Bab 117 : Perpisahan

4 0 0
                                    

Di tengah kebahagiaan itu, Xienna merasakan energi kehidupannya perlahan memudar. Senyumnya masih mengembang saat menatap Axel yang tertidur dalam pelukannya, tapi wajahnya mulai memucat.

"Xyon..." bisiknya lemah, tangannya yang mulai mendingin menggenggam jemari suaminya. "Waktuku... sudah hampir habis..."

Xyon merasakan perubahan itu. Kehangatan yang sempat kembali ke tubuh Xienna mulai menghilang. "Tidak... tidak, sayangku. Bertahanlah..." Air mata darah mengalir di pipinya.

"Kita tahu ini akan terjadi," Xienna tersenyum lembut, tangannya gemetar saat membelai pipi Xyon. "Air Mata Phoenix hanya memberi kehidupan sementara... cukup untuk melahirkan Axel..."

"Aku akan mencari cara lain!" Xyon berusaha bangkit, tapi Xienna menahannya.

"Tidak, cintaku..." Xienna menggeleng pelan. "Jangan... Aku sudah sangat bahagia. Bisa kembali sebentar... melihat putra kita lahir... merasakan pelukanmu sekali lagi..."

Xyon memeluk Xienna erat, mencium keningnya berkali-kali. Di antara mereka, Axel masih tertidur lelap, tidak menyadari momen perpisahan kedua orangtuanya.

"Dengarkan aku, Xyon..." Xienna berbisik, suaranya semakin lemah. "Jaga Axel... dia adalah bukti cinta kita. Ajari dia... tentang kebaikan hatimu... tentang cinta yang mengalahkan kematian..."

"Aku berjanji," Xyon terisak. "Dia akan tumbuh mengetahui betapa luar biasanya ibunya..."

Xienna tersenyum, matanya mulai berkaca-kaca. "Dan Xyon... jangan tenggelam dalam kesedihan terlalu lama. Axel membutuhkanmu... dia membutuhkan ayahnya yang kuat..."

"Bagaimana aku bisa..." Xyon tidak mampu melanjutkan kata-katanya.

"Kau bisa," Xienna membelai rambut perak Axel untuk terakhir kalinya. "Karena sebagian diriku akan selalu hidup dalam dirinya... dalam setiap tawanya... dalam matanya yang mewarisi keberanianmu..."

Cahaya di mata Xienna mulai meredup. "Aku mencintaimu, Xyon... selalu... selamanya..."

"Aku juga mencintaimu, Xienna... dalam hidup dan mati..."

Dengan senyum terakhir, Xienna menatap dua orang yang paling berharga dalam hidupnya. "Terima kasih... untuk semua keajaiban ini..."

Perlahan, mata Xienna terpejam. Tangannya yang menggenggam jari Xyon melemas. Tubuhnya kembali dingin seperti semula.

Xyon memeluk Xienna dan Axel erat, air mata darah membasahi wajahnya. Di luar, bulan purnama seolah meredup, ikut berduka. Para peri taman berhenti menari, cahaya mereka meredup menjadi biru pucat.

Axel kecil terbangun, matanya yang merah menatap ayahnya dengan polos. Tangannya yang mungil meraih wajah Xyon, seolah berusaha menghapus air matanya.

"Papa akan menjagamu," bisik Xyon pada putranya. "Demi Mama... demi cinta kami yang abadi..."

Malam itu, Xyon tetap duduk di sisi ranjang, mendekap erat istri dan putranya. Xienna mungkin telah pergi, tapi cintanya akan tetap hidup - dalam diri Axel, dalam setiap kenangan yang mereka bagi, dalam setiap hembusan angin yang membawa aroma mawar dari taman mereka.

Dan meskipun hatinya hancur untuk kedua kalinya, Xyon tahu ia harus tetap kuat. Karena dalam pelukannya, tidur seorang pangeran kecil - bukti nyata bahwa cinta mereka lebih kuat dari kematian itu sendiri.

"Selamat jalan, cintaku," bisik Xyon untuk terakhir kalinya. "Hingga takdir mempertemukan kita kembali..."

Obsesi sang vampirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang