Bab 87 : Jadi Kelinci🐇

4 0 0
                                    

Fajar menyingsing dengan lembut di istana vampir. Xienna terbangun lebih dulu dari Xyon, merasakan kehausan yang familiar. Matanya tertuju pada sebotol air di meja makan kamar yang terletak cukup jauh dari tempat tidur. Lantai marmer yang dingin membuatnya ragu untuk beranjak.

'Xyon?' tangan mungilnya bergerak membentuk isyarat, mengguncang pelan tubuh vampir di sampingnya.

"Hmm?" Xyon bergumam dengan mata masih terpejam.

'Bisakah kau mengambilkan air untukku?' Xienna membentuk isyarat dengan penuh harap.

Xyon membuka matanya perlahan, senyum jahil tersungging di bibirnya. "Aku sedang lelah, sayang. Semalaman memikirkan cara sempurna untuk membuatmu bahagia."

Sebelum Xienna sempat memprotes, Xyon mendadak menariknya mendekat dan mencium bibirnya dengan lembut. Ciuman itu mengejutkan Xienna, membuat wajahnya merona merah.

"Masih haus?" tanya Xyon dengan seringai menggoda.

Xienna yang masih terkejut hanya bisa menggeleng pelan, terlalu malu untuk membentuk isyarat apapun.

"Bagus," Xyon terkekeh. "Karena aku punya rencana yang lebih menyenangkan untuk hari ini. Bagaimana kalau kita minum teh di taman?"

Mata Xienna langsung berbinar mendengar tawaran itu. Ia sangat menyukai taman istana dengan bunga-bunga indahnya. Tangannya bergerak antusias membentuk isyarat persetujuan.

Setelah bersiap-siap, mereka berjalan ke taman yang dipenuhi mawar putih. Xyon telah menyiapkan meja kecil dengan dua cangkir teh dan berbagai kudapan manis.

"Tunggu sebentar," Xyon tersenyum misterius. Ia memejamkan mata, dan dalam sekejap, berbagai hewan kecil mulai bermunculan dari semak-semak.

Kelinci-kelinci berbulu putih dan cokelat melompat-lompat mengelilingi kaki Xienna. Tupai-tupai kecil mengintip malu-malu dari dahan pohon. Bahkan beberapa burung hinggap di bahu Xyon.

Xienna bertepuk tangan gembira, matanya berbinar-binar melihat pemandangan ajaib di hadapannya. Ia berlutut di rumput, membiarkan kelinci-kelinci mungil itu mendekat dan mengendus tangannya.

Xyon memperhatikan kekasihnya dengan seksama. Ada sesuatu yang menggemaskan melihat Xienna bermain dengan para kelinci - kepolosannya, tawanya yang bisu namun penuh kebahagiaan, dan cara ia mengelus bulu-bulu lembut hewan-hewan itu.

Sebuah ide jahil muncul di benak Xyon.

"Sayang," panggilnya, membuat Xienna mendongak. "Kau sangat menyukai kelinci?"

Xienna mengangguk antusias, tangannya membentuk isyarat, 'Tentu saja! Mereka sangat lucu dan menggemaskan!'

Seringai Xyon melebar. "Kalau begitu..." ia mengangkat tangannya, energi sihir berpendar di ujung jarinya. "Bagaimana kalau kau juga menjadi seekor kelinci yang menggemaskan? Kelinci mungil yang hanya jadi milikku?"

Sebelum Xienna sempat memprotes, cahaya keunguan menyelimuti tubuhnya. Dalam sekejap, sosoknya berubah menjadi seekor kelinci putih mungil dengan telinga panjang dan mata besar yang familiar.

Xienna terkesiap - yang keluar sebagai suara cicitan kecil. Ia memandang kaki depannya yang kini berbulu putih lebat, lalu mendongak menatap Xyon yang kini tampak seperti raksasa di matanya.

'Xyon!' tangannya - ah tidak, kaki depannya masih refleks membentuk isyarat protes. 'Kembalikan aku seperti semula!'

Tawa Xyon meledak melihat pemandangan di hadapannya - seekor kelinci mungil yang masih mencoba berkomunikasi dengan bahasa isyarat. "Oh, sayang," ia berlutut, mengangkat tubuh mungil Xienna dengan lembut. "Kau bahkan lebih menggemaskan dari yang kubayangkan."

Xienna mendengus kesal - yang malah membuatnya terlihat semakin lucu. Ia menggerak-gerakkan kaki depannya, masih mencoba membentuk isyarat protes.

"Tenanglah," Xyon mengecup kepala berbulu Xienna. "Ini hanya sementara. Lagipula..." ia menyeringai, "bukankah menyenangkan bisa bermain dengan teman-teman barumu?"

Benar saja, kelinci-kelinci lain mulai mendekat, penasaran dengan sosok baru di antara mereka. Xienna yang awalnya kesal perlahan mulai tertarik. Ia melompat turun dari gendongan Xyon dan mulai berinteraksi dengan kelinci-kelinci lain.

Xyon duduk di kursi taman, memperhatikan dengan geli bagaimana Xienna beradaptasi dengan wujud barunya. Sesekali kelinci mungil itu akan berhenti, menggunakan kaki depannya untuk membentuk isyarat protes pada Xyon, tapi kemudian kembali asyik bermain.

"Lihat?" Xyon terkekeh. "Tidak seburuk yang kau kira, kan?"

Xienna hanya bisa menggelengkan kepala mungilnya, tapi ada kilatan geli di mata besarnya. Yah, mungkin menjadi kelinci untuk beberapa saat tidak terlalu buruk. Setidaknya ia bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi hewan menggemaskan yang selalu ia sukai.

Dan Xyon? Ia hanya tersenyum puas melihat kelinci mungilnya bermain dengan riang di taman, sesekali membentuk isyarat dengan kaki depannya. Mungkin ia akan membiarkan Xienna dalam wujud ini sedikit lebih lama - toh, siapa yang bisa menolak keimutan seekor kelinci yang bisa berbahasa isyarat?

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang