Bab 112 : Kenangan Masa Lalu

5 0 0
                                    

Dengan penuh kehati-hatian, Xyon mengangkat tubuh Xienna dari peti kaca yang berkilau ditimpa cahaya lilin. Jubah hitamnya yang panjang menyapu lantai marmer saat ia membawa sang kekasih menuju kamar pengantin mereka. Aroma mawar hitam dan merah yang magis memenuhi udara, menciptakan atmosfer yang mistis namun romantis.

"Selamat datang di kamar kita, sayangku," bisik Xyon lembut sembari membaringkan Xienna di ranjang bertiang empat yang dihiasi tirai beludru merah gelap. Kulitnya yang pucat berkilau lembut di bawah cahaya rembulan yang menembus jendela gothic tinggi kamar mereka.

Xyon berbaring di samping Xienna, jemarinya dengan lembut membelai rambut hitam panjang kekasihnya yang tergerai bagai sutra. Matanya yang merah delima menatap wajah cantik yang kini telah resmi menjadi istrinya. Meski tak bernyawa, Xienna tetap terlihat begitu cantik dan damai, seolah hanya tertidur lelap.

"Kau tahu," Xyon tersenyum kecil, jemarinya menyusuri pipi Xienna dengan sentuhan seringan bulu, "setiap kali aku memandangmu, aku selalu teringat hari pertama kita bertemu dulu."

Ia mencium kening Xienna dengan penuh kasih sayang, membiarkan kenangan masa lalu mengalir dalam benaknya. "Waktu itu, aku hanyalah seorang anak vampir yang kesepian. Duduk sendirian di pinggir hutan, mengamati anak-anak manusia bermain dari kejauhan."

Xyon tertawa pelan, suaranya dipenuhi kerinduan. "Aku masih ingat jelas bagaimana kau - saat itu masih sebagai Ivory - menghampiriku tanpa rasa takut. Semua anak lain menjauhiku, takut pada kabut perak yang selalu mengelilingiku dan mata merahku yang menurut mereka menakutkan."

Ia menggenggam tangan Xienna yang dingin, mengecupnya lembut. "Tapi kau berbeda. Kau mengulurkan tanganmu padaku, tersenyum dengan ketulusan yang belum pernah kulihat sebelumnya. 'Kamu tidak apa-apa?' tanyamu waktu itu."

"Tentu saja aku menepis tanganmu," Xyon tersenyum getir mengingat masa lalu. "Aku pikir kau sama seperti yang lain - hanya ingin mempermainkanku. Aku berlari ke dalam hutan, mencari tempat persembunyian favoritku. Tapi kau..." ia membelai rambut Xienna dengan sayang, "...kau mengejarku."

Xyon memejamkan mata, membiarkan dirinya tenggelam dalam kenangan. "Suaramu yang lembut saat memperkenalkan diri, kegigihanmu untuk berteman denganku meski aku bersikap dingin... Kau bahkan tidak peduli saat kukatakan bahwa aku ini monster yang menakutkan."

"'Tidak kok,'" Xyon menirukan suara kecil Ivory di masa lalu. "'Bagaimana jika aku menjadi temanmu?' Dan kau tersenyum... senyum yang sama yang membuatku jatuh cinta padamu bertahun-tahun kemudian."

Ia mengusap setetes air mata darah yang mengalir di pipinya. "Kau membawaku ke taman mawar merah hari itu. Sejak saat itulah aku mulai mencintai bunga mawar - karena mereka mengingatkanku padamu. Pada kebaikan hatimu, pada keberanianmu menerima seorang monster sepertiku sebagai teman."

"Empat tahun kita bermain bersama," lanjut Xyon, suaranya bergetar. "Empat tahun terindah dalam hidupku yang panjang. Sampai akhirnya..." ia menghela napas berat, "...aku harus meninggalkanmu."

Xyon mengusap pipi Xienna dengan lembut. "Ayahku, Xavier, memperingatkanku tentang bahaya hubungan vampir dan manusia. Dia kehilangan ibuku - seorang manusia - terlalu cepat. Dia tidak ingin aku mengalami kepedihan yang sama. 'Cinta antara vampir dan manusia tidak akan bertahan lama,' katanya."

"Tapi lihat kita sekarang," Xyon tersenyum getir. "Bahkan kematian pun tidak bisa memisahkan kita. Kau kembali padaku sebagai Xienna, dan takdir mempertemukan kita lagi di pesta kerajaan itu."

Ia tertawa kecil. "Kau begitu cantik malam itu, mengenakan merah marun yang membuatmu bersinar di antara para tamu. Aku langsung mengenalimu - jiwa yang sama, kebaikan yang sama, senyum yang sama... Dan ya, aku memang agak nekat menculikmu dari pesta. Tapi hey, lihat bagaimana akhirnya - kau tetap menjadi milikku."

Cahaya biru lembut mulai berpendar dari tubuh Xienna, membuat Xyon tersenyum hangat. "Ah, kau masih bisa mendengarku rupanya, sayangku? Apakah kau juga mengingat semua kenangan itu?"

Ia mencium bibir Xienna dengan lembut. "Sekarang kita akan bersama selamanya. Tidak ada lagi yang bisa memisahkan kita - tidak kematian, tidak waktu, tidak siapapun. Kau adalah milikku, dan aku adalah milikmu, untuk selamanya."

Xyon memeluk tubuh Xienna, membiarkan aroma mawar yang menguar dari rambutnya memenuhi inderanya. Di luar, bulan purnama bersinar terang, menyaksikan cinta abadi antara sang vampir dan kekasihnya yang telah melampaui batas kematian.

Para pelayan yang lewat di depan kamar bisa mendengar suara tawa lembut Xyon bercampur dengan dendang lembut yang terdengar seperti bisikan angin - tawa tanpa suara Xienna, yang jiwanya tetap setia menemani sang kekasih dalam keabadian.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang