Arc 4 Chapter 33 : Kebakaran Hutan

350 75 3
                                    

[???PoV]

Setelah mencari beberapa hari, akhirnya kami menemukan bukti-bukti keberadaan pasukan Kekaisaran yang mengacau di wilayah ini. Komandan pasukan kemudian memerintahkan kami untuk memasuki hutan.

Kami lalu menyebar menjadi beberapa tim untuk mencakup area pencarian yang lebih luas hingga mencapai satu setengah kilometer.

"Hoaamm ... Mengapa Komandan memerintahkan kita bergerak pagi-pagi sekali?"

"Kau benar, padahal kita sudah memblokade semua rute kabur mereka di hutan ini. Mereka tidak akan bisa kemana-mana selain pergi ke pegunungan yang mustahil mereka tembus bukan?"

Rekan-rekanku banyak yang mengeluh.

Sebenarnya aku juga merasa demikian. Total pasukan yang tergabung dalam operasi ini sebanyak 2.000 orang. Aku dengar jumlah musuh hanya berada dikisaran 150 hingga 200 orang saja.

Apakah perlu membawa pasukan sebanyak ini?

Peperangan kali ini sudah berlangsung hampir tiga bulan. Akan tetapi, aku mendengar kabar bahwa perkembangan di Front Barat maupun Front timur masih stagnan.

Jujur, aku tidak tahu banyak mengenai perang dan ini adalah peperangan pertama bagiku.

Pohon-pohon di sekitar sini semakin tinggi dan lebat semakin jauh kami masuk ke dalam hutan. Para warga biasanya hanya berburu dan mengumpulkan tanaman obat hanya sejauh lima kilometer saja ke dalam hutan.

Untuk itulah mengapa pohon-pohon di area ini lebih tinggi dari area yang sebelumnya kami lewati.

"Hey Tigre, mengapa kau melamun seperti itu?"

Tiba-tiba rekan yang berada di samping bertanya padaku. Dia adalah sahabatku sedari kecil—Gianco. Kami berdua berasal dari Desa Ostia yang berada tidak jauh dari hutan ini.

Saat ada perekrutan prajurit akibat peperangan, kami segera mendaftar. Hal ini dikarenakan setelah Presiden dan Dewan mengubah beberapa sistem yang ada berdasarkan arahan Nona Siena, para warga yang memiliki pengalaman mengabdi sebagai prajurit akan lebih diutamakan jika mendaftar sebagai pegawai negeri di Republik ini.

Gianco mengajakku mendaftar karena menurut prediksinya, fokus peperangan akan berada di wilayah barat dan aku tidak usah mengkhawatirkan akan mati muda dalam peperangan ini.

Akan tetapi, realita tidak seindah sebuah harapan. Peperangan menyebar bahkan ke wilayah timur ini dan kami harus ikut bertempur juga pada akhirnya.

"Maaf Gianco, aku hanya memikirkan tentang musuh-musuh kita nanti," jawabku padanya.

"Mereka hanya berjumlah 200 orang paling banyak sedangkan pasukan kita sepuluh kali lipat dari jumlah mereka!" seru Gianco percaya diri. "Tenang saja, kita pasti akan kembali ke Desa nanti malam setelah memberantas musuh-musuh di wilayah ini!"

Aku hanya tersenyum masam mendengar ucapannya itu.

Begitulah Gianco, selalu percaya diri dan penuh harap dalam setiap saat. Aku ingin memiliki setidaknya setengah dari kepercayaan diri yang ia miliki agar selalu berpikir positif di setiap waktu sepertinya.

"Tenang saja, Tigre. Jika ada musuh yang berani mendekatimu, aku aka—"

"Hmmm ... Gianco?"

Aku berhenti melangkahkan kaki, itu karena tiba-tiba suara dari Gianco terhenti tidak dapat menyelesaikan ucapannya barusan.

Menoleh ke belakang, aku melihat sebuah lubang cukup besar yang di dalamnya terdapat tubuh Gianco yang baru saja terjatuh ke lubang itu.

"Arrrgghh! Mengapa tiba-tiba tanahnya amblas!?" teriak Gianco. Ekspresinya terlihat menahan sakit dan mulutnya nampak mengeluarkan darah.

I'm a Villain In My Own Game?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang