Win slept all the way to the next morning, and woke up naturally. Dia tidur dengan sangat nyenyak tadi malam, tapi ada yang tidak beres. Why did a part of his tongue feel sore? Apakah lidahnya tergigit sendiri saat tidur ketika dia sedang bermimpi?
To bite himself was really too vicious…
Semuanya tampak normal saat sarapan pagi.
Kelihatannya Bright akan bekerja hari ini, dia tampak rapi dalam setelan bisnis saat duduk meminum kopinya dan membaca koran. Ekspresinya seperti biasa cold and aloof, seolah-olah tidak ada yang terjadi tadi malam.
Win bernafas lega. Mungkin dia yang terlalu sensitif?
Bright mungkin memiliki perasaan yang samar-samar padanya, tapi pasti tidak sampai cemburu, kan? Apalagi cemburu pada keponakannya sendiri. Ekspresi Bright terlihat normal, tapi Xaverio terlihat sedikit aneh.
Anak itu cemberut sepanjang pagi, seolah-olah ada sesuatu yang diambil darinya. Win memberinya sup pangsit dan bertanya dengan lembut., “Darling, what’s wrong? You’re not happy?”
Little Rio memandang ayahnya yang acuh tak acuh, dan wajahnya semakin marah, tapi mengingat Uncle Win sangat menyukai senyumnya, dia berusaha untuk tersenyum untuk menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.
I'm very angry, but I must keep smiling!
Win lega melihatnya, dan dengan cepat menghabiskan sarapannya lalu berkata, “Then I’m leaving first. Enjoy your breakfast!”
Lawan mainnya akan datang hari ini, jadi akan lebih baik jika ia datang lebih cepat ke lokasi syuting. Saat hendak mengambil tasnya dan pergi, Xaverio tiba-tiba berlari ke sisinya, tangan kecilnya menarik-narik baju Win. Dengan bingung Win bertanya ada apa dengan Xaverio. Melihat win tidak mengerti, Xaverio tampak sedih dan sepertinya akan menangis, seolah-olah Win tidak menyukainya lagi.
Win menggaruk kepalanya dan berpikir lama, tapi masih tidak mengerti kesalahan apa yang mungkin dia lakukan. Akhirnya, dia hanya bisa meminta bantuan Bright.
Bright hanya melirik dan mengingatkannya bahwa Win lupa memberikan ciuman selamat tinggal pada Little Rio. Win menepuk jidatnya, dia lupa karena buru-buru hendak pergi.
Dia tidak ingat kapan semua itu dimulai, tapi mereka punya rutinitas kecil dimana dia akan mencium wajah Xaverio setiap hari sebelum berangkat, dan anak itu sangat menyukainya. Hari ini, karena buru-buru dia melupakan rutinitas tersebut. Win tidak pergi sampai setelah dia memeluk dan mencium Xaverio.
Xaverio melambaikan tangan kecilnya pada Win. Kemudian berbalik menghadap ayahnya, wajahnya menunjukkan kemarahan, as if saying, “Don't think that I’ll forgive you just because you helped me just now.”
Bright sengaja mengabaikan tatapan marah putranya, menyeruput kopinya dengan tenang. “Sorry, I don’t understand your expression. If you have something you want to tell me, buka mulutmu atau kau bisa menuliskannya.”
Xaverio semakin marah mendengar perkataan ayahnya. Bahkan dengan bantuan Win, dia hanya kadang-kadang menulis dan menggambar ekspresi atau simbol, tidak pernah menulis kalimat panjang, apalagi berbicara.
Pada akhirnya, dengan marah menulis satu kata pada tabletnya: “thief”.
Bright melirik kata itu, dan berpura-pura bingung. “What? Our house got broken into?”
Xaverio mengerucutkan bibirnya, menunduk dan dengan kasar, menulis beberapa kata dalam aksara Thai: “You stole Uncle Win last night!!!”
Seeing the string of words in a grammatically complete sentence, Bright was finally satisfied. Dia menurunkan koran di tangannya untuk menatap putranya, dan bertanya penuh arti, “Don’t you want Uncle Win to be my husband?”
“Mine!” Xaverio wrote on the tablet.
Bright menaikkan alisnya. “I regret to tell you that the both of you don’t match; you’re eighteen years younger than him, would you make him wait so many years for you to grow up?”
Xaverio menggambar telur busuk yang banyak. Melihat gambar telur yang tampak nyata itu, senyum tipis muncul di wajah Bright. “But I’m speaking the truth, aren’t I?”
Setelah mengatakan itu, dia berhenti sebentar, dan melanjutkan dengan nada yang sangat memperdayai. “But it’ll be different if he were my husband, because he would be your papi.”
Papi…..
Mendengar ini, Xaverio tertegun. Dia menundukkan kepalanya diam, struggle and hesitation all over his little face.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY
FanfictionSebuah plot jahat dari saudara laki-lakinya, memaksa Win harus pergi jauh dari Thailand dan meninggalkan rumahnya. Setelah lima tahun, Win kembali ke Bangkok, kota yang membuat dirinya menyimpan banyak luka. Namun, lima tahun tinggal di luar negeri...