Sepuluh Tahun Kemudian,
Bulan purnama menyinari balkon kamar Kaisar Axel di menara tertinggi istana. Di usianya yang ke-38, Axel tetap tampak seperti pria berusia 28 tahun - berkah sekaligus kutukan darah vampir murninya. Ia berdiri sendirian, memandang kerajaannya yang makmur di bawah kepemimpinannya."Yang Mulia," Raven, penasehat setianya mengetuk pintu, "para tetua ingin berbicara dengan Anda."
Axel menghela napas. Ia tahu apa yang akan mereka bicarakan - masalah yang sama yang terus diungkit selama bertahun-tahun.
"Kaisar Axel," salah satu tetua, Lord Magnus, membungkuk hormat di ruang pertemuan, "maafkan kelancangan kami, tapi kerajaan membutuhkan pewaris."
"Sepuluh tahun telah berlalu," tetua lainnya menambahkan, "dan Anda belum menemukan pendamping. Ini bukan hanya tentang cinta, Yang Mulia, tapi tentang masa depan kerajaan."
Axel memandang mereka dengan mata merahnya yang tajam. "Apa kalian menyarankan aku menikah tanpa cinta, seperti yang dilakukan para raja sebelum ayahku?"
"Tapi ayah Anda beruntung menemukan cinta sejatinya," Lord Magnus berkata hati-hati. "Tidak semua orang seberuntung itu."
Setelah pertemuan yang melelahkan itu, Axel berjalan ke sayap barat istana - area yang telah ia tutup sejak 'kepergian' ayahnya. Ia membuka pintu kamar ibunya, tempat terakhir ia melihat ayahnya berbaring.
Debu tipis menutupi perabotan. Axel jarang mengizinkan pelayan membersihkan ruangan ini, menjaganya persis seperti terakhir kali.
"Ayah," bisiknya pada keheningan, "apa yang harus kulakukan?"
Tiba-tiba, angin dingin berhembus dari jendela yang tertutup. Lilin-lilin di ruangan itu berkedip-kedip, dan Axel merasakan energi magis yang familiar.
Matanya tertuju pada ranjang besar di tengah ruangan. Untuk sesaat, ia melihat kilatan - seperti cahaya yang memantul dari kaca. Tapi tidak ada kaca di sana.
Dengan jantung berdebar, Axel mendekat. Tangannya terulur, dan tiba-tiba ia merasakan sesuatu - penghalang tak kasat mata.
"Tidak mungkin..." bisiknya.
Dengan tangan gemetar, Axel mengambil kalung ruby pemberian orangtuanya. Sejak menerimanya sepuluh tahun lalu, ia belum pernah benar-benar menggunakannya. Tapi sekarang, ruby itu bercahaya terang, beresonansi dengan energi di sekitar ranjang.
"Revealing Spell," Axel mengucapkan mantra kuno yang ia pelajari dari buku harian ibunya.
Perlahan, udara di atas ranjang bergelombang seperti air, dan sosok yang sangat dikenalnya muncul - Xyon, ayahnya, terbaring dalam tidur yang dalam.
"Ayah!" Axel berlutut di samping ranjang, menggenggam tangan Xyon yang dingin tapi masih ada denyut lemah di dalamnya.
Tubuh Xyon masih sama seperti terakhir kali ia melihatnya - kurus dan pucat, tapi ada kedamaian di wajahnya. Sihir yang menyembunyikannya begitu kuat hingga tak terdeteksi selama bertahun-tahun.
Di meja samping ranjang, Axel menemukan catatan lain:
"Putraku,
Maafkan kebohonganku. Aku tidak pergi - aku hanya butuh waktu untuk memulihkan diri. Kesedihan dan kerinduan pada ibumu hampir menghancurkanku, tapi cintaku padamu lebih kuat.
Aku menggunakan sihir kuno untuk menyembunyikan diri, memberimu kesempatan untuk tumbuh menjadi raja yang kuat tanpa bayanganku. Tapi sekarang, mungkin sudah waktunya aku kembali.
Tunggu bulan purnama berikutnya. Saat energi magis mencapai puncaknya, aku akan membuka mataku lagi.
Ayahmu yang mencintaimu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...