105 - Last Time (Part 3)

313 31 108
                                    

        Setelah kemarin mereka melepas pelatih mereka saat meninggalkan pelatnas itu, hari ini mereka semua akan melepas Yonathan dan Rian yang sedang berpamitan dengan mereka. Karena hari ini adalah hari terakhir mereka berdua di pelatnas. Setelah mereka berkeliling terlebih dahulu untuk pamitan dengan teman-teman di sektor lain, dengan para staff, para pelatih dan pengurus yang sedang berada di pelatnas. . .mereka berdua kembali lagi ke koridor asrama ganda putra dan berpamitan untuk yang terakhir kalinya dengan teman-teman ganda putra. Hingga akhirnya Ahsan dan Bona lah yang ikut mengantar mereka berdua hingga di parkiran.

"Tetep semangat ya kalian, semoga sukses di luar sana" ujar Ahsan, sambil menjabat tangan Yonathan dan juga Rian.

"Iya, San. Kalian juga ya, sukses terus buat kalian berdua" balas Yonathan.

"Pamit dulu ya, semoga kalian berdua sukses terus" timpal Rian.

Mereka pun melepas kedua teman mereka itu sambil melambaikan tangan ketika mobil yang membawa keduanya mulai menjauh meninggalkan pelataran pelatnas itu.

Ahsan menatap mobil itu sambil tetap menggerakkan tangannya. Ia masih bisa mengingat dengan jelas ketika tahun lalu ia harus melihat kedua seniornya pergi dari pelatnas meskipun ia melihatnya dari kejauhan. Tahun ini ia harus melihat kepergian pelatihnya dan juga kedua orang temannya di lapangan. Entah kenapa ada perasaan yang aneh mengganggu dirinya. Ada perasaan asing yang mulai mengganggu dirinya.


Di mana ada awal, di situ pula akan ada akhir.


Jika awal adalah hari di mana mereka semua menginjakkan kaki pertama kali di tempat ini, maka akhir adalah ketika mereka semua. . .satu per satu. . .mulai meninggalkan tempat ini. Entah itu untuk memulai karir di tempat yang baru, untuk menapaki dunia profesional, atau mungkin untuk benar-benar berhenti dari dunia yang menjadi keseharian mereka semua. Merasa cukup dengan semua ini dan memilih untuk memulai hidup selayaknya orang normal. . .menghabiskan banyak waktu dengan keluarga masing-masing. Menikmati waktu pensiun mereka.


Pada saat yang sama terbersit sebuah pertanyaan di kepalanya: Akankah ia sendiri memiliki akhir yang seperti ini?

Atau lebih tepatnya. . .apakah akhir bagi dirinya akan ada di tangannya sendiri seperti mas Sigit ataukah akhir bagi dirinya akan berada di tangan orang lain seperti Yonathan dan Rian?



Terkadang dirinya bertanya-tanya. . .apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh orang-orang yang memilih untuk pergi dari sini padahal mereka masih memiliki waktu untuk tetap berada di sini? Di saat orang lain yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berada di tempat ini sangat mendambakan untuk bisa diterima di sini, untuk bisa bergabung di sini. Kenapa mereka memilih untuk meninggalkan tempat ini lebih cepat dari yang seharusnya? Apa lagi untuk orang-orang yang meninggalkan tempat ini di masa puncak karir mereka, seperti Hendra. Ahsan terkadang masih sulit untuk memahami apa pun alasan yang telah mereka lontarkan kepada dirinya, apa pun yang seniornya katakan kepada dirinya soal alasan mereka meninggalkan pelatnas padahal mereka sendiri pun tahu karir mereka masih sangat bagus dan pelatnas tidak ada keinginan untuk mendepak mereka.


Mungkinkah ia tak pernah bisa memahami semua itu hanya karena ia terlalu nyaman dengan comfort zone nya sendiri? Ahsan tahu, sejak ia masuk ke klub Djarum hingga akhirnya ia berhasil masuk ke pelatnas, rasanya semuanya terasa lebih mudah. Ia tak perlu repot-repot memikirkan apa pun. Ia hanya tinggal melakukan rutinitasnya sebagai atlet: makan, istirahat, berlatih dan bertanding. Selalu ada orang lain yang mengurus semua keperluannya untuk bertanding, ia hanya tinggal berangkat dan bertanding dengan baik. Tak perlu repot-repot mengurus berkas untuk pendaftaran turnamen, visa, tiket pesawat maupun hotel. Akan selalu ada orang lain yang mengurus semua keperluan itu untuk dirinya. Sementara ketika orang-orang memutuskan untuk keluar dari pelatnas atas pilihan mereka sendiri, mereka semua harus berhadapan dengan segala kerepotan yang dihadapi sebagai pemain profesional: mencari sponsor, mengurus berkas pendaftaran turnamen sendiri, mengurus visa, pengaturan keuangan harus sebaik mungkin dengan memilih tiket pesawat dan hotel yang lebih murah dan seterusnya. Mungkin mereka semua yang memutuskan untuk keluar dari pelatnas lebih cepat dari yang seharusnya untuk memilih menjadi pemain profesional adalah orang-orang paling berani di dunia ini. Seperti keempat seniornya di ganda putra. Seperti Hendra. Ahsan pernah mendengar dari Bona bahwa Hendra lah yang paling banyak mengurusi urusan akomodasi untuk dirinya dan Kido dari semua pertandingan yang mereka ikuti setelah mereka keluar dari pelatnas. Ahsan bisa mengerti kenapa Hendra yang paling banyak mengurusi keperluannya dan juga Kido, karena Ahsan tahu Hendra orang yang sangat teratur dan paling cekatan dalam hal apa pun. Kalau ia sendiri yang menjadi partnernya dan berada pada kondisi yang sama dengan mereka saat ini, tentu Ahsan juga akan lebih percaya pada Hendra untuk mengurus semua urusan akomodasi daripada dirinya sendiri. Belum lagi mengurus berkas-berkas seperti itu pasti akan sangat merepotkan dan Ahsan juga sangat yakin bukan sekali dua kali pasti ada unsur birokrasi yang mungkin bisa menghambat ketika mengurus beberapa dokumen yang akan mereka gunakan untuk pendaftaran turnamen. Dan ia juga tahu Hendra adalah orang yang paling sabar di pelatnas ini, dan menurutnya tingkat kesabaran Hendra belum ada yang bisa menandingi.

Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang