Win kembali ke kamarnya, dan tiba-tiba perasaannya campur aduk saat melihat ada anak kecil berbaring di ranjangnya. Semenjak tadi malam, ada banyak unexpected things terjadi diluar kontrolnya.
Melihat Xaverio belum tidur, Win berlutut di samping anak itu setelah mematikan lampu dan hanya meninggalkan lampu kecil di samping tempat tidurnya.
“Tidurlah,” kata Win. Anak itu tidak menjawab, tapi matanya tetap terbuka tanda dia tidak ingin tidur.
Win mulai merasakan sakit kepalanya kembali. Sepertinya dia harus membacakan cerita sebelum tidur, agar anak bisa tertidur. Win menyerah dan mengangkat tangannya ke atas seraya berkata,
“I don’t know how to tell stories, so how about I sing you a song?”
Xaverio mengangguk, wajahnya terlihat sangat senang. Win mulai bernyanyi pelan sambil menepuk pelan punggungnya. Tapi ditengah lagu yang dia nyanyikan, Win akhirnya tersadar bahwa yang dinyanyikannya tidaklah cocok untuk anak-anak. Lirik-liriknya….. Win terbatuk….
“Cough…cough, I’m sorry…Uncle won’t sing the rest of this song so I’ll sing a different one for you.”
Xaverio hanya menggangguk. Win memutar otaknya lagu anak-anak apa yang harus dia nyanyikan. Finally, Win memilih lagu tentang katak. Dia bernyanyi dengan pelan dan mengulangnya tiga kali, sebelum akhirnya mendengar suara nafas pelan yang teratur di sampingnya.
Hufttt…Win menghembuskan nafas lega. Having a child is really not easy!
Tiba-tiba dia merasa kekaguman yang besar terhadap Bright sebagai single parent.
Win tidak tahu siapa ibu dari Xaverio, tapi kenapa dia melahirkannya tapi tidak tinggal dengan Bright dan anaknya?
Apakah karena status keluarganya yang rendah dan Walton family tidak menerimanya? Atau karena bertengkar dengan Bright? Win memikirkan berbagai kemungkinan tentang ibu Xaverio sampai dia tertidur.
Win terbangun dari tidurnya saat mendengar suara-suara dari ruang tamunya. Xaverio masih tertidur pulas saat Win keluar dari kamar untuk mencari tahu suara apa yang didengarnya.
Dari pintu kamarnya yang terbuka, Win melihat Bright sedang menuang air di gelas, satu tangannya memegang perut dan wajahnya terlihat pucat. Win buru-buru mendatangi Bright dan bertanya ada apa dengan Bright. Bright menyangkal bahwa dia tidak apa. Tapi Win tidak mempercayainya.
“Do you have a stomachache?”
Bright terdiam. Tebakan Win akurat. Bright tidak tahan pedas. Tapi kenapa dia tetap memakannya? Win bingung.
“Wait a second, I’ll get you a medicine.”
Beruntung, Win selalu menyediakan obat-obatan di rumahnya. Win cepat-cepat mengambil obat sakit perut dan memberikannya kepada Bright. Dia menyuruh Bright menelan dua pil.
Bright berterima kasih dan mengambil pil itu dari tangan Win. Tangan Bright yang dingin tanpa sengaja menyentuh permukaan kulit Win, dan membuat jantung Win bergejolak. Berdetak lebih cepat dari biasanya.
Suasana yang sepi, tengah malam, dua orang single sedang berdiri berhadapan, such a difficult, dangerous situation, it was very easy to light a fire!
Win berhitung dalam hati untuk menenangkan perasaannya. Dia mundur selangkah. Setelah Bright meminum obatnya, Win merasa tidak sopan jika langsung pergi. Jadi dia memutuskan untuk menemani Bright sebentar.
“I’m sorry, I didn’t know you couldn't eat spicy food. Apakah kita perlu ke rumah sakit?”
“It’s not a big deal.” Jawab Bright.
Awalnya, Win merasa khawatir karena Xaverio yang makan banyak pedas, namun dia baik-baik saja, tapi justru Bright lah yang tidak baik-baik saja. What kind of situation was this….
Mereka berdua terdiam cukup lama, kemudian Bright membuka mulutnya memulai percakapan.
Bright berkata bahwa dia dan Xaverio kesini karena anaknya ingin bertemu Win. Semenjak Win menyelamatkannya di bar, Xaverio merasa ketergantungan terhadap Win. Bright juga menjelaskan tentang kejadian di rumah sakit.
Tentu saja Win terkejut mendengarnya. Win menyadari setiap kali Xaverio berada di dekat Bright, atau membahas topik tentang Xaverio, sifat dingin Bright seakan melembut, dia tidak terlihat menakutkan seperti saat Bright yang di rumah sakit.
“So it was like this…” Win bergumam sambil menganggukkan kepalanya.
Atmosfer yang tercipta di tengah malam seperti ini, cenderung membuat orang menurunkan kewaspadaan dan membicarakan kekhawatiran mereka, jadi Win memutuskan untuk bertanya tentang topik yang membuatnya kepikiran.
Win bertanya apakah Xaverio tidak bisa berbicara. Dia belum pernah mendengar Xaverio berbicara satu kata pun. Si kecil hanya tahu mengangguk atau menggelengkan kepalanya.
Bright berkata, bukannya Xaverio tidak bisa tapi dia tidak mau berbicara. Win bertanya apakah itu karena psychological issue, dan Bright menjelaskan semua tanpa ada yang disembunyikan.
Win tentu saja kaget. Dugaannya hampir betul, tapi apa yang terjadi sama Xaverio sampai membuatnya trauma, Win tidak berani menanyakannya. Biarlah itu menjadi rahasia keluarga Bright.
“Win.” Tiba-tiba Bright memanggilnya sambil menatapnya. Tatapannya dingin, tapi tatapan itu membuat Win merasa hangat, excited, tapi juga melelahkannya.
“Ya..” Win membeku di bawah tatapan Bright.
“Have we met somewhere before?” Bright bertanya.
Jika orang lain yang bertanya pertanyaan ini, Win akan mengira orang tersebut sedang berusaha menggodanya dengan memakai pick-up line. Tapi ini Bright Walton. Apalagi matanya menyiratkan keseriusan dan kejujuran saat bertanya.
“I don’t think we have. Jika aku pernah bertemu dengan orang sepertimu sebelumnya, Mister Bright, tidak mungkin aku tidak mengingatnya. Apa… apakah ada masalah?” Nada suara Win tegas. Meskipun dia adalah Tuan Muda dari keluarga Plowden, kemungkinan bertemu Bright Walton hampir tidak ada, mengingat status keluarga Bright jauh di atas kelas keluarga Win.
“It’s nothing.” Bright mengarahkan pandangannya, gelap seperti langit malam, ke arah jendela. Dia terlihat sedih.
Jika percakapan tete-a-tete seperti ini berlanjut, suasana akan jadi tidak baik! Win kemudian bertanya dengan hati-hati jika Bright sudah merasa lebih baik, Win akan kembali melanjutkan tidurnya.
Bright sepertinya bisa melihat gelagat Win, dia melambaikan tangan dan berkata, “No rush. Sit.”
No rush!! He was really rushed, okay!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionSebuah plot jahat dari saudara laki-lakinya, memaksa Win harus pergi jauh dari Thailand dan meninggalkan rumahnya. Setelah lima tahun, Win kembali ke Bangkok, kota yang membuat dirinya menyimpan banyak luka. Namun, lima tahun tinggal di luar negeri...