45

1.4K 133 4
                                    

Before anyone could react, the whole filming site had become a red ocean. 

Win memegang kartu di tangannya, dan wajahnya merah padam menahan amarah. Hanya satu kalimat yang tertulis : Remember to pick me up - Blonde. 

Kurir meminta Win untuk menandatangani resi tanda terima, tapi Win menolak dengan sopan. Alasannya karena bunga sebanyak itu akan sangat mengganggu. Sang kurir dalam masalah, dia hanya orang yang disuruh mengantarkan bunga saja, dan sesuai janji mereka pada customer, mereka hanya akan pergi setelah Win menandatangani resi tersebut. 

Win merasa serba salah. Untungnya staf props menyuruh Win untuk menerimanya, karena kebetulan ada salah satu scene yang memerlukan bunga mawar. Jadi mereka tidak perlu lagi repot untuk mempersiapkannya. 

Karena staf menyuruhnya, dan Win tidak ingin membuat kurir bunga dalam kesulitan, pada akhirnya Win menerimanya. 

Beberapa orang mulai bergosip. “Oh my god! So many roses! So romantic! Who sent them?”

“Still need to ask? Itu pasti pengagum Win! Orang yang punya wajah sangat menarik pasti diperlakukan berbeda, someone already sent flowers on the first day! And hundreds of them!”

Salah satu asisten Luke berkata dengan santai. “Itu memang banyak, tapi sejujurnya tidak terlalu mahal, kok!”

Tepat setelah dia berucap, seorang kurir lain tiba-tiba datang mencari Win. Kali ini yang dibawanya hanya sebuah kotak kecil dan dengan hati-hati menyerahkannya ke tangan Win. 

Semua orang sangat penasaran apa isi kotak tersebut, mereka mencuri-curi lihat kotak tersebut. 

Win membuka kotak itu dengan ekspresi curiga. Di dalamnya ada sebuah berlian besar berkilauan, dengan kertas bertuliskan empat kata di atasnya dan inisial pengirim : Long time no see. DK. 

Melihat inisial nama tersebut, wajah Win menggelap. Hawa panas karena matahari semakin mengobarkan amarah Win, moodnya turun drastis. 

F***! Did these two arrange this together? Dia hanya ingin hidupnya damai tanpa ada gangguan semacam ini, tapi kenapa begitu sulit?

Bahkan setengah hari pun belum usai, Win sudah menerima dua hadiah diamond dan roses. Tidak heran orang-orang di lokasi syuting bergosip tentang dirinya. 

“My godness! Berliannya sangat besar! Sangat berkilau, I’m going to be blind!”

“Win’s admirers are crazy!”

Kali ini, asisten Luke yang satunya berbisik pelan, tapi cukup keras untuk orang lain di sekitarnya mendengar bisikannya. “Siapa yang tahu diamond itu asli atau palsu?”

Win duduk di kursinya dengan kepala tertunduk, pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Tidak ada tempat baginya untuk bersembunyi….

Win lalu meminta maaf pada sutradara karena membuat keributan di lokasi filming.

Champ tidak keberatan, dia hanya tersenyum pada Win dan berkata, normal buat orang yang menarik seperti Win untuk punya banyak admirers. Dan bunganya juga bisa dipakai buat keperluan syuting. 

Tidak jauh dari sana, Luke terlihat tenang, tapi faktanya rahangnya mengatup rapat, sampai-sampai gigi-giginya bergesekan dengan keras. 

Bagaimana mungkin dia tidak merasa cemburu? Anak udik gembel itu sekarang bisa membuat orang tergila-gila padanya, dan bisa dengan mudah mendapatkan hal-hal yang sudah lama diidamkannya. 

Sebelum syuting untuk scene selanjutnya, Win mencari pojok yang sepi untuk menelepon seseorang. Saat sudah tersambung terdengar suara ceria seseorang. “Hey honey, apa kau sudah menerima kirimanku?”

“Jeffrey Jones! F*** your uncle! Kau sengaja melakukannya, kan?” Berbeda dengan nada suara santai dan ceria dari pria di seberang telpon, suara Win penuh dengan kemarahan. 

“Ow-ow, kamu orang pertama yang menerima mawar dariku, yet you don’t want to f*** me but my uncle instead! Seleramu buruk sekali!”

“Don’t try to change the topik, Jeff! What do you really want?” 

“I don’t want anything, I’m just reminding you to pick me up at airport. Kau sudah berjanji padaku!”

“Kau masih berani memintaku untuk menjemputmu, setelah yang kau lakukan hari ini? Apa kamu tidak takut aku akan membawa pisauku yang panjang untuk memotong bagian tubuh yang kau bangga-banggakan itu?” Win berbicara dengan nada datar, membuat sahabatnya di seberang sana merinding mendengar suaranya. 

“Are you backing out on your promise?” Suaranya berubah serius. 

“Syarat untuk menjemputmu adalah kamu akan meminjamiku uang, tapi sekarang aku tidak membutuhkannya lagi. Didn’t I already send you a message to tell you?”

“I don’t care, kau sudah berjanji padaku! Meskipun kamu tidak memerlukan uangnya lagi, aku setuju untuk membantumu as soon as you asked, and it was for such a big amount. I was sincere. Kau benci berhutang budi pada orang lain, bukan? Doesn’t this count as a favor?”

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang