Bab 135 : Rahasia Sang Ayah

1 0 0
                                    

Aula pengobatan istana dipenuhi tabib dan penyihir terbaik kerajaan. Tubuh Xyon terbaring di altar kristal, sementara berbagai mantra penyembuhan dan ramuan kuno dicoba untuk menyelamatkannya.

"Crimson Curse," salah satu tabib tertua menggeleng. "Segel terlarang yang memakan jiwa penggunanya. Bagaimana Yang Mulia bisa mempelajarinya?"

Luna, yang tak pernah meninggalkan sisi altar, tiba-tiba merasakan resonansi dari kalung kristal Axel. Tangannya tanpa sadar menyentuh kristal itu, dan seketika, gambaran masa lalu membanjiri pikirannya.

"Axel," panggilnya lembut. "Aku... aku bisa melihatnya. Kenangan ayahmu..."

Flashback : Sepuluh tahun Lalu-
Xyon terbaring di ranjang rahasianya, tapi tidak tidur. Setiap malam, ia membaca gulungan-gulungan kuno tentang Crimson Curse. Tubuhnya melemah bukan hanya karena rindu pada Xienna, tapi karena latihan rahasia ini menguras energi kehidupannya.

"Maafkan aku, Axel," bisiknya pada keheningan. "Tapi ayah harus melakukan ini. Shadowmere semakin kuat... dan mereka mengincar sesuatu yang lebih berbahaya dari tahta kerajaan."

"Ayahmu," Luna menjelaskan, air mata mengalir di pipinya, "dia tahu tentang ramalan kuno. Tentang penyatuan darah penyihir dan vampir murni yang bisa membangkitkan kekuatan terbesar."

Axel menggenggam tangan Luna erat. "Itu sebabnya dia menyembunyikan diri? Untuk melindungi kita?"

Tiba-tiba, Lily yang sejak tadi diam angkat bicara. "Kakak, aku tahu cara menyelamatkannya."

Semua mata tertuju pada gadis muda itu. Luna menggeleng, "Lily, kau masih terlalu lemah..."

"Dengarkan aku," Lily bersikeras. "Selama di tawanan, aku menemukan gulungan kuno di perpustakaan Shadowmere. Ada cara untuk membalikkan efek Crimson Curse, tapi..."

"Kita membutuhkan tiga elemen," Lily menjelaskan. "Darah vampir murni dari putranya, sihir penyembuh dari keturunan penyihir yang sama dengan istrinya, dan... cinta sejati."

Luna dan Axel bertukar pandang. Tanpa kata-kata, mereka tahu apa yang harus dilakukan.

"Ritual ini," Lily melanjutkan, "akan mengambil sebagian energi kehidupan dari mereka yang melakukannya. Kalian yakin?"

"Untuk ayah," Axel mengangguk.

"Untuk masa depan kita," Luna menggenggam tangan Axel.

Di bawah sinar bulan purnama, ritual dimulai. Axel meneteskan darahnya ke dada ayahnya, sementara Luna mengalirkan sihir penyembuhnya. Lily memimpin mantra kuno, suaranya lembut tapi kuat.

*"Dengan darah yang mengalir
Dengan sihir yang menyembuhkan
Dengan cinta yang abadi
Kami memanggilmu kembali..."*

Cahaya merah dan violet berpadu di udara, membentuk spiral yang mengelilingi tubuh Xyon. Perlahan, urat-urat merah di kulitnya memudar, warna mulai kembali ke wajahnya.

Axel dan Luna merasakan energi mereka terkuras, tapi mereka bertahan. Tangan mereka tetap bertaut, cinta mereka menjadi katalis yang memperkuat ritual.

Mata Xyon perlahan terbuka. Bukan lagi merah gelap seperti saat menggunakan Crimson Curse, tapi merah ruby yang hangat seperti dulu.

"Ayah!" Axel memeluk Xyon erat, air mata bahagia mengalir.

"Maafkan ayah," Xyon tersenyum lemah. "Ayah hampir meninggalkanmu lagi..."

Luna dan Lily bergabung dalam pelukan itu, air mata mereka bercampur dengan tawa lega.

"Jadi," Xyon melirik tangan Axel dan Luna yang masih bertaut, "sepertinya ayah tidak perlu khawatir lagi tentang masalah pewaris tahta?"

Axel dan Luna tersipu, tapi tidak melepaskan genggaman tangan mereka.

"Yang Mulia," Luna membungkuk pada Xyon, "saya..."

"Panggil aku ayah," Xyon tersenyum hangat. "Kau telah membuktikan dirimu lebih dari layak untuk menjadi bagian dari keluarga ini."

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang