65 - Thought

436 53 144
                                    

"Loh, Hen? Kok lo ada disini?"

Hendra segera menoleh ke belakang, dimana ia bisa melihat Taufik menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Eh, iya bang. Loh kok abang juga lagi ada disini?" sahut Hendra, sambil tersenyum.

"Gw lagi iseng aja, lagi nggak tau mau kemana hari ini. Lo lagi ngapain disini?" tanya Taufik, yang tak menyangka akan bertemu dengan juniornya di mall ini, dari sekian banyak mall yang ada di Jakarta.

"Ada keperluan yang harus saya beli bang, buat berangkat nanti" jawab Hendra.

"Ooh. . .eh, lo udah makan siang? Temenin gw makan yuk" ajak Taufik tiba-tiba.

"Eh?" Hendra sedikit kaget, namun belum sempat ia berbicara lagi, Taufik langsung mendorong punggungnya pelan.

"Udah, ayo" ujar Taufik. Membuat Hendra akhirnya mengikuti seniornya itu, tak enak hati untuk menolak.

Kini mereka telah duduk di salah satu restoran ternama yang ada di mall itu, pesanan mereka pun bahkan telah datang. Setelah mengobrol ringan sambil menyantap makan siang mereka, tiba-tiba saja Taufik mengganti topik obrolan itu.

"Eh iya, kemaren ini gw liat si Ahsan nangis" ujar Taufik.

Hendra langsung menghentikan tangannya yang hendak mengambil botol saos.

"Nangis?" ulang Hendra. Taufik langsung mengangguk, membuat Hendra langsung menarik tangannya lagi.

Taufik bisa melihat perubahan ekspresi yang sangat cepat pada wajah juniornya itu.

"Kenapa Hen? Kok ekspresi lo langsung kayak gitu?" tanya Taufik, penasaran.

"Nggak kenapa-kenapa bang" sahut Hendra, beralibi.

Selama sesaat mereka sama-sama diam sambil melanjutkan makan siang mereka.

"Kalo gw liat-liat, si Ahsan anaknya kayak gitu ya" ujar Taufik.

"Kayak gitu gimana bang maksudnya?" tanya Hendra, bingung.

"Iya, keliatan banget nggak mau kalahnya. Beberapa hari terakhir ini gw ikut latihan tambahan mereka tiap malem. Awalnya gw kira gw salah liat, tapi setelah gw perhatiin selama beberapa hari terakhir ini. . .ternyata anaknya emang nggak mau kalah banget. Lama-lama keliatan kalo dia udah mulai kesel karena nggak bisa mengantisipasi backhand smash gw" jawab Taufik.

Hendra masih terdiam, menyimak cerita itu dengan ekspresi yang nampak berpikir. Membuat Taufik kembali melanjutkan kata-katanya.

"Ya sebenernya kalo punya sifat nggak mau kalah dari orang lain, bagus sih. Berarti kan jiwa kompetitifnya tinggi, salah satu faktor yang wajib dimiliki atlet. Cuma masalahnya, yang bahaya itu kalo terlalu kompetitif bukannya dijadikan alasan kuat untuk tetap fokus berlatih tapi malah dijadikan beban pikiran. Nah, gw ngeliat Ahsan lebih cenderung ke yang kedua daripada yang pertama. Lama-lama kalo udah kesel gagal balikin backhand smash gw, gw bisa liat dia jadi makin frustasi. Endingnya malah ganggu konsentrasinya dia sendiri" ujar Taufik.

Hendra masih terdiam sambil mengunyah makanannya.

"Dia dari dulu emang kayak gitu ya?" tebak Taufik.

Hendra hanya mengangguk pelan. Setelah ia menelan makanannya, Hendra baru bersuara lagi.

"Ahsan dan Bona tuh kepengen banget bisa secepetnya nyamain level mereka sama Kido dan saya, bang. Apa lagi semenjak kemaren ini saya dan Kido keluar pelatnas. Mau nggak mau kan mereka yang jadi penerus kami sebagai MD 1 pelatnas. Mungkin karena kepergian kami itu semakin menambah beban di pundak mereka, karena mereka ngerasa harus bisa secepatnya sebagus kami. Tapi mereka lupa bahwa ada gap jam terbang yang cukup jauh dan gap skill yang lumayan, jadinya ya seperti itu. Terutama Ahsan sih, emang anaknya apa-apa terlalu dipikirin banget. Sering nyalahin diri sendiri, nggak jarang juga selalu menganggap kecil dirinya sendiri. Nggak percaya diri bahwa apa yang dia lakuin itu udah bagus untuk seukuran dia, dengan jumlah jam terbangnya yang seperti itu. Saya udah sering juga ngasih tau dia, untuk lebih sabar, bahwa emang prosesnya nggak sebentar untuk bisa sampe ke level saya dan Kido. Bahkan waktu awal-awal ditinggal sama kami berdua, Ahsan katanya ngeforsir banget latihannya sampe dia pingsan karena kelelahan. Belum lagi setelahnya dia sampe berantem juga sama Bona karena Ahsan masih dilarang latihan tambahan setelah yang dia pingsan itu, tapi tetep nekat mau latihan. Akhirnya mereka adu mulut karena Ahsan ngebantah Bona saat ngingetin dia, jadilah mereka adu fisik juga" ujar Hendra.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang