Bab 7 : Perjuangan Terakhir dan keputusasaan

22 3 0
                                    


Xyon membawa Ivory ke sebuah ruangan rahasia di bawah istana. Ruangan itu dipenuhi dengan berbagai macam ramuan dan alat-alat medis kuno. Dengan terampil, ia mulai merawat luka Ivory. Setiap tetes darah yang keluar dari tubuh Ivory terasa seperti menusuk hatinya.

"Ivory, jangan tutup matamu," pinta Xyon, suaranya bergetar. "Aku akan menyelamatkanmu."

Ivory berusaha membuka matanya, namun rasa sakit yang menusuk membuatnya kembali memejamkan mata. "Xyon," lirihnya, "aku lelah."

Xyon menggelengkan kepala. "Tidak, kamu tidak boleh menyerah. Aku akan melakukan apapun untukmu."

Dengan kekuatan vampirnya, Xyon berusaha menghentikan pendarahan Ivory. Namun, lukanya terlalu dalam. Racun yang digunakan para pembunuh bayaran itu sangat mematikan. Setiap detik terasa seperti berabad-abad bagi Xyon.

"Aku tidak ingin kehilanganmu," ucap Xyon, air matanya mengalir deras.

"Kau adalah segalanya bagiku."
Ivory tersenyum lemah. "Aku tahu, Xyon. Aku juga mencintaimu."

Tiba-tiba, Ivory merasa tubuhnya menjadi semakin dingin. Nafasnya semakin lemah. "Xyon," gumamnya, "janjikan padaku..."

"Apapun yang kau inginkan, Ivory," potong Xyon cepat.

"Jaga dirimu," ucap Ivory, suaranya semakin samar. "Dan jangan pernah menyerah pada cinta kita."

Dengan perlahan, napas Ivory semakin melemah hingga akhirnya berhenti sama sekali. Xyon memeluk tubuh Ivory erat-erat, air matanya membasahi wajah pucat Ivory.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang