Bab 196 : Tugas Baru

2 0 0
                                    

"Nah, selesai!" Xienna tersenyum puas melihat PR trigonometrinya yang sudah lengkap. "Ternyata lebih mudah kalau Aaron yang menjelaskan."

"Hmm..." Aaron mengetuk-ngetuk meja dengan jarinya. "Bagaimana kalau kita coba satu soal lagi?"

"Eh? Tapi PR-ku sudah selesai..."

"Satu lagi," Aaron mengambil kertas kosong dan mulai menulis. "Anggap saja... bonus dariku."

Xienna melirik soal yang ditulis Aaron dan langsung mengerutkan kening.

"I-ini..." dia tergagap. "Ini bukan trigonometri biasa! Ini... ini lebih rumit!"

"Calculus," Aaron tersenyum di balik topengnya. "Materi universitas. Coba kerjakan."

"Ta-tapi aku belum pernah belajar ini!"

"Coba lagi," Aaron mendekatkan wajahnya. "Atau...kamu akan dihukum."

Xienna menelan ludah. Dengan tangan gemetar, dia mulai mencoba mengerjakan soal itu. Tapi setiap rumus yang dia tulis sepertinya salah.

"Waktunya habis," Aaron mengambil kertas itu setelah lima menit. "Hmm... seperti dugaanku. Salah semua."

"Ti-tidak! Itu tidak adil! Aku belum pernah—mmph!"

Kata-kata Xienna terhenti saat Aaron tiba-tiba mencium bibirnya. Lembut, tapi menuntut.

"A-Aaron!" Xienna mendorong dada Aaron dengan wajah merah padam. "A-apa yang..."

"Hukumanmu," Aaron menyeringai. "Dan kurasa... aku suka menghukummu seperti ini."

"Bo-bodoh!" Xienna menutupi wajahnya yang semakin memerah.

"Ah, sudah hampir jam 6," Aaron melirik jam tangannya. "Sebaiknya kita bersiap untuk konser."

"Ko-konser?" Xienna masih belum pulih dari 'hukuman' tadi.

"Tentu. Atau kau lebih suka kuhukum lagi?"

"Ti-tidak! Aku akan siap-siap sekarang!" Xienna berlari ke kamarnya, diiringi tawa pelan Aaron.

Sejam kemudian, mereka sudah berada di Royal Opera House yang megah. Xienna mengenakan gaun biru malam pemberian Aaron, sementara Aaron tetap dengan setelan hitam dan topeng putihnya yang khas.

"Indah sekali..." Xienna terpesona melihat interior gedung opera yang mewah.

"Tidak secantik kamu," Aaron berbisik, menggandeng tangan Xienna menuju balkon VIP.

Lampu mulai dipadamkan, dan alunan musik klasik memenuhi ruangan. Xienna memejamkan mata, menikmati setiap nada.

"Mozart's Symphony No. 40," Aaron berbisik. "Favoritmu, kan?"

Xienna mengangguk pelan, masih terpesona dengan musik yang mengalun.

Di tengah simfoni, Aaron melingkarkan tangannya di pinggang Xienna, menariknya mendekat.

"A-Aaron?"

"Ssh... nikmati saja musiknya," Aaron berbisik. "Dan biarkan aku menikmati moment ini bersamamu."

Xienna tersenyum kecil, menyandarkan kepalanya ke bahu Aaron. Mungkin dia memang telah jatuh cinta pada pria possesif ini.

"Aaron?"

"Hmm?"

"Terimakasih untuk hari ini."

Aaron tidak menjawab, hanya mengeratkan pelukannya. Dan di bawah alunan Mozart, mereka tenggelam dalam dunia mereka sendiri.

'Mungkin menjadi milikmu tidak terlalu buruk,' Xienna membatin, menutup mata dan tersenyum.

Keesokan harinya

"Baiklah, saya akan membagikan hasil PR kalian," Bu Sarah, guru matematika, mengumumkan di depan kelas. "Dan... wow, ada yang mendapat nilai sempurna kali ini."

Xienna menahan senyum saat namanya dipanggil. Berkat bantuan Aaron, dia berhasil mengerjakan semua soal dengan benar.

"Bagaimana bisa?" Kathy berbisik dari bangku sebelah. "Biasanya kau selalu kesulitan dengan trigonometri!"

"Umm... ada yang mengajari," Xienna menjawab malu-malu.

"Baiklah anak-anak," Bu Sarah menginterupsi. "Hari ini kita akan mengerjakan proyek kelompok. Satu kelompok terdiri dari 5 orang..."

Xienna dan Kathy otomatis saling pandang, tersenyum. Mereka selalu satu kelompok sejak dulu.

"Kelompok 3: Xienna, Kathy, Lisa, Emily, dan... Marcus."

Jantung Xienna mencelos mendengar nama terakhir. Marcus? Siswa baru yang cukup populer itu?

"Hai," Marcus tersenyum ramah saat mereka berkumpul. "Aku Marcus. Senang bisa sekelompok dengan kalian."

Lisa dan Emily terkikik, jelas terpesona. Tapi Xienna hanya bisa tersenyum kaku.

Mereka berdiskusi sampai bel pulang berbunyi.

"Jadi... kita lanjutkan di perpustakaan?" Lisa mengusulkan.

"Setuju!" yang lain menjawab kompak.

Xienna merogoh ponselnya dengan gugup. Dia harus memberitahu Aaron...

"Halo..." dia berbisik pelan saat Aaron mengangkat telepon.

"Ada apa, sayang?" suara Aaron terdengar tenang.

"Umm... hari ini aku... tidak bisa pulang cepat. Ada tugas kelompok..."

Hening sejenak. Xienna bisa merasakan perubahan atmosfer dari seberang telepon.

"Oh?" nada Aaron berubah dingin. "Benarkah? Atau jangan-jangan... kau berbohong lagi?"

"Ti-tidak!" Xienna menjawab panik. "Sungguh! Aku benar-benar ada tugas kelompok!"

"Hmm..." Aaron terdiam sejenak. "Dengan siapa saja?"

"De-dengan Kathy..." Xienna menelan ludah. "Lisa, Emily, dan..."

"Dan?"

"...Marcus."

"Marcus?" suara Aaron menajam. "Laki-laki?"

"I-iya, tapi—"

"Jauhi dia." Aaron memotong dengan nada yang membuat Xienna bergidik. "Aku tidak ingin ada pria lain di dekatmu."

"Ta-tapi dia teman sekelompokku..."

"Pastikan kalian hanya membicarakan tentang proyek saja," Aaron mendesis. "Dan pastikan dia tidak mencoba mendekatimu. Atau..."

Xienna bisa membayangkan kilat berbahaya di mata Aaron di balik topengnya.

"Ba-baik..."

"Gadis patuh," nada Aaron melembut sedikit. "Jam berapa kau selesai?"

"Mu-mungkin jam 5..."

"Aku akan menjemputmu," ini bukan tawaran, tapi perintah. "Kirimkan aku lokasimu."

"Um..."

"Dan Xienna?"

"Y-ya?"

"Jangan coba-coba berbohong padaku lagi," suara Aaron terdengar berbahaya. "Kamu tahu jangan coba coba berbohong padaku, mengerti?"

Xienna bergidik mengingat 'hukuman' terakhir kali dia berbohong.

"Aku mengerti..."

"Itu gadisku. Sampai jumpa, sayang."

Telepon ditutup, meninggalkan Xienna dengan jantung berdebar kencang.

"Xienna!" Kathy memanggilnya. "Ayo ke perpustakaan!"

"I-iya!"

Sepanjang diskusi kelompok, Xienna berusaha keras menjaga jarak dengan Marcus. Bahkan saat pemuda itu mencoba mengajaknya mengobrol, dia hanya menjawab seperlunya.

'Maaf Marcus,' dia membatin. 'Tapi aku tidak mau membuat Aaron marah...'

Karena kemarahan Aaron Wintergale... adalah hal terakhir yang ingin dia lihat.

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang