Keesokan harinya, setelah 'perawatan intensif' selama beberapa hari, Xienna akhirnya diizinkan kembali ke sekolah oleh 'dokter pribadinya'. Aaron dengan telaten mempersiapkan segalanya sejak subuh.
"Nah," Aaron tersenyum lembut sambil mengancingkan seragam Xienna. "Hari ini pasienku sudah boleh kembali sekolah."
"A-aku bisa pakai baju sendiri..." Xienna mencoba protes dengan wajah merona.
"Ssh," Aaron menempelkan jarinya di bibir Xienna. "Pasien yang baik membiarkan dokternya mengurus semuanya'
Dengan gerakan lembut namun possesif, Aaron memandikan Xienna, mengeringkan rambutnya, memakaikan seragam, bahkan menyisir dan mengikat rambutnya. Xienna yang masih lemas setelah 'perawatan' beberapa hari terakhir hanya bisa pasrah.
"Sempurna," Aaron mengamati hasil karyanya dengan puas. “Sekarang semua orang akan melihat seberapa baik aku menjagamu.”
Xienna yang tidak mengerti maksud tersembunyi di balik kata-kata itu hanya mengangguk pelan.
Sesampainya di sekolah...
"Xienna!" jerit teman-temannya begitu melihatnya memasuki kelas. "Akhirnya kau masuk!"
"Ya ampun, kami sangat khawatir!"
"Kau sakit apa?"
"Kenapa lama sekali sembuhnya?"Xienna tersenyum lemah menghadapi rentetan pertanyaan itu. "A-aku sudah lebih baik kok..."
"Eh?" Mika, salah satu temannya, memicingkan mata. "Tunggu... ada apa dengan lehermu?"
Jantung Xienna berdebar kencang. "A-apa maksudmu?"
"Itu," Mika menunjuk. "Ada bercak merah di lehermu..."
Refleks, Xienna menyentuh lehernya. Dia tidak menyadari ada 'sesuatu' di sana karena tadi Aaron yang mempersiapkan segalanya.
"O-oh ini..." Xienna tergagap. "I-ini alergi obat! Ya, alergi!"
"Alergi?" Kathy, teman sebangkunya mendekat. "Tapi bentuknya aneh... seperti..." dia terdiam, wajahnya mulai merona saat menyadari sesuatu.
"Se-seperti apa?" Xienna bertanya gugup.
"Seperti..." Kathy berbisik sangat pelan. "Tanda ciuman..."
"A-APA?!" wajah Xienna langsung merah padam. "Bu-bukan! Ini benar-benar alergi!"
"Hmmm..." Sara, teman lainnya, mendekat dengan senyum jahil. "Tapi kok bentuknya mirip bekas gigitan ya?"
"Gi-gigitan?!" Xienna panik. "Ti-tidak mungkin! Ini efek samping obat!"
"Oh ya?" Emily menyeringai. "Ngomong-ngomong soal obat... siapa dokter yang merawatmu?"
"Pa-pasti dokter biasa!" Xienna mencoba mengelak.
"Benarkah?" Emily mengedipkan mata. "Bukan... Tuan Wintergale?"
Mendengar nama itu, wajah Xienna semakin merah. Dia teringat bagaimana Aaron 'merawatnya' selama beberapa hari terakhir...
"Bu-bukan seperti itu!" Xienna menggeleng keras.
"Oh?" Rin tersenyum penuh arti. "Kalau begitu... bisa jelaskan kenapa di lenganmu juga ada 'alergi' yang sama?"
Xienna baru menyadari lengan seragamnya tersingkap sedikit, menampakkan beberapa 'bekas perawatan' lainnya. Dia buru-buru menurunkan lengan bajunya.
"I-ini..." Xienna mencoba mencari alasan. "Ka-karena alerginya menyebar! Ya, menyebar ke seluruh tubuh!"
"Menyebar?" teman-temannya menatap curiga. "Dalam bentuk... gigitan?"
"Bu-bukan gigitan!" Xienna hampir menjerit. "Sungguh, ini hanya efek samping obat! Makanya aku tidak masuk beberapa hari..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...