Bab 54 : Taman Bunga Mawar

6 1 0
                                    

Pagi itu, sinar matahari yang hangat menembus tirai putih di kamar Xienna, menciptakan pola-pola indah di lantai kamar. Ruby di leher Xienna berkedip tenang, memancarkan cahaya lemah namun stabil.

"Selamat pagi," sapa Xyon lembut, mengecup kening Xienna. "Bagaimana perasaanmu? Masih ada yang sakit?"

Xienna menggeleng pelan, matanya yang setengah terbuka mencoba tersenyum pada kekasihnya. Xyon membantu Xienna duduk bersandar pada tumpukan bantal, sebelum mengambil mangkuk sup hangat dari meja.

"Sup ayam dengan jamur," jelasnya sambil mengaduk sup itu perlahan. "Tabib bilang ini bagus untuk memulihkan tenagamu."

Dengan telaten, dia menyuapi Xienna. Setiap suapan penuh kesabaran dan kehati-hatian, memastikan Xienna tidak tersedak atau kelelahan.

"Pelan-pelan saja," bisiknya saat Xienna terbatuk kecil. "Kita punya banyak waktu."

Setelah sarapan, Xyon kembali ke meja kerjanya yang telah dia pindahkan ke kamar Xienna. Sesekali dia mengangkat wajah dari dokumen-dokumennya, memastikan Xienna baik-baik saja.

Waktu berlalu dengan tenang hingga sore hari. Xyon baru saja menyelesaikan dokumen terakhirnya ketika dia menoleh ke arah Xienna.

"Nah, pekerjaanku sudah selesai," dia tersenyum. "Apa ada yang kau butuhkan, sayang?"

Xienna tampak berpikir sejenak, sebelum tangannya yang lemah terangkat, menunjuk ke arah jendela yang menghadap ke taman mawar. Xyon mengikuti arah tunjukkannya, dan seketika wajahnya menegang.

Taman mawar... tempat dimana tragedi itu terjadi. Tempat dimana dia nyaris kehilangan Xienna selamanya. Kenangan tentang malam berdarah itu kembali membanjiri pikirannya.

"Kau... ingin ke taman?" tanyanya ragu, suaranya sedikit bergetar.

Xienna mengangguk lemah, matanya memohon. Ruby di lehernya berkedip lebih cerah, seolah menegaskan keinginannya.

Xyon terdiam sejenak, pertimbangan berkecamuk dalam benaknya. Bagaimana jika sesuatu terjadi lagi? Bagaimana jika ada yang mencoba menyakiti Xienna lagi?

Tapi melihat pandangan penuh harap di mata Xienna, hatinya luluh. "Baiklah," dia akhirnya mengalah. "Tapi dengan beberapa syarat."

Dia bangkit dan mengambil selimut tebal dari lemari. "Pertama, kau harus tetap hangat. Kedua, kita tidak akan lama di luar. Dan yang paling penting..." dia menatap Xienna serius, "kau harus berjanji untuk memberitahuku kalau merasa lelah atau tidak nyaman."

Xienna mengangguk bersemangat, ruby di lehernya berkedip-kedip gembira. Dengan hati-hati, Xyon membungkus tubuh Xienna dengan selimut sebelum menggendongnya dalam pelukannya.

"Pegangan yang erat," bisiknya, memastikan Xienna nyaman dalam gendongannya sebelum berjalan keluar kamar.

Sore itu sempurna untuk berkebun - matahari tidak terlalu terik dan angin bertiup lembut. Mawar-mawar merah bermekaran di sepanjang jalan setapak, menebar wangi yang manis.

Xyon memilih sebuah bangku taman yang teduh, mendudukkan Xienna dengan hati-hati di sampingnya. Matanya tak henti mengawasi sekeliling, siap menghadapi bahaya sekecil apapun.

"Indah, kan?" dia mencoba tersenyum, meski kecemasannya masih terlihat jelas. "Tukang kebun telah merawat mereka dengan baik selama kau... istirahat."

Xienna mengangguk pelan, matanya yang setengah terbuka berbinar melihat bunga-bunga di sekitarnya. Tangannya yang lemah terangkat, mencoba meraih kelopak mawar terdekat.

"Tunggu," Xyon dengan lembut memetik setangkai mawar yang sempurna, memastikan tidak ada duri yang tersisa sebelum memberikannya pada Xienna. "Ini untukmu."

Ruby di leher Xienna berkedip bahagia saat dia menghirup wangi mawar itu. Untuk sesaat, Xyon bisa melupakan ketakutannya, terpesona oleh senyum lemah namun tulus di wajah kekasihnya.

"Kau tau," dia berbisik, merangkul bahu Xienna dengan protektif, "mungkin sudah saatnya kita membuat kenangan baru di taman ini. Kenangan yang lebih indah."

Xienna menyandarkan kepalanya di bahu Xyon, tangannya masih menggenggam mawar pemberian kekasihnya. Ruby di lehernya berkedip tenang, memancarkan kedamaian yang sama dengan sore yang indah itu.

Meski ketakutan masih menghantuinya, Xyon tau dia harus belajar mengatasinya. Demi Xienna, demi senyumnya, demi kebahagiaannya. Karena terkadang, cinta berarti memberanikan diri menghadapi ketakutan terdalam kita.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang