"Hmm... jadi begitu..." Xienna menggumam pelan, mengetuk-ngetukkan pensilnya ke buku matematika. Soal trigonometri di hadapannya terasa lebih mudah setelah dia menyantap sepotong kue pemberian Aaron.
Aroma mawar segar dari buket di meja masih mengisi ruangan, membuat suasana terasa damai. Xienna menyandarkan punggungnya ke sofa sambil mengunyah potongan terakhir kue red velvet.
"Sin alfa sama dengan..." dia menulis dengan tekun, sama sekali tidak menyadari pintu apartemen yang terbuka tanpa suara.
Aaron melangkah masuk dengan langkah seringan kucing. Senyum tipis tersembunyi di balik topeng putihnya saat melihat Xienna begitu fokus dengan pekerjaan rumahnya. Rambut gadis itu sedikit berantakan, dan ada sedikit krim yang menempel di sudut bibirnya.
Dengan gerakan halus, Aaron duduk di samping Xienna. Sofa berderit pelan, tapi Xienna terlalu tenggelam dalam perhitungannya untuk menyadari.
"Boo."
"KYAAA!" Xienna terlonjak, pensil dan bukunya terjatuh ke lantai. "A-Aaron! Sejak kapan kau—"
"Kejutan," Aaron terkekeh, mengulurkan tangan untuk mengusap krim di sudut bibir Xienna. "Sepertinya kue dariku enak?"
Wajah Xienna memerah. "Berhenti! Kau ini selalu saja mengagetkanku!"
"Habis kau serius sekali," Aaron mengambil buku matematika yang terjatuh. "Trigonometri? Ah, materi favoritku."
"Benarkah?" mata Xienna berbinar. "Ka-kalau begitu... bisa ajari aku?"
"Tentu saja," Aaron tersenyum di balik topengnya. "Tapi sebelum itu..."
Dia mengeluarkan sebuah kotak beludru dari saku jasnya.
"A-apa itu?"
"Buka saja."
Dengan tangan gemetar, Xienna membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat sebuah kalung platinum dengan liontin berbentuk snowflake yang bertahtakan berlian.
"I-ini..."
"Wintergale artinya badai salju," Aaron mengambil kalung itu dan mengalungkannya ke leher Xienna. "Dan kau, sayangku, adalah kepingan salju terindah yang pernah kumiliki."
"Aaron..." Xienna menyentuh liontin itu dengan mata berkaca-kaca.
"Ssh, jangan menangis," Aaron mengusap pipi Xienna. "Masih ada satu kejutan lagi."
"Eh? Ma-masih ada?"
Aaron mengeluarkan dua tiket dari saku jasnya yang lain.
"Winter Concert di Royal Opera House?" Xienna membaca tiket itu dengan takjub. "Tapi... bukannya tiketnya sudah sold out sejak bulan lalu?"
"Tidak ada yang tidak mungkin untuk Wintergale," Aaron tersenyum misterius. "Lagipula... bukankah kau sangat menyukai musik klasik?"
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku tahu semua tentangmu, sayang." Aaron mengacak rambut Xienna dengan lembut. "Termasuk kebiasaanmu mendengarkan Chopin saat belajar."
Xienna tertegun. Selama ini dia pikir Aaron hanya tertarik padanya karena obsesi semata. Tapi ternyata...
"Nah, sekarang," Aaron mengambil pensil Xienna. "Bagaimana kalau kita selesaikan PR ini dulu? Konser dimulai jam 7 malam."
"Um!" Xienna mengangguk semangat. "Tapi... Aaron?"
"Hmm?"
"Terimakasih..." Xienna berbisik pelan. "Untuk semuanya."
Aaron terdiam sejenak, sebelum menarik Xienna ke dalam pelukannya.
"Gadis konyol," dia berbisik di telinga Xienna. "Kau tidak perlu berterima kasih. Setidaknya ini yang bisa kulakukan untuk istriku tercinta."
Dan untuk pertama kalinya, Xienna tidak protes saat Aaron menyebutnya 'istri'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...