Siang itu, Xienna memutuskan untuk mencari udara segar di taman istana. Saat melangkah di antara pepohonan rindang, ia melihat seorang dayang yang sedang menyiram bunga. Mencoba untuk bersikap ramah, Xienna mendekat dengan senyum tipis.
"Selamat siang..." sapanya lembut.
Namun dayang itu, begitu menyadari kehadiran Xienna, langsung meletakkan penyiram tanaman dengan tergesa dan bergegas pergi tanpa sepatah kata pun. Xienna menghela napas berat, sudah terbiasa dengan perlakuan seperti ini.
Kakinya melangkah menuju rumah kaca - tempat yang selalu memberinya ketenangan aneh sejak pertama kali ia menemukannya. Namun hari ini berbeda. Di dalam rumah kaca yang biasanya sepi, ia melihat sekelompok dayang yang dulu mencemoohnya - mereka yang membuatnya ingin mengakhiri hidup beberapa hari lalu.
Xienna mencoba berjalan melewati mereka dengan kepala tertunduk, berharap tidak menarik perhatian. Namun suara tawa mengejek yang familiar menghentikan langkahnya.
"Oh, lihat siapa yang datang," suara dayang berambut merah itu memecah keheningan. "Si pengganggu yang membuat Yang Mulia Xyon kehilangan kewarasannya."
"Hentikan..." salah satu dayang berbisik khawatir. "Yang Mulia sudah memperingatkan kita untuk tidak..."
"Memperingatkan apa?" potong si rambut merah dengan nada mencemooh. "Takut pada manusia lemah ini? Lihat dia! Bahkan berdiri pun sepertinya susah!"
Xienna tetap diam, tangannya gemetar mencengkeram ujung gaunnya. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya.
"Kau tahu?" lanjut dayang itu, berjalan mendekat ke arah Xienna. "Yang Mulia Xyon sangat membencimu. Dia bahkan tidak ingin melihat wajahmu! Kau pikir kenapa dia selalu menghindarimu?"
"Hentikan!" dayang lain mencoba menarik lengan si rambut merah. "Kau tidak tahu apa yang kau bicarakan!"
"Oh, aku sangat tahu," tawanya semakin keras. "Lebih baik kau mati saja! Bunuh diri seperti yang kau rencanakan tempo hari. Setidaknya kematianmu akan membuat Yang Mulia..."
CRASH!
Suara itu begitu cepat, begitu tiba-tiba. Kabut merah pekat memenuhi rumah kaca, dan dalam sekejap, tubuh dayang berambut merah itu terlempar ke udara. Xyon berdiri di sana, matanya menyala merah membara, tangan kanannya menembus dada si dayang.
"X-Xyon..." Xienna tergagap, shock melihat pemandangan di hadapannya.
Xyon mencabut tangannya dengan kasar, membiarkan tubuh tak bernyawa itu jatuh ke lantai. Darah menggenang di sekitar mayat sang dayang, kontras dengan lantai marmer putih rumah kaca.
"Lihat..." suara Xyon terdengar dingin dan berbahaya. "Ini yang akan terjadi jika kalian berani melanggar perintahku."
Para dayang lain jatuh berlutut, tubuh mereka gemetar ketakutan. Aura Xyon begitu mencekam, bahkan udara terasa berat oleh kemarahannya.
"Aku sudah memperingatkan kalian," lanjutnya, matanya masih menyala merah. "Tidak ada yang boleh menyakiti Xienna. TIDAK ADA!"
Suaranya menggelegar, membuat kaca-kaca rumah kaca bergetar. Xienna sendiri terpaku di tempatnya, antara ketakutan dan... terpesona. Ini pertama kalinya ia melihat Xyon begitu marah, begitu... protektif terhadapnya.
"Bersihkan kekacauan ini," perintah Xyon pada para dayang yang masih gemetar. "Dan ingat baik-baik apa yang terjadi hari ini."
Kemudian, dengan gerakan lembut yang kontras dengan kekejamannya beberapa saat lalu, Xyon meraih tangan Xienna. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya, suaranya melembut saat berbicara dengan Xienna.
Xienna hanya bisa mengangguk lemah, masih terlalu shock untuk berkata-kata. Xyon menuntunnya keluar dari rumah kaca, meninggalkan para dayang yang masih gemetar ketakutan di belakang mereka.
"Mulai sekarang," bisik Xyon saat mereka berjalan menjauh, "tidak akan kubiarkan siapapun menyakitimu lagi. Tidak seorang pun."
Xienna merasakan kehangatan aneh menjalar di dadanya. Meski cara Xyon melindunginya terkesan kejam, namun entah mengapa... ia merasa aman. Seolah inilah tempat yang seharusnya - di samping sang kaisar vampir yang ditakuti semua orang, namun begitu lembut padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...