Late night, at Rama Residence No.6.
Di atas tempat tidur, Jeff berguling-guling layaknya gasing dengan mulut yang tidak berhenti menyumpah. “Fuck fuck fuck fuck….”
Pimpim sedang duduk di sofa berhadapan dengan tempat tidur Jeff, wajahnya penuh dengan keputusasaan sambil menguap. “You’ve said fuck 250 times already, what on earth happened tonight?”
Mata Jeff terbakar oleh amarah, dan bahkan gigi taringnya berkilat dingin. “Don’t mention 250 to me! Apakah kamu tahu 250 artinya orang bodoh?” Jeff berteriak pada Pimpim. Melihat wajah bingung managernya, Jeff lalu menjelaskan dengan marah, angka 250 dalam bahasa Mandarin sebutannya menjadi ‘er bai wu’, yang juga sebuah kata slang yang artinya orang bodoh.
“I’m really a total 250! Win bilang padaku, bahwa poinku dipotong 0.1 karena IQ-ku rendah, dan dia memang benar! Fuck fuck fuck fuck… I’m really so stupid, there’s no cure for me! Kenapa aku menggunakan voice recording? Kenapa aku tidak merekam video saja secara diam-diam? Why..why..why… stupid Jeffrey!! Jeff tidak berhenti memaki dirinya.
Mulut Pimpim berkedut. Dia sungguh tidak punya petunjuk kenapa Jeff bertindak seperti orang gila saat ini. Tapi ada satu hal yang dipahaminya, melihat Jeff seperti ini. Setiap kali dia bertingkah gila, pasti ada hubungannya dengan Metawin. “Jae, do you want to get back together with Win?” Pimpin bertanya hati-hati.
Jeff membeku, kaku seperti batu, dan berkata dengan marah, “I would be nuts to want to get together with that ashole! Karena dia, aku masih mengalami mimpi buruk bahkan sampai sekarang!”
Pimpim diam-diam mengamati ekspresi Jeff, yang sama seperti seseorang yang sedang patah hati. Dia jelas-jelas menyukai Win, tapi masih menolak mengakuinya.
Actually, Pimpim selalu curiga bahwa saat itu, niat mai-main Jeff telah berubah menjadi perasaan yang nyata buat Win. Jika tidak, dia tidak akan sangat marah saat mengetahui kebenarannya.
Dan bagaimana perasaannya untuk Win sekarang, mungkinkah itu kebencian yang disebabkan oleh cinta? But it could also be that what is unattainable is forever the best!
Saat Jeff masih melanjutkan kegiatannya yaitu berguling-guling di kasurnya, ponselnya berdering. Moodnya sedang tidak bagus saat ini, jadi dia mengabaikan ponselnya yang terus berdering. Pada akhirnya Pimpim mengambil ponsel tersebut untuk mengecek siapa yang menghubungi Jeff. “It’s your father.”
“My dad?” Jeff langsung bangun dan duduk. Dia dan ayahnya bertengkar saat Jeff memutuskan untuk masuk ke dunia hiburan. Dan sejak saat itu mereka seperti musuh yang setiap kali bertemu. Why would he take the initiative to call me, pikir Jeff.
Ada rasa tidak nyaman dalam hatinya, dan dia memutuskan untuk menjawabnya.
They hadn’t spoke for too long, and still had unfinished business with each other, so Jeff didn’t greet his father, and just asked bluntly in a cold voice. “Wow, ada apa gerangan sampai-sampai seorang CEO Jones menghubungiku tengah malam begini?”
Ada hembusan nafas lelah dari ujung telepon yang terdengar di telinga Jeff. “Jae, came back, the company’s about to collapse…” Ayahnya berkata dengan suara lirih.
Ekspresi wajah Jeff langsung berubah. “What do you ean the company’s about to collapse? What happened, Dad?”
“Ada seorang mata-mata di perusahaan kita, dan ada masalah dengan kerjasama kita dengan ‘XX’. Saat ini, Daddy tidak bisa mempercayai siapapun – the only one I can rely on is you. Jangan bilang kamu tega melihat semua kerja keras Dad seumur hidup hancur begitu saja?” Suara Rooney Jones terdengar seperti memohon.
Jeff meremas ponselnya dengan erat. “I won’t leave the entertainment industry! Dan sudah berapa kali aku bilang padamu, Dad, aku tidak akan mengambil alih perusahaan Daddy!”
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionSebuah plot jahat dari saudara laki-lakinya, memaksa Win harus pergi jauh dari Thailand dan meninggalkan rumahnya. Setelah lima tahun, Win kembali ke Bangkok, kota yang membuat dirinya menyimpan banyak luka. Namun, lima tahun tinggal di luar negeri...