Malam semakin larut di Istana Vampir. Cahaya rembulan yang menembus jendela tinggi kamar menciptakan bayangan-bayangan mistis di lantai marmer. Xyon masih setia duduk di samping ranjang, menggenggam tangan Xienna yang terasa dingin. Matanya yang tajam tak pernah lepas dari wajah pucat kekasihnya.
Tiba-tiba, napas Xienna mulai tak beraturan. Dadanya naik turun dengan cepat, seolah kesulitan mendapatkan udara. Xyon segera bangkit, tangannya dengan lembut membelai rambut Xienna.
"Sshhh... tenanglah, sayang. Aku di sini," bisiknya menenangkan. Dengan penuh kasih sayang, ia menunduk dan mengecup kening Xienna yang masih basah oleh keringat dingin. Namun tepat setelah kecupan itu, tubuh Xienna menegang.
Batuk keras mengguncang tubuh mungilnya. Cairan hitam pekat, lebih gelap dari malam, menyembur keluar dari mulutnya. Kali ini jumlahnya jauh lebih banyak dari sebelumnya, mengotori sprei putih di bawahnya. Air mata mulai mengalir deras dari sudut mata Xienna yang terpejam, seolah tubuhnya merasakan kesakitan yang tak tertahankan.
"Xienna!" Xyon panik melihat kondisi kekasihnya. Dengan cepat ia memanggil para pelayan, memerintahkan mereka mengganti sprei dan membawakan lebih banyak ramuan herbal.
"Bertahanlah, sayangku," bisiknya sambil mengusap cairan hitam dari wajah Xienna. "Aku mohon... bertahanlah..."
Tiga hari berlalu bagaikan neraka bagi Xyon. Ia nyaris tak beranjak dari sisi Xienna, hanya sesekali meninggalkan kamar untuk mengurus urusan kerajaan yang sangat mendesak. Para pelayan bergantian membawakan makanan dan ramuan, namun Xyon hampir tak menyentuhnya. Seluruh perhatiannya tercurah pada Xienna yang masih tak sadarkan diri.
Hingga akhirnya, di pagi keempat, keajaiban terjadi.
Xienna perlahan membuka matanya. Pandangannya masih kabur, tapi ia bisa merasakan kehangatan tangan yang menggenggam jemarinya. Matanya yang lelah mencari sosok yang ia rindukan, dan menemukannya tertidur di tepi ranjang.
Xyon terbangun merasakan gerakan kecil dari tangan Xienna. Matanya melebar melihat kekasihnya telah sadar.
"Xienna!" serunya penuh kelegaan. "Oh, syukurlah... syukurlah kau kembali..."
Ia mengamati wajah Xienna dengan seksama. Lingkaran hitam tebal menghiasi bawah mata kekasihnya, seolah ia telah menangis selama tiga hari penuh. Wajahnya masih pucat, tapi setidaknya ada sedikit rona kehidupan di sana.
'Apa yang terjadi?' tanya Xienna lemah dengan bahasa isyarat.
Xyon menghela napas panjang, tangannya tak lepas mengusap lembut pipi Xienna. "Kau... kau diracuni di pesta teh itu," jelasnya dengan nada yang masih menyiratkan kekhawatiran. "Racun hitam kuno yang sangat berbahaya. Aku... aku hampir kehilanganmu..."
Xienna bisa melihat jejak air mata darah yang telah mengering di pipi Xyon. Hatinya terenyuh menyadari betapa khawatirnya sang kekasih.
Kemudian, sebuah senyum jahil muncul di wajah tampan Xyon. "Tapi kau tahu?" ujarnya, mencoba mencairkan suasana. "Selama tidak sadar, kau sangat... manja."
Alis Xienna terangkat, bertanya tanpa kata.
"Kau terus memelukku erat, tidak mau melepaskanku bahkan saat aku harus mengurus dokumen penting," Xyon terkekeh. "Dan yang paling mengejutkan..." ia mendekatkan wajahnya, berbisik di telinga Xienna. "Kau diam-diam mencuri ciuman dariku saat aku tertidur. Nakal sekali, ya?"
Wajah Xienna langsung memerah mendengar pengakuan itu. Dengan cepat ia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, merasa sangat malu sekaligus bersalah. Meski dalam kondisi tidak sadar, ia tidak menyangka akan melakukan hal-hal seperti itu.
Xyon tertawa melihat reaksi menggemaskan kekasihnya. Dengan lembut, ia menarik tangan Xienna dari wajahnya.
"Hei, jangan ditutupi. Aku suka melihat wajah merahmu," godanya. "Lagipula..." ia mengecup punggung tangan Xienna. "Aku senang kau mencariku bahkan dalam tidurmu. Itu membuktikan bahwa kita memang ditakdirkan bersama, bukan?"
Xienna masih tersipu, tapi sebuah senyum kecil mulai muncul di bibirnya. Ia menggunakan bahasa isyarat untuk bertanya, 'Benarkah aku melakukan semua itu?'
"Tentu saja," Xyon mengangguk, matanya berbinar jahil. "Kau bahkan mengigau dalam tidurmu - well, tidak bersuara tentunya, tapi bibirmu bergerak membentuk namaku berkali-kali."
'Bohong!' Xienna memukul pelan lengan Xyon, membuat sang Kaisar Vampir tertawa lebih keras.
"Aku tidak bohong, sayangku. Tapi tenanglah, rahasiamu aman bersamaku," ia mengedipkan mata, membuat wajah Xienna semakin merah.
Di balik godaan dan tawa itu, Xyon merasa sangat bersyukur. Melihat Xienna yang bisa tersenyum dan tersipu malu seperti ini adalah anugerah terbesar baginya. Tiga hari terakhir telah menjadi pelajaran berharga - betapa berharganya Xienna dalam hidupnya, dan betapa ia tidak bisa membayangkan hidup tanpa gadis ini di sisinya.
Sambil mengusap lembut rambut Xienna, Xyon bersumpah dalam hati. Ia akan memastikan hal seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi. Para lady itu akan mendapatkan balasan yang setimpal, tapi untuk saat ini, yang terpenting adalah merawat dan memastikan kesembuhan total kekasihnya.
"Istirahatlah lagi," ujarnya lembut. "Aku akan ada di sini saat kau bangun nanti."
Xienna mengangguk, matanya mulai terasa berat. Sebelum tertidur, ia memberi isyarat, 'Terima kasih telah menjagaku.'
"Selalu, sayangku," Xyon mengecup kening Xienna dengan penuh kasih sayang. "Selalu..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...