Xyon melangkah cepat menyusuri lorong-lorong megah istana vampir. Jantungnya berdegup kencang, memanggilnya untuk segera mencari Xienna. Tiga hari yang berlalu tanpa kabar darinya membuat hati Xyon gelisah. Sebuah rasa cemas menyelimuti pikirannya. Ada ketakutan yang mengintai, takut jika apa yang ia temui tidak seperti yang ia harapkan.
Sementara itu, di luar pintu kamar yang dingin, Xienna berjuang dengan tubuhnya yang lemah. Setiap langkah terasa seperti mengayuh sepuluh beban batu, namun harapannya untuk melihat Xyon membakar semangatnya. Ia meraih dinding dengan satu tangan, berusaha menemukan keseimbangannya.
Dalam pandangannya, dunia ini perlahan bergetar. Ia ingin menyambut Xyon, ingin ia tahu bahwa dirinya merindukan kehadirannya, namun sudah tiga hari ia terbaring tak berdaya. Tiga hari tanpa bisa memberikan kabar, dan saatnya kini dia harus mengubah keadaan itu.
Ketika akhirnya dia berhasil mendekati pintu kamar, Xienna terhuyung-huyung. Kakinya terasa goyah, dan tak mampu menahan beban tubuhnya lagi. Dalam satu detik, ia merasakan dunia ini gelap dan berputar. Tubuhnya jatuh ke lantai, dingin dan keras.
Dan saat itulah, Xyon muncul di ujung lorong, matanya langsung tertuju pada sosok yang terjatuh. Jarak antar mereka seakan menghilang, secepat kilat ia berlari, mengikuti panggilan jiwanya.
"Xienna!" serunya, suaranya penuh kekhawatiran saat ia menghampiri sosok terjatuh itu.
Xienna terkulai di lantai, berusaha mengangkat kepala agar bisa melihat wajah yang sangat ia rindukan. Namun, lelahnya mengalahkan keinginannya. Ekspresi cemas Xyon seakan menembus batas kekuatan yang tersisa dalam dirinya, menghangatkan hatinya di tengah kedinginan.
Ketika Xyon akhirnya berlutut di sampingnya, Xienna ingin sekali mengatakan bahwa ia merindukannya, ingin meraih tangannya, namun semua itu tertahan di tenggorokannya. Kata-kata terasa terlalu berat untuk diucapkan; setiap kali ia mencoba, suaranya tak lebih dari sekedar desiran angin.
"Jangan bergerak, aku di sini," suara Xyon lembut namun tegas saat ia mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri. Rasanya seperti mengalami surga saat jari-jemari mereka bersentuhan. Sorot mata Xyon membara; ia tampak kekhawatiran luar biasa, tetapi juga penuh cinta.
Xienna bisa merasakan kehangatan yang dipancarkan oleh Xyon. Rasa nyaman itu seakan mengalir ke sekujur tubuhnya, memberikan sedikit kekuatan untuk berusaha bangkit. Di tangannya, Xyon menyentuh lembut pipi Xienna, memastikan ia baik-baik saja.
"Xienna, kamu harus lebih berhati-hati," kata Xyon sambil membantu Xienna terangkat kembali, menuntunnya dengan lembut agar tidak terjatuh lagi. Ketika mereka berjalan beriringan menuju kamarnya, Xienna ingin sekali menceritakan semua rasa sakit dan kerinduan yang selama ini terpendam, namun tubuhnya tidak mengizinkan.
Sebuah suara pelan terdesak dari bibir Xienna, "Xyon..." Hanya itu yang berhasil ia bisikan, dan seakan mendengar sebuah melodi keabadian.
Xyon membalikkan wajahnya, menatap Xienna seolah menemukan kembali cahaya di tengah gelap. “Ya, aku di sini. Aku tidak akan pergi kemana-mana. Kamu tidak perlu khawatir,” katanya dengan keyakinan. Wajah Xyon dipenuhi dengan rasa kasih sayang, seolah mengingatkan Xienna betapa berharganya hidupnya.
Ketika mereka akhirnya sampai di dalam kamar, Xyon memanggil pelayan untuk membantu mendudukannya di ranjang. Perasaan lelah seakan mengisi kembali tubuh Xienna, tapi ada ketenangan yang mengalir dalam dirinya kini. Ia merasa lebih tenang saat berada di dekat Xyon.
Xyon duduk di sampingnya, mengamati Xienna yang kini berusaha mengatur napasnya. Tak ada kata lain yang ia butuhkan selain bersandar di dekatnya dan merasakan pelukan hangat yang menjamin segalanya akan baik-baik saja.
"Kamu harus banyak beristirahat," ujar Xyon lembut, menarik lampu redup di samping tempat tidur agar lebih nyaman. "Aku ingin tahu segalanya, tetapi kesehatanmu lebih penting sekarang."
Xienna mengangguk lemah, berusaha menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam di hati. Dalam pandangannya, sinar matahari yang lembut menyinari wajah Xyon, membuat wajahnya terlihat semakin tampan. Menyadari betapa beruntungnya dirinya memiliki seseorang seperti Xyon, membuat rasa sakit dan lemah yang ia derita menjadi lebih ringan.
Malam itu diselimuti oleh tawa dan pembicaraan kecil, saat Xyon menceritakan pengalamannya selama berada jauh dari Xienna. Namun, di dalam hati Xienna, semua kata-kata Xyon adalah sebuah jaminan bahwa ia tidak sendirian. Bahwa cinta mereka dapat mengalahkan segalanya: kesedihan, kesakitan, dan ketidakpastian yang menghantui.
Akhirnya, Xienna bisa terlelap dengan rasa tenang; meskipun dia mungkin masih membutuhkan waktu untuk pulih, setidaknya kini dia tahu bahwa harapan itu takkan pernah padam selama Xyon berada di sisinya. Keduanya merenungkan hari-hari mendatang, berjanji untuk menghadapi setiap tantangan bersama, terikat dalam cinta yang tak lekang oleh waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...