Hari-hari berikutnya di rumah sakit mulai terasa menjadi hari-hari yang sangat panjang bagi Ahsan. Karena ia masih kesulitan untuk menggerakkan bagian bawah tubuhnya. Hingga akhirnya setelah seminggu berada di rumah sakit, dokter pun menyarankan untuk mulai dilakukan terapi. Supaya Ahsan bisa secepatnya menggerakkan bagian bawah tubuhnya dengan normal. Masalahnya, dengan dilakukan terapi sekalipun, itu tidak langsung membuat Ahsan memiliki kemajuan yang berarti dalam menggerakkan bagian bawah tubuhnya. Ia masih tetap kesulitan menggerakkan kakinya.
Setelah terapi hari ini, Ahsan kembali berbaring di ranjang perawatan sambil mengecek handphonenya meskipun tak ada hal menarik disana. Ketika ia menyadari tanggal berapa sekarang, ia teringat bahwa hari ini turnamen Malaysia Grand Prix Gold masih berlangsung. Seharusnya ia dan Bona berada di Malaysia minggu ini, mengikuti turnamen itu. Namun karena dirinya cedera, disinilah ia berada. Bona juga terpaksa harus tinggal di pelatnas, melanjutkan latihan bersama anggota yang tidak diberangkatkan ke turnamen itu.
Sambil menatap langit-langit ruangan yang ada di atasnya, pikiran Ahsan melayang-layang. Membayangkan bagaimana jika dirinya dan Bona saat ini ada di turnamen itu? Akankah ia dan Bona melangkah jauh? Ataukah ia dan Bona akan kembali terhenti di babak-babak awal?
@@@
Ahsan menggigit bibirnya. Rasa nyeri itu mulai terasa di pinggangnya.
Hari ini tepat minggu kedua setelah Ahsan terjatuh dari pohon. Ia baru saja menyelesaikan sesi terapi hari ini. Dirinya tengah melangkah pelan dari pintu ruang perawatannya menuju kasurnya. Namun, ketika masih tersisa beberapa langkah lagi tiba-tiba saja rasa nyeri itu mulai terasa lagi. Pertanda bahwa efek obat penahan rasa sakitnya mulai pudar.
Namun Ahsan tetap berusaha melangkah menuju kasurnya, meskipun tanpa sadar kakinya mulai gemetar karena menahan rasa sakit di pinggangnya.
"San, sini ibu bantu" ujar ibunya.
"Nggak usah, bu" sahut Ahsan, berusaha menjaga suaranya senormal mungkin.
Ketika ia hendak meraih tepian meja di dekat kasurnya, tiba-tiba saja tubuhnya mulai oleng.
"Ahsan!" seru ibunya kaget, sambil menahan tubuhnya yang hampir jatuh.
Ia bisa melihat wajah Ahsan yang kesakitan serta mendengar gumamannya menahan sakit.
"Pelan-pelan, nak. Pelan-pelan" ujar ibunya, sambil membantunya melangkah lagi secara perlahan. Hingga akhirnya tubuh Ahsan berhasil mencapai tepian kasur.
"Ahsan kenapa bu?" tanya ayahnya yang baru saja masuk ke ruangan itu, terkejut melihat Ahsan yang nampak habis dipapah menuju kasurnya.
"Barusan Ahsan hampir jatuh, pak. Kayaknya mulai terasa sakit lagi" ujar ibunya.
"Kalau begitu ayah panggilkan perawat dulu" ujarnya, sambil mulai berbalik menuju pintu.
"Yah, jangan. Nggak usah. Ahsan nggak apa-apa" ujar Ahsan segera.
"Nggak apa-apa gimana nak? Kamu kesakitan gitu" ujar ibunya sambil mengusap keringat di pelipis Ahsan.
"Nggak apa-apa, beneran yah. Jangan panggil perawat. Lagi pula belum waktunya dikasih obat lagi. Kan udah sepakat untuk nurunin dosis, yah. Ahsan nggak mau dosisnya setinggi minggu lalu. Ahsan pengen bisa cepet-cepet tanding lagi" ujar Ahsan, dengan nada yang agak memohon.
Selama sesaat Ayahnya memandangnya dengan sedikit ragu, tapi melihat ekspresi Ahsan yang memohon kepadanya, akhirnya ia menyerah dan memilih menuruti kemauan Ahsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...