaimana dok?"

Dokter itu kembali menghadap ke arah mereka berdua.

"Sejauh yang saya lihat pada hasil rontgen dan MRI pasien, tidak terlihat adanya patah tulang ataupun retak di bagian manapun. Tapi, di bagian pinggang pasien, memang terlihat jelas adanya pembengkakan yang mungkin disebabkan oleh benturan yang keras saat pasien terjatuh. Mulai saat ini kami akan mengawasi area tersebut. Kemungkinan ketika nanti pasien sadar, pasien akan merasa sangat kesakitan. Untuk itu pak, ketika pasien tersadar kami harus menyuntikkan obat penahan rasa sakit kepada pasien" ujar dokter.

Baik Sigit maupun Hendra sama-sama paham kenapa dokter menyampaikan hal itu. Obat penahan rasa sakit yang ampuh itu sama saja dengan melanggar aturan doping. Jika Ahsan menggunakan obat penahan nyeri itu, maka untuk beberapa waktu ke depan, Ahsan tidak akan bisa mengikuti pertandingan sekalipun misal secara fisik Ahsan sudah bisa bertanding lagi. Karena butuh waktu bagi tubuh untuk benar-benar menghilangkan sisa-sisa obat itu sepenuhnya.


Tapi tidak mungkin juga Ahsan melawan rasa sakitnya tanpa obat penahan nyeri itu.


"Iya dok, saya paham. Tolong lakukan semua hal yang terbaik untuk Ahsan. Saya hanya ingin anak didik saya bisa sembuh, dok" ujar Sigit, mengambil keputusan yang menurutnya paling tepat.

"Baik pak, kalau begitu. Sementara ini kita hanya bisa menunggu hingga pasien sadar. Setelah itu kita akan melihat apa tindakan berikutnya yang perlu dilakukan" ujar dokter itu lagi.

@@@


Mereka berdua pun segera pamit dan kembali ke area tunggu ruang gawat darurat itu. Sementara Sigit menceritakan kondisi Ahsan dari hasil rontgen dan MRI nya kepada anak-anak didiknya, Hendra memutuskan untuk kembali menghubungi ibunya Ahsan. Hendra kembali berbicara selama beberapa menit untuk memberitahukan hasil rontgen dan MRI itu dan mendengarkan soal rencana orang tua Ahsan yang akan datang ke Jakarta.

"Gimana Kis?" tanya Kido, ketika melihat Hendra kembali ke arah mereka.

"Saya udah ngabarin soal hasil pemeriksaan barusan. Terus kata ibunya Ahsan besok pagi mereka mau berangkat kesini naik pesawat" jawab Hendra.

"Ya udah Hen, nanti saya akan kabari juga orang tuanya Ahsan supaya mudah untuk berkomunikasi dengan pihak pelatnas" ujar Sigit. Hendra hanya balas mengangguk.

"Pasien sudah sadar" ujar perawat dari pintu, pada Hendra dan Sigit, membuat mereka berdua cepat-cepat masuk ke ruangan gawat darurat lagi.


Ketika mereka berdua menghampiri ranjang dimana Ahsan terbaring, mereka bisa melihat dokter yang sedang menanyai Ahsan.

"Mas Ahsan, bisa tolong gerakkan jari kakinya?" perintah dokter itu.

"Dok, pinggang saya sakit dok" ujar Ahsan, terdengar dengan suara yang tertahan.

"Saya akan berikan obat penahan rasa sakit setelah ini. Tapi saya harus melakukan beberapa tes terlebih dahulu. Tolong gerakkan jari kakinya" ulang dokter itu.

Sambil menggigit bagian bawah bibirnya, menahan untuk tak berteriak, Ahsan menggerakkan jari kakinya.

"Baik. Sekarang bisa tolong angkat kaki satu per satu?" ujar dokter itu.

"Dok, sakit. . ." ceracau Ahsan sambil memejamkan matanya.

"Tolong angkat kakinya dulu. Setelah ini akan langsung saya beri obat penghilang rasa sakit" ujar dokter itu lagi.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang