Di kamar barunya yang luas, Xyon duduk di kursi dekat jendela, memandang matahari terbit yang tak lagi menyakiti mata vampirnya - salah satu hasil penelitian Axel selama sepuluh tahun kepemimpinannya.
"Jadi," Xyon tersenyum hangat, "para tetua masih menggunakan taktik lama mereka?"
Axel menghela napas, duduk di hadapan ayahnya. "Mereka tidak mengerti. Aku tidak bisa menikah hanya demi politik seperti raja-raja sebelum kita."
"Seperti yang seharusnya kulakukan dulu," Xyon mengangguk. "Sebelum bertemu ibumu."
"Ceritakan lagi," Axel meminta, seperti anak kecil yang merindukan dongeng pengantar tidur. "Bagaimana ayah bisa menolak perjodohan politik dan memilih ibu?"
Xyon tersenyum, matanya menerawang ke masa lalu. "Para tetua waktu itu hampir gila. Mereka membawakan putri-putri vampir dari berbagai kerajaan. Tapi kemudian..."
"Kemudian ayah bertemu ibu di hutan terlarang," Axel melanjutkan cerita yang sudah ia hafal. "Seorang manusia berdarah penyihir yang memilih hidup menyendiri."
Ketukan di pintu menginterupsi cerita mereka. Raven masuk dengan wajah serius.
"Yang Mulia," ia membungkuk pada keduanya, "berita tentang kembalinya Raja Xyon telah menyebar. Para bangsawan dari seluruh kerajaan sedang dalam perjalanan ke istana."
"Secepat itu?" Axel mengerutkan kening.
"Dan," Raven melanjutkan dengan hati-hati, "mereka membawa putri-putri mereka."
Aula istana mulai dipenuhi para bangsawan yang penasaran. Bisik-bisik dan spekulasi memenuhi udara. Beberapa optimis ini adalah pertanda baik, yang lain khawatir akan perpecahan kekuasaan.
"Mereka pikir dengan kembalinya aku, kau akan lebih mudah dibujuk untuk menikah," Xyon menggelengkan kepala, geli dengan pemikiran para bangsawan.
Siang itu, Axel dan Xyon berdiri bersama di balkon utama istana. Rakyat memenuhi alun-alun, mata mereka berkaca-kaca melihat raja yang mereka kira telah tiada.
"Rakyatku," suara Axel menggelegar, "hari ini adalah hari bersejarah. Ayahku, Raja Xyon, telah kembali setelah masa pemulihan panjang."
Sorakan membahana memenuhi udara. Xyon melangkah maju, masih lemah tapi berwibawa.
"Tapi jangan salah paham," Xyon tersenyum, "putraku tetap pemimpin kalian. Aku hanya akan menjadi penasehatnya, seperti yang seharusnya."
Di tengah kerumunan, seorang wanita muda berambut perak menarik perhatian Axel. Matanya yang violet - sangat jarang di antara vampir - mengingatkannya pada sesuatu.
"Itu..." Xyon terkesiap, "dia mirip sekali dengan ibumu waktu muda."
Wanita itu tidak berpakaian seperti bangsawan yang lain. Jubahnya sederhana, tapi ada aura magis yang kuat di sekelilingnya.
"Luna," Raven berbisik, "putri terakhir dari klan manusia berdarah penyihir yang tersisa. Klan yang sama dengan mendiang Ratu Xienna."
Axel tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Luna. Ada sesuatu yang familiar, seolah ia telah mengenalnya sejak lama.
"Terkadang," Xyon menyentuh bahu putranya, "takdir memiliki cara yang lucu untuk berputar. Aku bertemu ibumu saat usiaku sama denganmu sekarang."
"Ayah," Axel berbisik, "apa menurutmu..."
"Temui dia," Xyon mendorong lembut putranya. "Bukan sebagai Kaisar yang mencari pendamping, tapi sebagai Axel yang mencari cinta sejati."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...