Marcus melirik jam dinding perpustakaan - pukul 5 sore. Seringai tipis tersembunyi di balik senyum ramahnya saat melihat Xienna membereskan buku.
"Aku duluan ya," Xienna berpamitan dengan tergesa.
"Tunggu, Xienna!" Marcus tiba-tiba berdiri, menghalangi jalan Xienna. Tepat di dekat pintu perpustakaan.
"A-ada apa?" Xienna mundur selangkah, teringat peringatan Aaron.
Di kejauhan, sebuah mobil hitam berhenti di depan gerbang sekolah. Aaron keluar, bermaksud menjemput Xienna. Namun langkahnya terhenti saat melihat pemandangan di depan perpustakaan.
"Kenapa kau selalu menghindariku?" Marcus bertanya dengan suara keras, memastikan suaranya terdengar. "Padahal kita sudah berjanji akan bersama, kan?"
"A-apa maksudmu?" mata Xienna melebar. "Aku tidak pernah—"
"Oh, jadi kau lupa?" Marcus tersenyum sinis. "Lupa bagaimana kau memintaku menjadi kekasihmu minggu lalu? Lupa bagaimana kau bilang Aaron hanya mainanmu?"
"Ti-tidak! Aku tidak pernah mengatakan itu!"
Di kejauhan, Aaron mengepalkan tangannya. Aura gelap mulai menyelimutinya.
"Ahaha, lihat wajah panikmu," Marcus tertawa mengejek. "Ternyata benar kata teman-teman. Kau hanya gadis pembohong yang suka mempermainkan hati pria."
"Hentikan!" air mata mulai menggenang di mata Xienna. "Kenapa kau melakukan ini?"
"Kenapa?" Marcus menyeringai. "Karena aku ingin kau merasakan bagaimana rasanya dipermalukan. Bagaimana rasanya kehilangan kepercayaan orang yang kau sayangi."
"Ta-tapi aku tidak pernah—"
"DIAM!" Marcus membentak, membuat Xienna tersentak mundur. "Kau pikir aku tidak tahu? Kau yang membuat adikku dikeluarkan dari sekolah bulan lalu!"
"A-adikmu?"
"Raison Wilson. Kau melaporkannya karena menyontek, dan dia dikeluarkan dengan tidak hormat!"
Xienna terbelalak. Raison Wilson - siswa yang ketahuan menyontek saat ujian tahun lalu. Dia memang yang melaporkannya, sebagai ketua kelas saat itu.
"Itu... itu karena dia memang salah..."
"DIAM!" Marcus mengangkat tangannya, siap menampar.
GRAB!
Sebuah tangan mencengkeram pergelangan Marcus dengan kuat.
"Berani menyentuhnya..." suara dingin Aaron terdengar dari balik topeng. "Dan aku pastikan kau tidak akan bisa menggunakan tangan ini lagi."
"A-Aaron!" Xienna terisak.
"Cih, jadi ini pria bertopeng yang sering dibicarakan?" Marcus mencoba menyembunyikan getaran dalam suaranya. "Apa kau percaya pada gadis pembohong ini?"
"Apa kau pikir..." Aaron mengeratkan cengkeramannya hingga Marcus meringis kesakitan. "Aku tidak mendengar semua kebohonganmu dari tadi?"
"A-apa?"
"Aku sudah berdiri di sana sejak awal," Aaron mendesis. "Dan aku melihat bagaimana kau merencanakan semua ini."
Marcus memucat.
"Kau pikir aku tidak tahu tentang adikmu yang ketahuan menyontek? Tentang rencanamu membalas dendam pada Xienna?" Aaron menarik Marcus mendekat. "Aku tahu semua nya."
"Le-lepaskan aku!"
"Oh? Bukankah tadi kau sangat berani?" Aaron terkekeh dingin. "Sekarang... haruskah aku mengajarimu apa yang terjadi ketika seseorang mencoba menyakiti milikku?"
"Aaron..." Xienna menarik lengan Aaron pelan. "Sudah cukup..."
Aaron terdiam sejenak, sebelum melepaskan Marcus dengan kasar.
"Pergi," dia mendesis. "Sebelum aku berubah pikiran."
Marcus tidak perlu diperintah dua kali. Dia langsung berlari tunggang langgang.
"Dan kau..." Aaron berbalik pada Xienna yang masih terisak. "Kenapa tidak memberitahuku tentang ini?"
"A-aku tidak tahu dia kakak Raison..." Xienna menunduk. "Ma-maafkan aku..."
Aaron menghela napas, sebelum menarik Xienna ke dalam pelukannya.
"Gadis nakal," dia mengusap rambut Xienna lembut. "Kau tidak salah. Yang salah adalah mereka yang berani menyakitimu."
"Aaron..."
"Shh... Itu baik baik saja sekarang," Aaron mengecup dahi Xienna. "Aku disini. Dan aku akan selalu melindungimu."
Di balik air matanya, Xienna tersenyum. Mungkin Aaron memang possesif dan menakutkan... tapi dia selalu ada saat Xienna membutuhkannya.
"Ayo kembali," Aaron menggandeng tangan Xienna. "Aku akan membuatkanmu coklat panas."
"Um!" Xienna mengangguk, mengeratkan genggamannya pada tangan Aaron.
Karena di samping Aaron lah... dia merasa paling aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Obsesi sang vampir
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...