tiba di kediaman mereka. Xienna berjalan dengan langkah gontai, masih berusaha menetralkan detak jantungnya setelah semua "praktik" yang dilakukan bersama Aaron.
"Kau pasti lelah, Sayang," Aaron berkata lembut. Tangannya dengan hati-hati memapah Xienna menuju sofa di ruang tengah.
"A-Aaron..." Xienna bergumam pelan, matanya setengah terpejam karena rasa kantuk.
"Sssh," Aaron mendudukkan Xienna di sofa, lalu dengan lembut menyandarkan kepala gadis itu ke bahunya. "Istirahatlah."
Xienna tak mampu melawan. Rasa lelah sekaligus gejolak emosi yang dialaminya selama beberapa jam terakhir membuat tubuhnya terasa remuk. Dia memejamkan mata, menghirup aroma maskulin Aaron yang membuatnya merasa aman.
Dengan hati-hati, Aaron menangkap Xienna sebelum kepalanya membentur meja kaca. Gadis itu tampak kelelahan setelah sesi "praktik" mereka berdasarkan panduan buku yang dibawa Xienna.Aaron memandang wajah Xienna yang tertidur pulas, hatinya terasa hangat melihat betapa damai dan polosnya ekspresinya. Perlahan, dia menaikkan Xienna ke sofa agar lebih nyaman.
"Oh, sayang..." Aaron berbisik lembut, "Kau benar-benar membuatku terpikat."
Jemarinya menyusuri pipi Xienna dengan penuh kelembutan, seakan gadis itu adalah barang paling berharga yang pernah dia miliki.
"Sejak awal, aku tahu kau adalah yang berbeda." Aaron mengecup kening Xienna dengan sangat hati-hati, seolah gadis itu terbuat dari kaca yang mudah pecah. "Begitu murni, begitu jujur. Kau membuatku ingin melindungimu, memilikimu seutuhnya."
Aaron terdiam sejenak, matanya menatap lekat wajah Xienna yang tertidur.
"Tapi aku sadar..." lanjutnya dengan suara lirih, "Aku tidak bisa memilikimu dengan cara yang sama. Kau terlalu berharga untuk dirusakkan oleh obsesiku."
Jemarinya menyusuri helaian rambut Xienna dengan penuh kelembutan.
"Karena itu, izinkan aku menjagamu dengan caraku sendiri, sayang." Aaron berbisik tepat di telinga Xienna. "Biarkan aku menjadi duniamu, membuatmu bergantung padaku. Biarkan aku menjadi satu-satunya tempat bagimu untuk berlindung."
Perlahan, Aaron mengangkat tubuh Xienna yang masih tertidur dan membawanya ke kamar.
"Tidurlah dengan nyenyak, istriku." Aaron membaringkan Xienna di ranjang dengan hati-hati. "Biarkan aku menjadi mimpi indahmu."
Sebelum meninggalkan kamar, Aaron kembali mengecup kening Xienna, kali ini sedikit lebih lama. Lalu dengan senyum puas, dia berjalan keluar, memastikan semua pintu dan jendela terkunci rapat.
"Tidak ada yang bisa merebutmu dariku," gumamnya pelan. "Tidak akan kubiarkan siapapun menghancurkan harta yang paling berharga bagiku."
Di luar, Nathan memperhatikan semuanya dari balik jendela. Rahangnya mengeras melihat betapa lembut dan posesifnya Aaron memperlakukan Xienna.
"Kau benar-benar monster dalam topeng malaikat," dia bergumam, matanya menyipit penuh determinasi. "Tapi aku tidak akan membiarkanmu memenangkan permainan ini, Aaron."
Nathan berbalik, mulai menyusun rencana untuk menyelamatkan Xienna dari cengkeraman Aaron. Kali ini, dia tidak akan gagal. Tidak akan membiarkan sahabatnya jatuh semakin dalam ke dalam jurang obsesi pria itu.
"Tunggu saja, Xienna," Nathan mengepalkan tangan. "Aku akan menyelamatkanmu, bagaimanapun caranya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...