The next morning, Win terbangun oleh suara pelan pria datang dari ruang tamu. Mendengar suara langkah di belakangnya, Bright menurunkan ponsel dari telinganya dan bertanya dengan suara lembut, apakah Win terbangun karena suaranya.
Win menatap pria di hadapannya, matanya membelalak. Bright tidak mengenakan atasan, jadi saat dia membuka pintu kamarnya, pemandangan pertama yang dilihatnya adalah kulit telanjang Bright. The impact was too much.
Win menggosok hidungnya. Syukurlah, dia tidak mempermalukan dirinya sendiri. Kelihatannya Bright tidak menyadari tingkah Win yang asing, dan dengan tenang mengambil bajunya dari sofa kemudian memakainya.
Bright berkata bahwa he have an emergency at work, jadi harus segera pergi. Dan jika tidak keberatan menyuruh Win untuk membangunkan Xaverio.
Win mengiyakannya, tapi belum sempat melakukannya, saat dia berbalik dia melihat cute little Pikachu berdiri di depan pintu. Matanya memandang tidak suka ke arah ayahnya. Bright menyuruh Xaverio untuk segera bersiap-siap karena mereka harus segera pergi.
Namun, jawaban yang didapatnya adalah suara bantingan keras pintu yang ditutup. Baaammm!!!!!!
Bright dan Win seketika terdiam. Bright segera menuju pintu dan memutar knobnya, terkunci. Bright kemudian bertanya pada Win apakah dia punya kunci cadangan. Win punya satu, tapi sayang sekali, kuncinya berada di dalam kamar.
Bright mencubit bagian kulit di antara alisnya, kemudian berkata dengan suara dingin yang menakutkan, “I’ll give you three minutes. If you don’t come out, don’t think you’ll ever get to come here again.”
Tiga menit kemudian, tidak ada suara apapun yang terdengar dari balik pintu.
“Get out here! If you’re waiting for me to force you out, I won’t be as nice as I am right now!”
Tidak juga ada pergerakan. Little Sun sungguh tidak memberi ayahnya muka.
Menonton dari samping, Win rasanya ingin tertawa, tapi dia tidak berani.
“I have a work later, tapi tidak masalah jika Little Sun ingin tinggal dan bermain sebentar.”
Wajah Bright terlihat sangat kesal saat dia mengeluarkan ponselnya, bermaksud untuk menghubungi seseorang. Win diam-diam mengintip dan terkejut saat melihat siapa yang akan ditelpon Bright. Bukankah terlalu ekstrim jika menelepon psikolog hanya dengan masalah kecil seperti ini? Win terbatuk dan bertanya apakah dia bisa mencoba bicara dengan Xaverio. Dan Bright menyetujuinya.
Win bersandar ke pintu dan berbicara dengan suara lembut dan menenangkan. “Little Sun, Uncle has to go to work so I can’t take care of you. Ikutlah pulang dengan ayahmu dulu, okay?”
Masih tidak ada suara dari dalam sana.
“How about this, we can exchange phone numbers so we can instantly contact each other? Kita bahkan bisa video call!”
Suara langkah kaki terdengar mendekati pintu.
“Jika Uncle terlambat, paman sutradara akan memarahi Uncle, dia sangat galak. Uncle is so pitiful…wuuu..”
Suara kunci pintu diputar terdengar dan pintu terbuka. Bright yang sudah bersiap untuk “long war”, merasa sedang bermimpi. Dia menatap pria yang berdiri di sampingnya dengan tatapan tidak percaya. Hanya dengan tiga kali percobaan, dia berhasil membujuk Xaverio keluar dari kamar dengan kemauannya sendiri.
Jika saja dia sudah mengenal Win saat anaknya mengunci diri di loteng seperti kejadian terakhir kali. Keempat anggota keluarganya, para pelayan, para dokter dan psikolog, bahkan sampai ahli negosiasi disewa mereka untuk pilihan terakhir, semuanya tidak berguna hanya membuang waktu sepanjang hari mencoba meminta Xaverio keluar dari loteng.
In the end, mereka mendobrak pintunya dan membuat Xaverio mengabaikan mereka selama satu bulan penuh.
Win tentu saja tidak mengetahui perihal ini, dia pikir Xaverio memang anak yang penurut, terlepas dari keadaan emosionalnya yang tidak stabil. Dia menggendong bocah itu. Wajah anak itu terlihat tertekan, Win jadi tidak tega untuk menasihatinya, sebaliknya malah memujinya.
“Little Sun is so obedient. Makasih, darling!”
Xaverio terlihat senang saat dipuji Win, dan diam-diam memberikannya kertas. Kertas itu bertuliskan serangkaian angka. Win mengambilnya dan melihat bahwa itu adalah nomor handphone.
“Aw, is this your phone number? Okay, I’ll save it, and when I’m not busy, Uncle akan menelponmu.”
Bright merasa ada yang aneh, Xaverio tidak mempunyai ponsel. Jadi nomor siapa yang diberikan anaknya ke Win? Penasaran, Bright mengintip dan terkejut, itu nomor ponselnya.
You really are my son!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionSebuah plot jahat dari saudara laki-lakinya, memaksa Win harus pergi jauh dari Thailand dan meninggalkan rumahnya. Setelah lima tahun, Win kembali ke Bangkok, kota yang membuat dirinya menyimpan banyak luka. Namun, lima tahun tinggal di luar negeri...