Bab 174 : Makan Malam Manis

3 0 0
                                    

Malam itu, Le Blanc Restaurant tampak berkilau dengan lampu-lampu kristalnya. Di sudut VIP yang privat, Xienna duduk berhadapan dengan Aaron. Aroma steak dan wine mahal menguar di udara.

Xienna menatap kosong ke arah piringnya, pikirannya masih melayang pada kejadian sore tadi. Wajahnya kembali merona mengingat bagaimana Aaron nyaris...

"Uhm..." dia bergumam tanpa sadar. "Yang tadi itu..."

"Hmm?" Aaron menyeringai di balik topengnya. "Masih memikirkan ciuman kita?"

"Ki-kita tidak berciuman!" Xienna memprotes pelan, wajahnya semakin merah.

"Ah, benar," Aaron mengangguk. "Kau keburu mendorongku. Padahal..." dia mencondongkan tubuhnya. "Aku yakin teman-temanmu akan sangat senang melihatnya."

"A-aaron!"

Tanpa peringatan, Aaron mengambil sepotong daging dari piringnya dan mengarahkannya ke bibir Xienna yang setengah terbuka.

"Buka mulutmu, Sayang."

Xienna yang masih tenggelam dalam lamunannya refleks menurut. Rasa lembut daging premium menyentuh lidahnya.

"Gadis Baik," Aaron berbisik seduktif. "Kau selalu patuh padaku, kan?"

Xienna tersedak menyadari apa yang baru saja terjadi. "Ka-kau..."

"Manis sekali," Aaron mengusap sudut bibir Xienna dengan ibu jarinya. "Wajah meronamu itu... membuatku ingin memakanmu."

"He-hentikan..." Xienna menutupi wajahnya yang memanas.

Aaron tertawa kecil, menikmati reaksi Xienna. Dia mencondongkan tubuhnya, berbisik tepat di telinga gadis itu.

"Dengar, dear," suaranya rendah dan possessive. "Kau hanya boleh seperti ini denganku. Jangan dekat-dekat dengan pria lain..."

Jantung Xienna berdegup kencang mendengar nada mengancam dalam suara Aaron.

"Terutama..." Aaron melanjutkan. "Pierce itu."

"Na-nathan?" Xienna tergagap. "Aku tidak..."

"Sssh," Aaron menempelkan jari telunjuknya ke bibir Xienna. "Kau milikku, ingat? Hanya. Milikku."

Xienna mengangguk lemah, tenggelam dalam pesona suara dan sentuhan Aaron yang memabukkan.

Keesokan paginya...

"XIENNA!"

Xienna nyaris terjungkal saat Kathy dan teman-temannya mengerubunginya di loker.

"Ya ampun, ceritakan semuanya!"
"Apa yang terjadi setelah itu?"
"Kalian pergi ke mana?"
"Dia menciummu tidak?"

"Tu-tunggu..." Xienna mencoba menenangkan teman-temannya yang histeris.

"Lihat!" Emily menunjuk leher Xienna. "Ada bekas lipstick!"

"Apa?!" Xienna panik, meraba lehernya.

"Bagus!" Kathy tertawa. "Tapi reaksimu itu... pasti terjadi sesuatu ya semalam?"

Wajah Xienna langsung memerah mengingat makan malam mereka.

"KYAA! LIHAT WAJAHNYA!"
"Pasti romantis sekali!"
"Ayo ceritakan!"

"Ti-tidak ada apa-apa!" Xienna mencoba kabur, tapi teman-temannya menghalangi jalan.

"Ayolah..." Kathy memohon dengan puppy eyes. "Sedikit saja..."

"A-aku..." Xienna tergagap. "Ka-kami hanya makan malam..."

"Dan?" Lisa mendesak tidak sabar.

"Di-dia..." Xienna berbisik sangat pelan. "Menyuapiku..."

"KYAAAAAAAA!"

Jeritan histeris langsung memenuhi koridor. Para siswa lain menoleh penasaran.

"Astaga, romantis sekali!"
"Lalu? Lalu?"
"Apa dia menciummu?"
"Atau melamarmu?"

"Ti-tidak!" Xienna menggeleng panik. "Sudah, aku mau ke kelas!"

Tapi sebelum dia bisa kabur, ponselnya berdering. Pesan dari Aaron:

"Morning, dear. Tidur nyenyak semalam? Aku masih ingat wajah merahmu saat kusuapi... sangat menggemaskan."

"KYAAAAA! DARI SUAMIMU YA?"
"Lihat wajahnya merah lagi!"
"Apa isinya? Apa isinya?"

Aaron mengirimi pesan lagi kepada xienna:

"Good morning, Istriku Sayang. Jangan lupa makan bekalmu. Dan... jangan ceritakan pada mereka soal 'privat dinner' kita semalam 😉"

"KYAAAAA!" teman-temannya yang mengintip pesan itu langsung histeris.

"'Istriku Sayang'!"
"Dia sangat romantis!"
"Dan possesive!"
"Astaga, aku iri!"

Di sudut kelas, Nathan mengepalkan tangannya geram. Dia bisa melihat bagaimana Aaron memanipulasi situasi, membuat semua orang mendukung hubungan mereka yang jelas tidak sehat.

'Tunggu saja, Wintergale,' Nathan membatin marah. 'Aku akan membongkar semua kebusukanmu.'

Tapi untuk saat ini, yang bisa dia lakukan hanya menatap nanar Xienna yang tenggelam dalam kerumunan teman-temannya, wajahnya merona merah mengingat makan malam romantis dengan pria bertopeng yang telah menjeratnya begitu dalam.

Di kantornya, Aaron tersenyum puas membayangkan reaksi Xienna membaca pesannya. Boneka kecilnya semakin jatuh dalam pesonanya, tepat seperti yang dia rencanakan.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang