Keesokan harinya, Pagi itu, sinar matahari yang redup menembus jendela-jendela tinggi istana vampir. Xyon telah memberitahu Xienna bahwa ia akan sangat sibuk hari ini dengan berbagai urusan kerajaan. "Kau bebas berkeliling istana," ujarnya singkat sebelum menghilang di balik pintu ruang kerjanya, meninggalkan Xienna sendirian.
Untuk pertama kalinya sejak tiba di istana, Xienna merasakan secercah kebebasan. Tanpa tatapan mengintimidasi Xyon atau kehadirannya yang mencekam, ia memberanikan diri menjelajahi istana yang megah itu.
Kakinya melangkah menyusuri lorong-lorong panjang yang dihiasi lukisan-lukisan kuno. Arsitektur gothic yang mengelilinginya menciptakan atmosfer yang misterius namun memesona. Xienna berhenti sejenak untuk mengagumi pahatan-pahatan rumit di pilar-pilar tinggi ketika telinganya menangkap bisikan-bisikan dari kejauhan.
"Lihat, itu dia..."
"Yang berani-beraninya membuat Yang Mulia bersedih..."
"Padahal dia hanya manusia rendahan..."Bisikan-bisikan itu semakin jelas terdengar. Di ujung koridor, sekelompok dayang istana berkumpul, mencuri pandang ke arahnya dengan tatapan mencemooh. Xienna merasakan dadanya sesak, tetapi ia memutuskan untuk menghadapi mereka. Dengan langkah mantap, ia berjalan mendekat.
"Selamat pagi," sapa Xienna dengan senyum lembut, berusaha bersikap ramah. "Apa yang sedang kalian bicarakan? Mungkin aku bisa bergabung?"
Ketegangan langsung memenuhi udara. Para dayang saling berpandangan sebelum salah satu dari mereka, yang berambut merah dan bermata ungu, melangkah maju dengan angkuh.
"Oh, kau ingin tahu apa yang kami bicarakan?" Nada suaranya penuh racun. "Baiklah, akan kukatakan dengan jelas. Kau adalah sampah! Tidak lebih dari parasit yang menempel pada Yang Mulia!"
Dayang lainnya, yang lebih tinggi dengan rambut hitam panjang, menimpali dengan sama kejamnya. "Sejak kedatanganmu, Yang Mulia berubah semakin dingin dan kejam. Kami yang telah mengabdi selama berabad-abad harus menderita karena kehadiranmu!"
"Hari ini..." tambah dayang ketiga dengan suara bergetar menahan amarah, "Yang Mulia pergi dengan wajah muram. Tatapannya kosong, seolah kehilangan jiwa. Dan kau! Kau pasti penyebabnya!"
Xienna terpaku di tempatnya, setiap kata-kata mereka menusuk tepat ke jantungnya. Ia ingin membela diri, ingin menjelaskan bahwa ia pun tidak menginginkan situasi ini, tetapi suaranya tercekat di tenggorokan.
"Jangan sok akrab dengan kami," desis si rambut merah final sebelum membalikkan badan. "Kau tidak pantas berada di sini."
Para dayang itu berlalu, meninggalkan Xienna yang berdiri gemetar sendirian di koridor yang dingin. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh, mengalir diam di pipinya yang pucat.
Dengan langkah gontai, Xienna kembali ke kamarnya. Ruangan mewah yang biasanya terasa mencekam kini justru menjadi tempat persembunyiannya dari tatapan-tatapan menghakimi. Ia duduk di tepi ranjang, matanya menatap kosong ke arah jendela.
'Mungkin mereka benar,' pikirnya getir. 'Aku hanya membawa kesedihan dan masalah. Xyon... dia menjadi seperti ini karenaku. Karena masa lalu yang bahkan tidak bisa kuingat.'
Tangannya meraba kalung ruby di lehernya - kalung yang menjadi bukti masa lalu yang tak ia pahami. Pikiran-pikiran gelap mulai memenuhi benaknya. Betapa mudahnya untuk mengakhiri semua ini, untuk bebas dari rasa sakit dan kebingungan yang terus menghantuinya.
"Maafkan aku..." bisiknya lirih entah pada siapa, air matanya jatuh membasahi permata merah di tangannya. "Mungkin lebih baik jika aku..."
Tatapannya beralih pada jendela tinggi yang mengarah ke taman mawar di bawah. Langit senja yang kemerahan seolah mengejek kesedihannya. Satu langkah... hanya butuh satu langkah untuk mengakhiri semua penderitaan ini.
Namun sebelum ia sempat bergerak, bayangan masa lalu yang samar-samar muncul di benaknya - sebuah janji, sebuah ikatan yang tak terputuskan. Dan entah mengapa, pikiran tentang ekspresi terluka Xyon saat memandang mawar merah kemarin membuat hatinya terasa hancur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...