Malam itu, untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Xyon bisa tidur dengan tenang di samping Xienna. Dia berbaring menyamping, mengamati wajah damai kekasihnya dalam remang-remang cahaya bulan yang menembus tirai.
"Selamat malam, sayang," bisiknya sambil mengecup kening Xienna sebelum ikut terlelap.
Keesokan paginya, Xyon terbangun dengan perasaan berat. Sebagai kaisar vampir, ada begitu banyak tugas yang telah dia abaikan selama merawat Xienna. Tumpukan dokumen di ruang kerjanya pasti sudah mencapai ketinggian yang mengkhawatirkan.
Dia melirik Xienna yang masih tertidur lelap, ruby di lehernya berkedip tenang. Bagaimana mungkin dia meninggalkan kekasihnya sendirian saat kondisinya masih seperti ini?
Setelah berpikir sejenak, Xyon mendapat ide. "Tunggu sebentar," bisiknya di telinga Xienna sebelum bergegas ke ruang kerjanya.
Benar saja, tumpukan dokumen di mejanya sudah seperti menara kecil. Dengan cekatan, dia mengumpulkan semua berkas penting, pena, tinta, dan peralatan kerjanya yang lain.
"Yang Mulia?" seorang pelayan terlihat bingung melihatnya membawa setumpuk dokumen keluar dari ruang kerja.
"Aku akan bekerja di kamar Xienna hari ini," jelasnya singkat.
Kembali di kamar Xienna, Xyon mengatur meja kecil di samping tempat tidur sebagai meja kerjanya sementara. Dia baru saja mulai membaca dokumen pertama ketika mendengar gerakan pelan dari tempat tidur.
"Pagi," sapanya lembut, segera menghampiri Xienna yang mulai membuka matanya perlahan. "Bagaimana tidurmu?"
Xienna mencoba tersenyum, matanya yang masih tidak bisa terbuka sepenuhnya melirik tumpukan dokumen di meja.
"Oh, ini?" Xyon mengikuti arah pandangnya. "Ya, aku memutuskan untuk bekerja di sini saja. Tidak apa-apa kan?"
Xienna mengangguk lemah, tangannya bergerak mencoba meraih Xyon. Dia segera menangkap tangan kekasihnya, menggenggamnya erat.
"Apa ada yang sakit?" tanyanya khawatir. "Kau butuh sesuatu?"
Xienna menggeleng pelan, tapi Xyon bisa melihat sedikit ketegangan di wajahnya.
"Tunggu," dia beranjak mengambil segelas air. "Kau pasti haus."
Dengan hati-hati, dia membantu Xienna minum, satu tangan menopang kepala kekasihnya dengan lembut. Setelah yakin Xienna nyaman, dia kembali ke mejanya, tapi tetap dalam jangkauan jika Xienna membutuhkannya.
Sepanjang hari, Xyon membagi perhatiannya antara dokumen-dokumen kerajaan dan kondisi Xienna. Setiap beberapa menit, dia akan mengangkat wajah dari pekerjaannya untuk mengecek kekasihnya.
"Kau tau," dia berbicara sambil membaca sebuah laporan, "dulu aku selalu mengurung diri di ruang kerja saat ada banyak dokumen seperti ini. Tapi sekarang..." dia tersenyum ke arah Xienna, "kurasa bekerja di sini jauh lebih menyenangkan."
Ruby di leher Xienna berkedip cerah menanggapi kata-katanya. Xyon bisa melihat mata Xienna yang setengah terbuka mengikuti gerak-geriknya dengan penuh perhatian.
Saat matahari mulai tinggi, Xyon meletakkan penanya untuk membantu Xienna makan siang. Dengan telaten, dia menyuapi kekasihnya sup hangat yang khusus dia minta dibuatkan oleh koki istana.
"Pelan-pelan," dia mengingatkan saat Xienna terbatuk kecil. "Tidak perlu terburu-buru."
Setelah makan siang, dia kembali ke pekerjaannya, sesekali membacakan bagian-bagian menarik dari dokumen yang dibacanya untuk menghibur Xienna.
"Dengar ini," dia terkekeh, "sepertinya Lord Marcus masih bersikeras ingin mengadakan pesta dansa musim semi. Padahal dia tau betapa payahnya aku dalam berdansa."
Dia bisa melihat sudut bibir Xienna terangkat sedikit, mengingat bagaimana dulu dia selalu mengajari Xyon berdansa dengan sabar.
Hari berlalu dengan tenang seperti itu. Xyon terus bekerja sambil memastikan Xienna mendapat semua yang dia butuhkan - air minum, makanan, obat-obatan, dan yang terpenting, kehadirannya.
Ketika malam tiba dan tumpukan dokumen sudah berkurang separuhnya, Xyon merapikan mejanya dan kembali ke sisi Xienna.
"Terima kasih sudah menemaniku bekerja hari ini," bisiknya sambil mengusap rambut Xienna. "Besok kita lakukan lagi, ya?"
Ruby di leher Xienna berkedip lemah tapi hangat, tanda bahwa dia setuju. Xyon tersenyum, mengecup kening kekasihnya sebelum berbaring di sampingnya.
"Selamat malam, sayangku," bisiknya lembut. "Mimpi indah."
Dalam kegelapan kamar yang hanya diterangi cahaya bulan dan pendar ruby di leher Xienna, Xyon bersyukur bisa menemukan cara untuk tetap dekat dengan kekasihnya sambil menjalankan tugasnya sebagai kaisar. Karena baginya, tidak ada yang lebih penting dari memastikan Xienna tidak pernah merasa sendirian dalam perjalanan pemulihannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...