Di ruang kendali pribadinya, V tertawa melihat frustrasi Nathan melalui kamera pengintai.
"Mereka pikir bisa menangkapku dengan teknologi?" V menggelengkan kepala, geli. "Alex, kurasa sudah waktunya memberi mereka... pertunjukan kecil."
"Tuan yakin ini bijaksana?"
"Sometimes, the best way to hide is in plain sight," V melepas jas formalnya, berganti dengan pakaian kasual Vincent. "Lagipula... aku ingin melihat sejauh mana Nathan Pierce rela berkorban untuk Xienna."
Malam itu, pukul 9...
Vincent Frost berjalan santai di trotoar kota yang ramai. Tidak ada mobil mewah, tidak ada pengawalan - hanya sosok pemuda tampan yang menikmati udara malam.
Di ruang monitoring darurat yang didirikan keluarga Pierce...
"Sir!" seorang operator berseru pada Nathan. "Kami menangkap sosok Vincent Frost di CCTV sektor 7!"
Nathan yang sedang menyesap kopi langsung menegakkan tubuh. "Tunjukkan!"
Layar besar menampilkan Vincent yang berjalan santai, sesekali berhenti di etalase toko.
"Tunggu," Nathan mengernyitkan dahi. "Cek jadwal Aaron Wintergale malam ini."
"Meeting virtual dengan investor Jepang, Sir. Sedang berlangsung sekarang."
Nathan tersenyum lebar. "Gotcha! Tidak mungkin dia bisa berada di dua tempat sekaligus! Kirim tim untuk mengikutinya!"
Di jalanan, V tersenyum tipis merasakan beberapa mobil mengikutinya dari jauh. 'Amateur,' pikirnya.
Dia sengaja berbelok ke gang-gang kecil, membiarkan CCTV menangkap gerakannya dengan jelas. Kadang berhenti di kedai kopi, kadang masuk ke toko buku - memberikan bukti solid keberadaannya sebagai Vincent.
Sementara itu, di layar lain ruang monitoring...
"Meeting dengan investor Jepang masih berlangsung, Sir. Aaron Wintergale sedang membahas proyeksi kuartal depan."
Nathan mengepalkan tangannya penuh kemenangan. "Kali ini kau tidak bisa lolos! Tim Alpha, Tim Beta, kepung dia dari dua arah!"
V merasakan pergerakan tim Nathan. Dia sengaja berjalan ke arah taman kota yang lebih sepi.
"Tuan," suara Alex terdengar dari earpiece tersembunyi. "Meeting virtual sudah selesai sesuai jadwal."
"Perfect timing," V berbisik. "Aktifkan fase selanjutnya."
Tepat saat tim Nathan hampir mencapainya, Vincent menghilang di balik semak-semak taman.
"Tidak mungkin!" Nathan berteriak frustasi melihat layar monitor. "Periksa semua sudut! Dia tidak mungkin menghilang begitu saja!"
Tapi Vincent benar-benar lenyap. Yang tersisa hanya rekaman CCTV yang jelas menunjukkan keberadaannya selama berjam-jam... bersamaan dengan meeting virtual Aaron.
"Ini tidak masuk akal," Nathan mengacak rambutnya. "Bagaimana bisa..."
Di apartemen rahasianya, V melepas wig dan lensa kontak birunya, tertawa puas.
"Mereka masih belum mengerti," gumamnya. "Semakin jelas bukti yang kau tunjukkan... semakin sulit mereka mempercayainya."
Pagi selanjutnya, Xienna langsung menyadari perubahan pada sahabatnya. Nathan duduk di bangkunya dengan lingkaran hitam di bawah mata, rambutnya berantakan, dan wajah yang pucat.
"Nathan!" Xienna bergegas menghampiri. "Kau baik-baik saja? Kau terlihat... sangat lelah."
Nathan mencoba tersenyum, tapi senyumnya tidak mencapai matanya. "Aku baik-baik saja, Xienna. Hanya... kurang tidur."
"Kurang tidur? Tapi ini sudah berlangsung beberapa hari. Kau yakin tidak ada masalah?"
Nathan menatap wajah Xienna yang dipenuhi kekhawatiran tulus. Betapa dia ingin menceritakan semuanya - tentang penyelidikannya, tentang kecurigaannya terhadap Vincent, tentang permainan kucing-tikus yang menguras energinya. Tapi...
"Tidak apa-apa," jawabnya pelan. "Hanya proyek pribadi."
"Pierce-san," suara familiar itu membuat rahang Nathan mengeras. Vincent berdiri di samping meja mereka, wajahnya menampilkan keprihatinan sempurna. "Kau terlihat tidak sehat. Apa perlu kuantar ke UKS?"
Nathan bisa merasakan darahnya mendidih. Bagaimana bisa dia bersikap begitu peduli setelah semua permainan yang dia mainkan?
"Aku. Baik-baik. Saja," Nathan menjawab dengan gigi terkatup, setiap kata penuh penekanan.
"Kau yakin?" V memiringkan kepalanya dengan ekspresi khawatir yang membuat Nathan ingin memukulnya. "Sebagai ketua OSIS, aku merasa bertanggung jawab atas kesejahteraan semua siswa..."
"Cukup!" Nathan berdiri tiba-tiba, membuat Xienna terlonjak. Tangannya menggenggam pergelangan tangan Xienna. "Ayo pergi, Xienna."
"Eh? Tapi Nathan..."
"Kumohon," suara Nathan melembut saat berbicara pada Xienna, kontras tajam dengan nada dinginnya pada Vincent. "Aku butuh udara segar."
V mengamati saat Nathan praktis menyeret Xienna keluar kelas. Senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Frustasi, Pierce?" bisiknya pelan. "Tapi ini baru permulaan."
Di taman sekolah, Nathan akhirnya melepaskan tangan Xienna.
"Nathan, ada apa sebenarnya?" Xienna menuntut. "Kau bersikap aneh pada Vincent-senpai."
"Dia..." Nathan menghentikan dirinya. Tidak, dia tidak bisa membahayakan Xienna dengan melibatkannya. "Maaf, aku hanya... sedang sensitif."
"Kau tahu kau bisa cerita apa saja padaku, kan?"
Nathan menatap mata Xienna yang penuh ketulusan. Ya, dia tahu. Dan justru karena itu... dia harus melindunginya.
Di ruang OSIS, V mengetikkan pesan sebagai Shadows_Whisper:
"Kudengar temanmu Nathan terlihat tidak sehat hari ini."Xienna membalas beberapa saat kemudian: "Ya, aku khawatir padanya. Dia menyembunyikan sesuatu."
V tersenyum. "Terkadang orang menyembunyikan sesuatu untuk melindungi orang yang mereka sayangi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomansaPertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...