Phoenix itu menatap Xyon dengan mata berkaca-kaca. "Ah, kisah itu... Pertemuan pertama kalian yang takkan pernah kulupakan."
"Ceritakan padaku," pinta Axel, suaranya lembut namun menuntut. "Ceritakan bagaimana ayah dan ibu pertama kali bertemu."
Phoenix mengambil posisi nyaman di dekat jendela, sementara Xyon duduk di kursi kebesarannya dengan tatapan menerawang. "Itu adalah kisah yang dimulai di tepi hutan, di musim semi yang hangat..."
"Ayahmu waktu itu," Phoenix memulai, "hanyalah seorang pangeran muda yang kesepian. Setiap sore, ia akan duduk di tepi hutan, mengamati anak-anak manusia bermain dari kejauhan. Kabut perak selalu mengelilinginya - tanda kekuatan vampir murni yang belum terkendali."
"Aku ingat hari itu seperti baru kemarin," Xyon menimpali, matanya terpejam mengenang. "Semua anak menjauhiku, takut pada mata merahku dan aura vampir yang kupancarkan. Tapi tidak dengan ibumu..."
Phoenix tersenyum lembut. "Ivory - reinkarnasi pertama Xienna - adalah gadis kecil yang istimewa. Di antara semua anak yang ketakutan, dia justru mendekati ayahmu dengan senyum hangat."
"'Kamu tidak apa-apa?'" Xyon menirukan suara kecil Ivory. "Itu kata-kata pertamanya padaku. Tangannya terulur tanpa rasa takut, seolah aku bukanlah monster yang selama ini ditakuti semua orang."
"Tentu saja ayahmu menepis tangan itu," Phoenix terkekeh. "Dia berlari ke dalam hutan, mencari tempat persembunyiannya. Tapi ibumu... ah, dia gadis yang keras kepala."
Xyon tersenyum tipis. "Ivory mengejarku. Bahkan setelah aku membentak dan mengusirnya, dia tetap kembali keesokan harinya. Dan keesokannya lagi. Dan lagi."
"Hari demi hari," Phoenix melanjutkan, "tembok es di hati ayahmu mulai mencair. Ivory membawanya ke taman mawar merah - tempat yang kemudian menjadi favorit mereka berdua."
"Empat tahun," Xyon berkata pelan. "Empat tahun persahabatan yang mengubah hidupku. Tapi kemudian... takdir memisahkan kami."
Phoenix mengangguk sedih. "Kakekmu, Raja Xavier, mengetahui tentang persahabatan ini. Dia sendiri pernah mencintai manusia - nenekmu - dan kehilangan dia terlalu cepat. Dia tidak ingin putranya mengalami kepedihan yang sama."
"Jadi aku pergi," Xyon melanjutkan, matanya menyiratkan kepedihan lama. "Meninggalkan Ivory tanpa kata perpisahan. Membiarkan dia menunggu di taman mawar, hari demi hari, sampai akhirnya..."
"Sampai akhirnya," Phoenix melanjutkan dengan suara lembut, "takdir mempertemukan mereka kembali. Dua puluh tahun kemudian, di sebuah pesta kerajaan yang megah."
Xyon tersenyum getir. "Aku sudah menjadi Kaisar Vampir saat itu. Dingin, kejam, ditakuti semua orang. Tapi kemudian..." ia menghela napas, "aku melihatnya."
"Ivory," Axel berbisik, nama ibunya terasa asing di lidahnya.
"Ya, Ivory,". Ia mengenakan gaun merah marun malam itu, rambutnya yang keemasan berkilau ditimpa cahaya lilin. Tapi yang membuat ayahmu membeku adalah..."
"Senyumnya," Xyon memotong, matanya berkaca-kaca. "Senyum yang sama. Ketulusan yang sama. Meski dia tidak bertemu dengan Ivory setelah 20 tahun, matanya... matanya masih menyimpan kehangatan yang sama seperti dulu."
"Yang lucu adalah," Phoenix terkekeh, "ibumu sama sekali tidak mengingat kehidupannya saat bersama dengan xyon."
"Apa maksudmu?" tanya Axel penasaran.
"Aku tidak peduli dia tidak mengingatku," Xyon tersenyum kecil. "Yang penting adalah... dia kembali padaku."
"Oh ya," Phoenix tertawa, "bagian ini adalah favoritku. Bagaimana Yang Mulia Kaisar Vampir yang terhormat... menculik seorang lady dari pesta kerajaan!"
Axel mengangkat alis, menatap ayahnya tak percaya.
"Aku tidak menculiknya," Xyon membela diri, tapi senyum kecil bermain di bibirnya. "Aku hanya... membawanya ke tempat yang lebih privat."
"Ya, tempat yang sangat privat," Phoenix menyindir. "Taman mawar merah tempat kalian bertemu dulu. Dan kau bahkan tidak meminta izin orangtuanya!"
"Tapi Ivory tidak keberatan," Xyon tersenyum mengingat malam itu. "Dia justru tertawa tanpa suara saat aku membawanya terbang ke taman. Seolah... seolah dia memang sudah menungguku untuk membawanya pergi."
"Dan sejak malam itu," Phoenix melanjutkan, menatap Axel, "kedua orangtuamu tidak terpisahkan. Ibumu mungkin tidak bisa berbicara, tapi cintanya... cintanya berbicara lebih keras dari kata-kata."
"Bahkan para tetua kerajaan yang awalnya menentang," Xyon menambahkan, "akhirnya menyerah melihat bagaimana Xienna mengubahku. Dari Kaisar yang ditakuti... menjadi pemimpin yang lebih bijaksana."
Phoenix terbang mendekat ke Axel. "Dan kau, Pangeran Muda, adalah bukti cinta mereka yang mengalahkan takdir. Dalam dirimu mengalir darah vampir ayahmu dan kehangatan jiwa ibumu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...