59 - Sink or Swim (Part 5)

457 48 74
                                    

"Bon, San. . .nanti malem ikut saya yuk"

Mereka berdua hanya bisa saling pandang, dengan bingung. Namun keduanya memilih untuk mengiyakan ajakan itu.



"Pilih aja menu yang kalian mau. Saya yang bayar nanti"

Ahsan dan Bona saling lirik, merasa semakin bingung. Sementara Sigit tengah asik membaca buku menu.

Tadi siang, sebelum latihan dimulai lagi setelah istirahat makan siang, tiba-tiba saja pelatih mereka mengajak untuk ikut pergi bersamanya malam ini. Tanpa mereka duga sama sekali. Mereka yang sama-sama bingung, memilih untuk ikut saja, meskipun dalam hati bertanya-tanya ada apa gerangan yang membuat pelatih itu mendadak mengajak mereka pergi. Sekarang, setelah mereka tiba di tempat yang dituju, mendadak saja pelatih mereka memutuskan akan mentraktir mereka.

Mencurigakan banget.

Sigit kembali mengangkat wajahnya dari buku menu dan menatap kedua anak asuhannya itu.

"Udah milih mau pesen yang mana?" tanyanya dengan santai.

Ahsan dan Bona hanya mengangguk, berpura-pura sudah tahu akan memilih menu apa.



"Jadi gini. . ."

Ahsan segera mengangkat wajahnya, menghentikan gerakan tangannya yang tengah memotong makanannya. Ia juga bisa melihat Bona yang langsung menghentikan tangannya yang sedang menggulung pasta yang tengah ia makan.

"Kalian itu kemaren-kemaren ini masih nggak bisa relain Kido sama Hendra keluar dari pelatnas? Kalian masih kehilangan banget sosok mereka?" tanya Sigit.

Sekilas, Ahsan bisa melihat Bona juga melirik ke arahnya, seperti berusaha memastikan apa reaksi Ahsan.

"Iya mas" sahut Bona tanpa ragu.

Sigit segera beralih memandang Ahsan, membuat Ahsan langsung mengangguk juga.

"Iya mas, kurang lebih kayak gitu" ujar Ahsan, pada akhirnya.

"Kenapa?" tanya Sigit lagi.

Kali ini Bona benar-benar menunjukkan bahwa ia menoleh ke arah Ahsan secara nyata, semacam mengajak Ahsan untuk berdiskusi secara nonverbal tentang jawaban apa yang akan mereka ucapkan.

"Udah. . .nggak usah ragu-ragu untuk ngomong apapun disini. Ini bener-bener cuma antara saya dan kalian berdua aja. Nggak akan saya ceritain ke koh Aryo dan pengurus. Saya janji. Jadi kalian nggak perlu takut untuk ngomong apapun" ujar Sigit.

Ahsan menoleh ke arah Bona, sambil mempertimbangkan kalimat pelatihnya itu. Sementara Bona sendiri nampak sedang berpikir, mungkin sedang memikirkan akan bercerita sejauh apa.

"Ya. . .jujur ya mas, awalnya saya kepikiran sama kesehatannya bang Kido. Tapi setelah bang Kido dan Kojeng mutusin untuk keluar pelatnas, jujur saya kehilangan sosok kakak dan juga mentor saya selama ini. Bukan maksud menyinggung mas Sigit sebagai pelatih ya, tapi kan dari sebelum masuk pelatnas. . .bang Kido yang selalu ngarahin saya. Ngasih masukan, ngajarin. Semuanya. Tiba-tiba sekarang harus pisah gitu aja, padahal biasanya tiap hari bareng terus. Bener-bener kehilangan aja, mas. Belum lagi karena mereka keluar, ibaratnya saya dan Ahsan kan harus jadi pengganti mereka. Sementara saya merasa kalo kami belum mampu menggantikan mereka yang levelnya jauh di atas kami. Mungkin saya tertekan banget sama pressure yang muncul dari diri saya sendiri, mas. Makanya kemaren-kemaren ini saya mainnya nggak bener. Maaf ya mas, mungkin saya jadi bikin kecewa pelatih" ujar Bona panjang lebar.

"Sama, mas. Saya juga ngerasa kehilangan banget sosok senior yang biasanya bantu kami berdua dalam hal apapun. Baik di dalam maupun di luar lapangan. Kehilangan sosok kakak yang selalu bimbing kami, ngajarin kami dengan semua pengalaman yang mereka punya. Tiba-tiba aja yang biasa membimbing tiap hari harus pergi gitu aja dari pelatnas, nggak ada lagi yang bantu dan ngajarin lagi di latihan harian. Harus belajar sendiri, berjuang memperbaiki semuanya sendirian, harus bisa ningkatin kemampuan kami tanpa ada senior yang biasanya selalu narik kami. Sementara mereka berdua yang ninggalin pelatnas, kemampuannya jauh di atas saya. Itu jadi pressure tersendiri buat saya, mas. Karena merasa harus ngejar sampai bisa di level itu, harus bisa dalam waktu yang cepat. Saya terlalu takut nggak bisa memenuhi ekspektasi semua orang saat melihat kami yang jadi pengganti kedua senior itu. Takut kami nggak bisa perform sebaik mereka" ujar Ahsan.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang