Bab 81 : Permintaan Manis Yang Tak Dapat Ditolak

3 0 0
                                    

Setelah sarapan yang menyenangkan dan godaan manis dari Xyon, Xienna memutuskan sudah saatnya untuk bangkit. Namun, saat kakinya menyentuh lantai marmer hitam di kamar Xyon, ia terkejut oleh dua hal - dinginnya lantai yang menusuk tulang dan rasa nyeri yang menyengat dari telapak kakinya.

Lantai di kamar Xyon memang berbeda. Terbuat dari marmer hitam kuno dengan ukiran-ukiran mistis, suhunya jauh lebih dingin dari lantai di kamar Xienna yang selalu dijaga hangat. Kombinasi antara dinginnya lantai dan bengkak di kakinya akibat sepatu hak tinggi semalam membuat Xienna kehilangan keseimbangan.

"Ah!" Xienna terhuyung ke depan, namun sebelum tubuhnya menyentuh lantai, sepasang lengan kokoh menangkapnya.

"Hati-hati, sayang," Xyon berbisik tepat di telinganya, membuat wajah Xienna merona. Senyum jahil terukir di bibir sang vampir saat ia menyadari posisi mereka - Xienna dalam pelukannya, begitu dekat hingga ia bisa menghitung bulu mata gadis itu.

"Sepertinya kakimu masih sakit," Xyon mengamati telapak kaki Xienna yang memerah. "Dan..." ia menambahkan dengan nada menggoda, "sepertinya kau sangat menikmati pelukanku."

Xienna berusaha mendorong dada Xyon, wajahnya semakin merah. Namun Xyon justru mengeratkan pelukannya.

"Tunggu," ujar Xyon tiba-tiba, nada suaranya berubah serius meski masih ada kilat jahil di matanya. "Aku... ada permintaan."

Xienna mendongak, menatap Xyon dengan pandangan bertanya.

"Tetaplah di sini," pinta Xyon, suaranya melembut. "Aku harus menandatangani beberapa dokumen penting, dan..." ia memberi jeda dramatis, "akan sangat membosankan jika harus melakukannya sendirian."

Xienna mengangkat alisnya. Tidak biasanya Xyon terdengar begitu... memohon?

"Please?" Xyon mengeluarkan ekspresi memelas yang tidak pernah ia tunjukkan pada siapapun selain Xienna. "Aku janji tidak akan lama."

Xienna menghela napas, tahu ia tidak akan bisa menolak permintaan Xyon jika vampir itu sudah mengeluarkan ekspresi seperti itu. Namun ia punya syarat. Tangannya bergerak membentuk isyarat, 'Baiklah, tapi aku duduk di sofa, bukan di pangkuanmu selama kau bekerja.'

Seringai tipis muncul di bibir Xyon. "Oh, sayang," bisiknya dengan nada yang membuat lutut Xienna lemas. "Itu tidak mungkin."

Sebelum Xienna sempat bereaksi, Xyon telah mengangkat tubuhnya dengan mudah. Dalam sekejap, Xienna mendapati dirinya duduk di pangkuan Xyon yang kini duduk di kursi kerjanya yang mewah.

'Xyon!' Xienna memprotes dengan isyarat tangannya, berusaha bangkit. Namun lengan Xyon yang melingkar di pinggangnya menahannya dengan lembut namun tegas.

"Sshhh," Xyon berbisik, menyandarkan dagunya di bahu Xienna. "Bukankah ini lebih nyaman? Lagipula, kakimu masih sakit. Dan lantainya dingin."

Xienna cemberut, tapi tak bisa membantah logika Xyon. Memang benar, pangkuan Xyon jauh lebih nyaman daripada sofa manapun. Dan kehangatan tubuh vampir itu terasa menenangkan.

"Nah," Xyon mengambil dokumen pertama dengan satu tangan, sementara tangan lainnya tetap memeluk pinggang Xienna. "Mari kita mulai."

Xienna akhirnya menyerah dan bersandar pada dada Xyon. Aroma cedar dan mint yang menguar dari tubuh vampir itu membuatnya merasa nyaman dan aman. Sesekali ia melirik dokumen-dokumen yang sedang ditandatangani Xyon, meski sebagian besar ditulis dalam bahasa kuno vampir yang tidak ia mengerti.

"Kau tahu," bisik Xyon di sela-sela pekerjaannya, "kurasa aku harus lebih sering mengajakmu ke kamarku. Pekerjaanku jadi terasa jauh lebih menyenangkan."

Xienna mencubit pelan lengan Xyon sebagai balasan, membuat vampir itu terkekeh geli. Namun diam-diam ia tersenyum, menikmati momen intim namun polos ini bersama kekasihnya.

Bersambung...

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang