Bab 71 : Mandi Bareng

8 0 0
                                    

Xienna perlahan membuka matanya, kesadarannya kembali setelah pingsan karena godaan Xyon sebelumnya. Ia mengerjap beberapa kali, mencoba memfokuskan pandangannya. Saat itulah ia menyadari bahwa dirinya sudah berada di dalam kamar mandi.

Uap hangat mengepul di sekitarnya, membuat cermin dan dinding kamar mandi berembun. Aroma sabun lavender yang lembut memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang menenangkan. Xienna mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari sosok Xyon, namun tak menemukannya di manapun.

"Xyon?" bisiknya pelan, suaranya sedikit serak. Tak ada jawaban.

Xienna menghela napas lega, berpikir bahwa mungkin Xyon hanya bercanda tadi dan memutuskan untuk membiarkannya mandi sendiri. Ia bangkit perlahan, merasakan dinginnya lantai marmer di bawah kakinya. Dengan hati-hati, ia melangkah menuju bak mandi yang sudah terisi air hangat.

Setelah berendam beberapa saat, Xienna mulai merasa lebih rileks. Ia membasuh tubuhnya perlahan, menikmati sensasi air hangat dan busa sabun yang lembut di kulitnya. Pikirannya mulai mengembara, mengingat kembali godaan Xyon dan bagaimana ia bisa sampai pingsan karenanya. Wajahnya kembali memerah.

"Dasar Xyon," gumamnya sambil menggelengkan kepala, setengah geli setengah malu.

Setelah merasa cukup bersih, Xienna memutuskan untuk keluar dari bak mandi. Ia berdiri perlahan, air menetes dari tubuhnya. Matanya mencari-cari handuk yang biasanya tersedia di dekat bak mandi, namun tak menemukannya.

"Eh? Dimana handuknya?" Xienna kebingungan. Ia akhirnya melihat handuk tergantung di seberang ruangan, cukup jauh dari bak mandi.

Dengan hati-hati, Xienna melangkah keluar dari bak mandi, berusaha tidak terpeleset di lantai yang basah. Ia berjalan perlahan menuju handuk, tangan terulur untuk meraihnya.

Namun tepat saat jemarinya hampir menyentuh handuk tersebut, sebuah tangan lain menghentikan gerakannya. Xienna terkesiap, jantungnya seolah berhenti berdetak untuk sesaat.

"Mencari ini, sayang?" suara familiar yang dalam dan lembut berbisik di telinganya.

Xienna membeku. Perlahan, ia menoleh dan mendapati Xyon berdiri di belakangnya, senyum jahil tersungging di bibirnya. Wajah Xienna seketika berubah merah padam, menyadari situasinya saat ini.

"X-Xyon?!" Xienna tergagap mengisyaratkan, tangannya refleks berusaha menutupi tubuhnya. "Kenapa... bagaimana... sejak kapan kau di sini?!"

Xyon terkekeh pelan, matanya berkilat jenaka. "Sejak awal, tentu saja. Bukankah aku sudah bilang akan memandikanmu?"

Xienna merasa dunia berputar di sekelilingnya. Jadi selama ini Xyon ada di sini? Mengawasinya? Melihatnya...

"Tapi... tapi kukira itu hanya bercanda!" Xienna berusaha mengisyaratkan dengan protes, suaranya bergetar karena malu dan panik.

"Oh, Xienna sayang," Xyon menggelengkan kepalanya, masih tersenyum. "Kau tahu aku selalu serius dengan ucapanku."

Xienna tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin berlari, bersembunyi, atau mungkin pingsan lagi saking malunya. Namun tubuhnya seolah membeku di tempat, tak mampu bergerak sedikit pun.

Xyon, melihat kegugupan Xienna, akhirnya mengulurkan handuk ke arahnya. "Tenanglah, aku tidak akan berbuat macam-macam. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja setelah pingsan tadi."

Dengan tangan gemetar, Xienna menerima handuk tersebut dan segera membungkus tubuhnya. Ia masih tak berani menatap langsung ke mata Xyon.

"Lain kali," Xyon berkata lembut, mengangkat dagu Xienna agar mata mereka bertemu, "jangan ragu untuk meminta bantuanku jika kau membutuhkannya. Aku di sini untukmu, dalam segala situasi."

Xienna mengangguk pelan, masih terlalu malu untuk berkata-kata. Xyon tersenyum lembut, kemudian berbalik untuk keluar dari kamar mandi.

"Aku akan menunggumu di luar. Jangan terlalu lama, atau aku mungkin akan kembali masuk untuk memastikan kau baik-baik saja," godanya sekali lagi sebelum menutup pintu.

Xienna menghela napas panjang setelah Xyon pergi. Ia menatap bayangannya di cermin yang berembun, wajahnya masih merah padam. Meskipun malu luar biasa, ada sebersit perasaan hangat di dadanya. Xyon benar-benar peduli padanya, meski caranya sedikit... unik.

Sambil mengeringkan tubuhnya, Xienna tersenyum kecil. Mungkin ia harus mulai membiasakan diri dengan sifat Xyon yang suka menggoda ini. Lagipula, bukankah itu salah satu hal yang membuatnya jatuh cinta pada sang pangeran vampir?

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang