Bab 72 : Momen Penuh Godaan

15 0 0
                                    

Xienna melangkah keluar dari kamar mandi dengan hati-hati, handuk tebal membungkus tubuhnya erat-erat. Uap hangat masih mengikutinya, membuat kulitnya yang lembab berkilau lembut di bawah cahaya temaram kamar. Rambutnya yang basah jatuh lembut di bahunya, meneteskan air ke lantai marmer yang dingin.

Begitu kakinya melangkah keluar, matanya langsung bertemu dengan sosok Xyon yang berdiri tak jauh darinya. Kaisar vampir itu bersandar santai di dinding, lengannya terlipat di dada, dan senyum memikat tersungging di bibirnya. Mata merahnya berkilat penuh arti, membuat jantung Xienna berdebar kencang.

"Ah, akhirnya kau keluar juga, sayang," Xyon berkata dengan suara rendah yang membuat bulu kuduk Xienna meremang. "Aku mulai khawatir kau tenggelam di dalam sana."

Xienna menelan ludah dengan susah payah, berusaha menenangkan detak jantungnya yang menggila. Ia ingin membalas perkataan Xyon, namun suaranya seolah tertahan di tenggorokan. Alih-alih berbicara, ia hanya bisa mengangguk pelan, matanya masih terpaku pada sosok Xyon yang begitu menawan di hadapannya.

Xyon melangkah mendekat, gerakan tubuhnya yang anggun dan penuh percaya diri membuat Xienna semakin gugup. Ia berhenti tepat di hadapan gadis itu, jemarinya yang dingin menyentuh lembut dagu Xienna, mengangkatnya perlahan hingga mata mereka bertemu.

"Kau terlihat sangat... menggoda dengan handuk itu, Xienna," bisik Xyon, napasnya yang sejuk menyapu wajah Xienna. "Tapi kurasa kau akan terlihat jauh lebih cantik dengan pakaian yang tepat."

Wajah Xienna seketika memanas, rona merah menjalar hingga ke telinganya. Ia bisa merasakan tatapan Xyon yang intens menelusuri setiap lekuk tubuhnya yang masih terbungkus handuk.

"Bagaimana kalau aku membantumu berpakaian?" Xyon menawarkan, senyum nakal tersungging di bibirnya.

Mata Xienna melebar, jantungnya seolah berhenti berdetak untuk sesaat. Bayangan Xyon memakaikan pakaian padanya, melihat bagian-bagian tubuhnya yang paling privat, membuat kepalanya pusing. Ia menggeleng cepat, tangannya bergerak-gerak panik mengisyaratkan penolakan.

Xyon terkekeh pelan melihat reaksi Xienna. "Ayolah, sayang. Tidak perlu malu. Bukankah kita sudah cukup dekat untuk hal seperti ini?"

Xienna masih tak bisa menemukan suaranya. Ia hanya bisa menggeleng lebih kuat, tangannya mencengkeram erat handuk yang membungkus tubuhnya.

Namun Xyon tak menyerah begitu saja. Ia melangkah maju, mengeliminasi jarak di antara mereka hingga Xienna bisa merasakan hangatnya tubuh Xyon. "Xienna," bisiknya lembut, jemarinya menyusuri lengan Xienna yang telanjang. "Aku hanya ingin membantumu. Lagipula, bukankah kau masih lelah setelah pingsan tadi?"

Sentuhan Xyon mengirimkan gelenyar aneh ke seluruh tubuh Xienna. Ia menggigit bibirnya, ragu. Di satu sisi, ia sangat malu dan gugup membayangkan Xyon melihat tubuhnya. Namun di sisi lain, ada sebersit rasa penasaran dan... gairah? yang mulai tumbuh di dalam dirinya.

Xienna mencoba menggeleng lagi, tapi gerakannya kali ini lebih lemah, seolah keraguan mulai menggerogoti tekadnya.

Xyon, merasakan pertahanan Xienna yang mulai goyah, semakin gencar membujuk. "Aku berjanji akan sangat hati-hati," bisiknya, bibirnya nyaris menyentuh telinga Xienna. "Dan jika kau merasa tidak nyaman, kita bisa berhenti kapan saja."

Xienna menatap mata Xyon, mencari-cari tanda kejahilan atau niat buruk di sana. Namun yang ia temukan hanyalah kelembutan dan kasih sayang yang tulus, bercampur dengan sedikit gairah yang terkendali.

Perlahan, sangat perlahan, Xienna mengangguk. Gerakan itu begitu samar hingga nyaris tak terlihat, tapi cukup bagi Xyon untuk menangkapnya.

Senyum lebar menghiasi wajah Xyon. "Terima kasih sudah mempercayaiku, sayang," ujarnya lembut.

Dengan hati-hati, Xyon menuntun Xienna ke sisi tempat tidur. Ia membuka lemari pakaian, memilih gaun tidur sutra berwarna merah marun yang indah. "Kurasa ini akan sangat cocok untukmu," ujarnya sambil menunjukkan gaun tersebut pada Xienna.

Xienna hanya bisa mengangguk, masih terlalu malu untuk berkata-kata. Xyon berdiri di hadapannya, tangannya terulur ke arah handuk yang masih membungkus tubuh Xienna.

"Boleh aku?" tanyanya lembut, meminta izin.

Xienna menelan ludah, kemudian mengangguk pelan. Dengan gerakan yang sangat perlahan dan lembut, Xyon mulai membuka handuk tersebut. Xienna refleks menutup matanya erat-erat, jantungnya berdegup kencang hingga ia yakin Xyon bisa mendengarnya.

Udara dingin menyapa kulitnya yang telanjang, membuat bulu kuduknya meremang. Ia bisa merasakan tatapan Xyon yang intens menelusuri tubuhnya, membuatnya semakin gugup dan... entah mengapa, sedikit bergairah?

"Kau sangat indah, Xienna," Xyon berbisik, suaranya penuh kekaguman. "Seperti karya seni yang paling sempurna."

Pujian itu membuat wajah Xienna semakin memanas. Ia memberanikan diri membuka mata, hanya untuk mendapati Xyon menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan - campuran antara kagum, sayang, dan... hasrat?

Dengan gerakan yang sangat lembut dan penuh kehati-hatian, Xyon mulai memakaikan gaun tidur itu pada Xienna. Jemarinya yang dingin sesekali menyentuh kulit Xienna, menciptakan sensasi menggelitik yang membuat gadis itu menahan napas.

Setiap sentuhan Xyon seolah meninggalkan jejak api di kulit Xienna. Ia bisa merasakan jantungnya berdebar semakin kencang, napasnya mulai tidak beraturan. Xienna tak pernah merasa seintim ini dengan siapapun sebelumnya, dan meski ia masih malu, ada bagian dari dirinya yang mulai menikmati momen ini.

Setelah gaun terpasang sempurna, Xyon melangkah mundur untuk mengagumi hasil karyanya. Gaun merah marun itu membalut tubuh Xienna dengan sempurna, menegaskan lekuk tubuhnya yang indah.

"Sempurna," Xyon bergumam, matanya tak lepas dari Xienna. "Kau benar-benar cantik, sayang."

Xienna akhirnya memberanikan diri menatap langsung ke mata Xyon. Untuk pertama kalinya sejak keluar dari kamar mandi, ia berusaha mengeluarkan suaranya. "Te-terima kasih," bisiknya pelan, suaranya sedikit bergetar. "Dan... terima kasih sudah membantuku."

Xyon tersenyum lembut, kemudian mengulurkan tangannya untuk membelai pipi Xienna. "Aku akan selalu ada untukmu, Xienna. Dalam segala hal."

Mereka berdiri seperti itu untuk beberapa saat, tenggelam dalam tatapan masing-masing. Ada sesuatu yang berubah di antara mereka malam itu - sebuah ikatan baru yang lebih dalam, lebih intim.

Akhirnya, Xyon memecah keheningan. "Sebaiknya kau istirahat sekarang. Hari ini pasti melelahkan untukmu."

Xienna mengangguk, tiba-tiba merasa sangat lelah. Namun ada bagian dari dirinya yang tidak ingin momen ini berakhir. Dengan keberanian yang entah datang dari mana, ia meraih tangan Xyon saat pria itu hendak berbalik.

"Xyon," panggilnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.

Xyon berhenti, menoleh dengan alis terangkat. "Ya, sayang?"

Xienna menelan ludah, mengumpulkan keberanian, mengisyaratkan dengan tangannya. "Maukah kau... tinggal di sini malam ini? Bersamaku?"

Mata Xyon melebar sesaat, terkejut dengan permintaan itu. Namun segera, senyum lembut menghiasi wajahnya. "Tentu saja, Xienna. Aku akan selalu ada untukmu."

Dengan itu, Xyon naik ke tempat tidur, berbaring di samping Xienna. Ia melingkarkan lengannya di pinggang gadis itu, menariknya mendekat hingga punggung Xienna menempel di dadanya.

"Selamat malam, Xienna," bisik Xyon lembut di telinga Xienna.

"Selamat malam, Xyon," balas Xienna, tersenyum dalam pelukannya.

Malam itu, mereka tertidur dalam pelukan satu sama lain, ikatan di antara mereka semakin kuat dari sebelumnya. Xienna mungkin masih belum terbiasa dengan godaan-godaan Xyon, tapi ia mulai menyadari bahwa ia menikmati setiap momennya. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari nanti, ia akan bisa membalas godaan-godaan itu dengan caranya sendiri.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang