Bab 30 : Amarah tak terbendung

9 2 0
                                    

Dengan langkah berat, Xyon membawa tubuh Xienna yang berlumuran darah kembali ke dalam kastil. Jubah hitamnya yang mewah kini ternoda merah oleh darah yang terus mengalir dari luka di dada Xienna. Jejak darah menetes di sepanjang lantai marmer putih, menandai setiap langkah yang dia ambil.

Saat Xyon memasuki aula dansa yang masih dipenuhi beberapa tamu, suasana mendadak hening. Musik yang tadinya mengalun merdu terhenti seketika. Para tamu yang masih berdansa membeku di tempat, terkesiap melihat pemandangan mengerikan di hadapan mereka.

Xyon, sang Kaisar Kerajaan Sanguis Lunae, berjalan perlahan melewati kerumunan dengan membawa tubuh Xienna dalam gendongannya. Matanya yang biasanya berwarna merah delima kini berubah gelap, hampir hitam pekat. Aura kegelapan menguar dari tubuhnya, membuat udara di sekitar terasa berat dan mencekam.

Para bangsawan mundur perlahan, memberi jalan pada kaisar mereka. Tidak ada yang berani bersuara, bahkan untuk sekedar berbisik. Mereka bisa merasakan amarah yang memancar dari tubuh Xyon - amarah yang begitu pekat hingga membuat bulu kuduk mereka meremang.

"Yang Mulia..." salah seorang pelayan mencoba mendekati, namun langsung membeku saat Xyon menoleh padanya.

Tatapan Xyon kosong namun dipenuhi amarah yang tak terbendung. Matanya menyiratkan kehampaan yang mengerikan, seolah seluruh kehangatan telah tersedot dari jiwanya. Bibirnya yang biasanya tersenyum angkuh kini terkatup rapat, rahangnya mengeras menahan emosi.

"Siapa..." suara Xyon terdengar dingin, lebih dingin dari es. Suaranya bergema di aula yang sunyi, membuat semua yang hadir menahan napas. "Siapa yang berani melakukan ini padanya?"

Tidak ada yang menjawab. Semua tamu menundukkan kepala, takut bertemu mata dengan sang kaisar yang murka.

"Aku tidak akan mengampuni..." Xyon melanjutkan, suaranya bergetar oleh amarah yang tertahan. "Siapapun yang telah berani menyentuhnya... akan kubuat mereka merasakan penderitaan seribu kali lipat."

Aura kegelapan di sekitar Xyon semakin pekat, membuat beberapa vampir lemah jatuh berlutut karena tidak kuat menahan tekanannya. Bahkan para vampir darah murni pun merasakan getaran ketakutan melihat murka sang kaisar.

Xyon terus melangkah, membawa Xienna menuju kamar pribadi di menara utara kastil. Darah masih menetes dari tubuh Xienna, menciptakan jejak merah yang kontras dengan lantai putih kastil. Gaun putih Xienna yang indah kini sepenuhnya berubah merah, bagaikan mawar yang tenggelam dalam darahnya sendiri.

Sesampainya di kamar Xienna, Xyon membaringkan tubuh kekasihnya dengan hati-hati di atas ranjang berkanopi. Tangannya yang bergetar mengusap lembut wajah Xienna yang pucat pasi.

"Maafkan aku," bisiknya lirih, suaranya kini dipenuhi kesedihan yang mendalam. "Aku gagal melindungimu lagi..."

Xyon berlutut di samping ranjang, menggenggam tangan Xienna yang mulai mendingin. Air mata darah mengalir dari sudut matanya, jatuh ke atas tangan Xienna yang pucat.

"Aku bersumpah..." Xyon berbisik, suaranya kembali berubah dingin dan berbahaya. "Aku akan menemukan siapa yang melakukan ini padamu. Dan ketika aku menemukannya..." matanya berkilat penuh dendam, "...akan kubuat mereka menyesali telah dilahirkan ke dunia ini."

Bulan purnama mengintip dari jendela tinggi kamar itu, menyaksikan sumpah pembalasan yang terucap dalam keheningan malam. Di kamar yang kini dipenuhi aroma darah dan kesedihan, sang kaisar vampir merencanakan pembalasan dendam yang akan menggetarkan seluruh kerajaan Sanguis Lunae.

Malam itu menjadi awal dari sebuah kisah baru - kisah tentang cinta yang terrenggut dengan kejam, dan dendam yang akan membawa kehancuran bagi siapapun yang berani melukai sang permaisuri tercinta.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang