Memasuki gerbang utama, Win bertanya villa Jeff nomor berapa. Sesaat setelah Jeff mengatakan nomor villanya, wajah Win memucat. Villa di Rama Residence terdiri dari beberapa tipe. Yang paling bagus dan luas tentu saja milik dari Big Demon King Bright dengan nomor 8. Villa tersebut hampir menutupi sebagian besar wilayah, dengan danau besar dan taman bunga di belakangnya, dan lapangan golf pribadi. Berikutnya adalah villa No.7 milik Ren. Dan No.6 memiliki standar yang sama dengan villa No.7.
Tidak ada yang tahu siapa pemilik villa No.6. Win tidak menyangka jika pemiliknya adalah pemuda tengil disampingnya.
Pimpim baru akan membelokkan mobil ke arah kanan, dan dengan spontan Win menyuruhnya untuk tidak lewat disitu karena jalannya diblokir. Jeff langsung bertanya darimana Win mengetahuinya. Jantung Win berdebar, tapi tetap memasang wajah tenang, kemudian menjawab dengan nada mengejek. “Didn’t you see the warning sign on the side?”
Yang sebenarnya, meskipun tanpa melihat warning sign tersebut, Win sudah tahu jika jalan itu diblokir karena ada kecelakaan. Seorang ahli waris kaya raya yang mabuk dan mengendarai motor sportnya dengan ugal-ugalan, dan Win kebetulan menyaksikan kejadiannya saat lewat disitu kemarin.
Jeff hanya menanggapinya dengan ‘oh’ saat melihat tanda itu. Win diam-diam menghembuskan nafas lega. Meskipun dia punya alasan yang jelas untuk tinggal di rumah Bright, tentu saja masalah itu tetap complicated untuk dijelaskan, dan akan lebih baik baginya jika tidak menjelaskan itu pada Jeff. Ketika mereka tiba, Win merasa sedih, betapa dia ingin menyelinap pulang dan memeluk Little Rio!
Pimpim keluar dari mobil dan berkata pada Jeff, jika tempat ini bisa langsung ditempati karena rumah ini tetap dibersihkan meskipun Jeff tidak tinggal disitu. Pimpim juga bertanya apakah Jeff akan tinggal di villa atau di apartemen yang sudah disiapkan agensi. Jika di villa, akan sedikit merepotkan buat Jeff untuk berkeliling.
Win berkata dalam hatinya, don’t stay here! What if one day they ran into each other?
Jeff hanya berkata, “I’ll see, let’s decide later! Seraya melambaikan tangannya dengan tidak sabar, dan menatap managernya menyuruhnya untuk cepat-cepat pergi meninggalkan mereka.
Pimpim menarik nafas dan menghembuskannya pelan menatap dua pemuda di depannya dan memberi mereka peringatan : “Don’t stay up too late, the both of you. Jae, don’t forget tomorrow, you have….”
“Got it, got it!” belum sempat Pimpim menyelesaikan kalimatnya, Jeff sudah memotongnya, dan dengan cepat menarik Win untuk masuk ke dalam rumah. Pimpim menggelengkan kepalanya, dia sudah tahu dua rascals itu pasti tidak akan bangun pagi.
Setelah berada di dalam rumah, Jeff menarik jari-jarinya satu persatu, merilekskannya dengan wajah menyeringai berkata pada Win. “Don’t listen to Bro Pim, Winnie, you have to fight three hundred rounds with me tonight! See if I don’t torture you to death!”
Win memandangnya dengan jijik. “Hehe, as you wish! Kau sudah menderita kekalahan di tanganku, you still dare say such big words! Aku akan membuatmu memohon untuk memanggilku grandpa!!
“You wish! You are the one who’s going to call me grandpa!” Jeff sibuk mencari-cari sesuatu di kopernya yang besar. “I brought back the latest equipment from overseas, tidak perlu berterima kasih padaku!”
Menoleh pada Win, ekspresinya terlihat terluka. “Can you go and freaking wash your makeup off, it’s killing my eyes! Kau pasti sengaja untuk membuatku lemah dan kalah, kan? Shameless! I’m telling you now, if I lose, I won’t admit it!”
“Sengaja apanya? You think I enjoy being like this?” Win membuka wignya dengan menariknya kasar, lalu membuka kancing kemejanya. This was a lose-lose situation for both of them equally.
Jeff menyalakan the mega-screen TV di ruang tengah, dan mulai menyambungkan kabel-kabelnya. “I have clothes in my room, go and look for something to wear yourself! Hurry, hurry! Jiwa bertempur-ku tak bisa menahan rasa haus dan lapar ini lagi!”
Win hanya menatap dengan pasrah bagaimana antusiasnya Jeff. Orang lain mungkin akan mencari gadis cantik yang hot, atau pemuda menarik lainnya untuk bercengkrama begitu kembali dari luar negeri, tapi pemuda usil ini malah membawa dirinya kesini untuk bermain games dengannya, bahkan ingin bermain semalaman! What a maniac!
_____________________________________
Jeff dengan lihai memasang semua perlengkapan games, mengambil beberapa kantong jelly, keripik dan snack entah dari mana, dan mengeluarkan sebotol anggur enak dari penyimpanan sambil bersenandung riang. Semuanya sudah siap, dan dia duduk di lantai menyilangkan kakinya dan menggosokkan kedua tangannya bersamaan. Baru akan mencoba gamenya, bel pintu rumahnya tiba-tiba berbunyi.
Wajah Jeff langsung berubah. Bel pintu dibiarkan tetap berdering, sengaja mengabaikan, mengambil hp dan menghubungi Pimpim. “Stop ringing my door’s bell! I’ve already promised I’ll be on time tomorrow morning, isn’t that enough?” Every day bossing me around like I’m a pet, not even letting me play some games, you don’t believe that I won't be able to take it anymore and quit?” Jeff langsung meneriakkan kalimat-kalimat itu pada managernya.
“Huh? Ring what? Tanya Pimpim dengan bingung. “I’m pretty far away from your place now, and I’m driving!” Sambungnya lagi.
“You’re not outside ringing my doorbell? Then who can it be… not many people know I live here…” Jeff bergumam dengan curiga.
“Don’t tell me your address was leaked? Be careful, don’t open the door, what if it’s the media! Win’s still there! Suara Pimpim terdengar panik.
Jeff menggerutu, tidak peduli sedikitpun, “So what if it’s the media! So what if they see him here?”
Pimpim berkata dengan lembut, mencoba membujuk Jeff. “Jae, I’m not lecturing you, tapi even jika kamu ingin membantunya, he needs to accept your help first! Sudah sangat jelas Win tidak ingin berlayar dengan kapal-mu….”
Mendengar itu Jeff langsung naik darah. Emosinya meledak-ledak, berteriak pada Pimpim. “What ship? What do you mean?”
Bel pintu masih terus berbunyi, dengan interval lima detik.
“I won’t talk to you anymore, I’m going to open the door! Jeff mematikan teleponnya. “It’s so late, who on earth could it be…” Sambil menggerutu dia berjalan menuju ruang monitor. Dia ingin mengecek siapa yang datang ke rumahnya malam-malam begini. Saat melihat layar monitor, dia terkejut melihat seseorang yang berdiri di luar. Wajahnya memucat dan ketakutan melandanya. Keringat dingin tiba-tiba membasahi tengkuknya.
“Jesus…. Bright Walton!!! Why is he here?”
Pria di depan pintunya mengenakan baju rumahan dan sepasang slippers, dan membawa beberapa barang di tangannya. Even though he was dressed extremely casually, for some reason, Jeff felt as if a gust of wind off a glacier was blowing down his neck, sangat dingin sehingga membuatnya menggigil. Seperti kelinci yang melihat serigala, Jeff berjalan mondar mandir gugup. Setelah berbunyi dua kali lagi, dia menarik nafas panjang dan membuka pintu.
Sesaat setelah pintu terbuka, sikapnya langsung berubah sopan dan berhati-hati. “Eh, why are you here…”
“To visit you,” pria itu menjawab dengan datar.
Jeff langsung mempersilahkan tamunya masuk. Bright melirik game console yang ada di lantai, juga snacks dan wine, kemudian duduk di sofa.
Menyadari arah pandang Bright, Jeff berkata dengan sedikit terbata. “Uh, work is tiring, I seldom have time to relax.”
Bright lalu bertanya kapan Jeff sampai dan dijawab bahwa dia belum lama datang, sambil mencari-cari sesuatu. Jeff berniat untuk membuatkan Bright secangkir teh, tapi dia menyadari tidak punya air panas, jadi dia hanya mengeluarkan sebotol air mineral dari kulkas. Memberikannya pada Bright dan meminta maaf karena dia tidak sempat merebus air. Bright berkata tidak usah repot karena dia kesini hanya untuk mengantarkan kiriman dari ibu Jeff, sambil menunjuk beberapa box yang dibawanya tadi.
“She could have sent someone to bring these here, why is she troubling you to personally come here yourself at night.” Dalam hatinya memarahi ibunya berulang kali. Why would she, without any rhyme or reason, ask this person to bring things over! Tidakkah ibunya tahu bahwa orang ini adalah orang yang paling ditakutinya? Fine…it was obvious, itu karena ibunya tahu, makanya beliau mengirim Bright untuk mengecek keadaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionSebuah plot jahat dari saudara laki-lakinya, memaksa Win harus pergi jauh dari Thailand dan meninggalkan rumahnya. Setelah lima tahun, Win kembali ke Bangkok, kota yang membuat dirinya menyimpan banyak luka. Namun, lima tahun tinggal di luar negeri...