.
「Nilai」
»–R–I–M–«
.
“Sampah.”
‘Tidak.’
“Bajingan egois.”
‘Tidak… tidak.’
“Monster jahat tak berguna, seolah-olah tidak cukup, kau juga jelek.”
‘Aku....’
“Aku......”
“Hyunsung.”
“Aku.... Aku….”
“Hyunsung?”
Whuuuusssssh!
“Hyunsung!”
“......”
“Apa kau baik-baik saja?”
“Aku… sekarang…”
“Kau kelihatan pucat… maaf semisal aku tidak sopan.”
“Tidak, tidak. Ya. Aku… sekarang…”
“Apa?”
“Di mana… di sini… Hah… Hah… Di mana kita…”
“Hyunsung, kau oke? Tunggu… tunggu.”
Waktu yang berjalan perlahan kini kembali normal.
Aku masih kesulitan bernapas, dan air mata terus mengalir dari mataku. Kepalaku sangat pusing sampai aku bahkan tidak berpikir kalau aku harus menyeka air mataku dengan tanganku.
Aku sekali lagi melihat sekeliling tapi aku tidak melihat apapun. Baik Kim Hyunsung dari ronde pertama dan Kim Hyunsung, yang berubah menjadi monster, menghilang.
Aku yakin saat dia meraih bahuku, rasanya pikiran dan tubuhku mulai tenang.
“Kurasa kita perlu mencari tempat untuk istirahat sebentar. Di dekat sini…”
Dia terlihat bingung.
“Tidak, kurasa sebaiknya kita pergi ke rumah sakit.”
Wajahnya terlihat mengandung desakan. Mungkin dia cemas.
“Apa kau baik-baik saja? Apa kau pusing?”
“Ya…”
“Hyunsung?”
“Ya, aku baik-baik saja. Kurasa aku akan baikan kalau aku beristirahat sebentar…”
Perlahan aku menatap orang di depanku, tapi aku merasa dia masih belum tenang.
Wajah yang menggigit bibirnya erat tampak marah dengan situasi saat ini.
Kupikir aku tahu apa yang membuatnya kesal. Aku yakin dia menyalahkan dirinya sendiri. Dia selalu melakukan itu.
“Maafkan aku.”
Tapi, dia tidak melakukan kesalahan apa pun.
“Aku tidak tahu persis situasinya yang kau hadapi, tapi maafkan aku karena tidak menyadarinya lebih awal. Aku tidak tahu sangat kesulitan.”
Dibandingkan dengan luka yang mungkin dirasakan Lee Kiyoung, masalah kecilku mungkin bukan apa-apa.
“Harusnya aku lebih.....”
Pria ini tidak perlu lagi berkorban.
“Ah… tidak. Aku tidak bisa…”
“Ya.”