Bab 92 : Imbalan

3 0 0
                                    

Senja mulai turun di istana saat Phoenix salju itu menyampaikan kata-kata perpisahannya. Cahaya keperakan yang menyelimuti tubuhnya perlahan memudar.

"Xienna, kau istimewa," ujar Phoenix dengan lembut melalui telepati. "Tapi dunia belum siap menerima keberadaanku. Para manusia masih dikuasai keserakahan. Aku akan datang saat kau benar-benar membutuhkanku."

Xienna mengangguk penuh pengertian, jemarinya membentuk isyarat: 'Aku mengerti. Terima kasih telah menjadi temanku.'

Phoenix itu membungkuk anggun sebelum menghilang dalam serpihan cahaya es yang berkilauan, meninggalkan satu helai bulu keperakan di tangan Xienna sebagai pengingat.

Xyon mengamati ekspresi sendu di wajah kekasihnya. Bibirnya membentuk senyuman misterius yang jarang terlihat.

"Sayang," panggilnya lembut, membuat Xienna menoleh. "Aku punya kejutan untukmu nanti malam."

Sebelum Xienna sempat bertanya, Xyon menghilang dalam kepulan asap hitam, meninggalkan aroma mawar hitam yang khas. Jantung Xienna berdebar kencang, penasaran dengan maksud di balik senyuman misterius itu.

Di istana, para pelayan menyambut kedatangan Xienna dengan hormat. Mereka membimbingnya ke kamar mandi yang telah disiapkan dengan air hangat beraroma lavender dan mawar. Setelah membersihkan diri, Xienna terkejut melihat gaun tidur yang disiapkan.

Gaun itu berbeda dari gaun-gaun tidur biasanya yang selalu sopan dan tertutup. Yang ini berwarna hitam kelam dengan bordiran benang perak yang membentuk motif mawar merambat. Bahannya sutra halus yang jatuh dengan anggun.

'Apakah aku harus mengenakan ini?' tanya Xienna dengan isyarat, wajahnya merona.

"Ya, Nona. Yang Mulia sendiri yang memilihkan gaun ini," jawab pelayan senior dengan senyum penuh arti.

Dengan pipi yang semakin memerah, Xienna mengenakan gaun itu. Ketika hendak kembali ke kamarnya di sayap utara, para pelayan menghentikannya.

"Nona salah arah," ujar mereka sopan. "Yang Mulia menunggu di kamarnya."

Jantung Xienna berdebar semakin kencang. Dengan langkah gugup, ia berjalan menyusuri koridor menuju sayap utara tempat kamar pribadi Xyon berada. Lorong-lorong istana yang biasanya dipenuhi penjaga kini lengang, hanya diterangi cahaya lilin yang berpendar lembut.

Di depan pintu kayu eboni berukir yang menjulang, Xienna menarik napas dalam-dalam sebelum mengetuk pelan. Suara berat Xyon terdengar dari dalam, mempersilakannya masuk.

Kamar itu remang-remang, hanya diterangi cahaya lilin dan sinar bulan yang masuk melalui jendela-jendela tinggi. Xyon berbaring santai di ranjang besarnya, sebuah buku terbuka di tangannya. Ketika melihat Xienna, senyum misterius itu kembali menghiasi wajahnya.

"Kemarilah, sayangku," panggilnya lembut, mengulurkan tangan.

Xienna melangkah ragu, jemarinya saling bertaut gugup. Xyon bangkit dan menghampirinya, mengangkat tubuh mungilnya dengan mudah sebelum membaringkannya dengan lembut di atas ranjang.

"Kau tahu," bisik Xyon di telinga Xienna. "Aku sudah mengabulkan semua keinginanmu hari ini. Tidakkah menurutmu aku pantas mendapat hadiah?"

Xienna hanya bisa menunduk dengan wajah semerah tomat, membuat Xyon terkekeh pelan. Ia mengangkat dagu Xienna dengan jemarinya.

"Malam ini, aku ingin kau yang memanjakanku," ucapnya dengan nada menggoda yang membuat jantung Xienna seolah hendak melompat keluar.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang