Bab 42 : Buku Harian Xienna

8 2 0
                                    

Sambil terus mengompres kening Xienna yang panas, mata Xyon menjelajahi kamar yang sudah sangat familiar baginya. Dia mencari sesuatu, apapun yang mungkin bisa membantu menurunkan demam kekasihnya.

Pandangannya terhenti pada sebuah buku bersampul kulit berwarna cokelat tua yang tersembunyi di balik tumpukan buku di meja. Dengan hati-hati, dia mengambil buku itu - sebuah buku harian.

"Maafkan aku, sayang," bisiknya sebelum membuka halaman pertama. "Aku tahu ini privasimu, tapi aku harus mencari petunjuk..."

Namun setiap kata yang dibacanya membuat jantungnya seolah diremas. Air mata menggenang di matanya saat membaca pengakuan jujur Xienna tentang perasaannya saat pertama kali datang ke istana.

"Oh, Xienna..." bisiknya parau, tangannya yang gemetar membalik halaman demi halaman.

Kisah tentang pelariannya, pengkhianatan Daren, pelelangan... Xyon menggertakkan giginya mengingat masa-masa itu. Tapi yang paling menyakitkan adalah membaca tentang penderitaan Xienna setelah kembali ke istana.

"Para pelayan itu..." geramnya marah. "Mereka berani-beraninya..."

Membaca tentang makanan busuk yang terpaksa dimakan Xienna membuat darahnya mendidih. Dia ingat hari itu - hari dimana dia diam-diam mengawasi Xienna, melihatnya menangis di pojok kamar. Dialah yang memindahkan Xienna ke tempat tidur, dan keesokan harinya dia sendiri yang memasakkan makanan terbaik untuk Xienna.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?" bisiknya sedih, menggenggam tangan panas Xienna. "Kenapa kau menyimpan semua kepedihan ini sendiri?"

Ketika sampai pada bagian tentang Ghelia, amarah Xyon nyaris tak terbendung. Putri Count Forel itu berani mengancam kekasihnya?

"Jadi karena ini kau tidak mau datang ke pesta malam itu?" Xyon mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Kau ketakutan karena ancamannya..."

Xyon menutup buku itu dengan tangan gemetar. Hatinya terasa begitu berat mengetahui semua penderitaan yang dialami Xienna tanpa sepengetahuannya.

"Maafkan aku," bisiknya, mencium kening Xienna yang masih panas. "Maafkan aku yang tidak bisa melindungimu dengan baik. Tapi aku berjanji, setelah kau bangun nanti, tidak akan ada lagi yang berani menyakitimu."

Ruby di leher Xienna berkedip lemah, seolah merespon janjinya. Xyon menggenggam erat tangan kekasihnya, tekadnya semakin kuat untuk menyelamatkan Xienna - satu-satunya orang yang telah melalui begitu banyak kepedihan namun tetap mencintainya dengan tulus.

"Kau harus bangun," bisiknya tegas. "Kau harus bangun agar aku bisa menebus semua kesalahanku. Agar aku bisa membuatmu bahagia seperti yang seharusnya."

Di luar, badai salju mulai mereda, seolah alam ikut terdiam mendengar pengakuan dalam buku harian itu - pengakuan yang mengungkap betapa dalam cinta seorang gadis pada sang raja vampir, meski harus melalui begitu banyak kepedihan.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang