[Siena PoV]
Di hadapanku saat ini adalah seorang pria berambut hitam berusia 18an tahun—tiga tahun lebih muda dariku. Tangannya terborgol dibalik punggungnya, nampak ekspresinya masih lemah karena kehilangan banyak darah saat bertarung denganku tiga hari yang lalu.
"Nona Siena, bagaimana aku bisa makan jika tanganku diborgol di belakang punggungku seperti ini?" keluhnya terdengar seperti anak-anak.
Di atas meja ini terdapat sebuah sandwich dan segelas air minum untuk pria di hadapanku.
Sebelumnya, saat aku hendak melakukan interogasi dan menanyakan sesuatu, pria ini hanya menjawab dengan suara perutnya kelaparan yang terdengar menyedihkan.
Aku menyetujuinya lalu meminta koki kapal membawakan makanan.
"Aku sudah memenuhi permintaanmu, sekarang kau malah tidak bersyukur akan kebaikanku ini," balasku padanya.
Mendengar kata-kataku, Raul mulai menempelkan pipinya ke meja. Mulutnya ia gerakan ke sana kemari untuk menggapai sebuah sandwich yang terletak di atas piring. Aku sengaja menaruhnya di tengah-tengah meja yang cukup jauh dari jangkauan pria berambut hitam ini.
Ekspresi yang sangat konyol ketika berusaha menggapai sandwich itu membuatku ingin tertawa.
Aku tahu seharusnya tidak memiliki perasaan seperti ini kepada orang yang telah membantai anggota-anggotaku. Akan tetapi, ini adalah perang. Jika tidak saling membunuh dan memanfaatkan kelemahan satu sama lain, apa yang harus kita lalukan untuk mencapai kemenangan?
Pasukan semua pihak terbunuh dalam peperangan ini. Untuk itulah, sentimen yang tidak perlu seperti ini seharusnya tidak mengacaukan pikiranku dalam mengambil keputusan.
Setelah beberapa menit, Raul menyelesaikan sandwich yang diberikan padanya.
"Aku tidak menyangka orang yang membuat 40.000 pasukan kesulitan hingga meninggalkan wilayah Timur Kekaisaran hanyalah seorang murid akademi," ucapku padanya.
Tidak hanya itu, walaupun pria ini masih berusia 18 tahun, namun pembawaan bertarungnya bagaikan seorang Ksatria yang telah ratusan kali melalukan pertarungan hidup dan mati. Dia juga dapat menggunakan sihir Reject Impact yang hanya sedikit orang bisa menguasainya di dunia ini.
Akan tetapi, saat bertarung denganku saat itu, aku tidak pernah melihatnya menggunakan Nature Mana maupun Prodound Codex-nya sama sekali. Apakah ada alasan tertentu dia tidak menggunakannya saat bertarung denganku?
"Nona Siena, kau mengatakan hal itu padaku tanpa bercermin terhadap diri sendiri," balasnya padaku. "Usiamu hanya berbeda tiga tahun dariku namun kau memiliki kekuatan setara atau bahkan melebihi seorang Grand Espada dan kecerdasanmu terkenal di seluruh benua ini karena berhasil merevolusi berbagai sistem yang ada di Republik Venetia maupun inovasi menakjubkan lainnya di negerimu."
Aku sedikit tertunduk mendengar ucapannya itu.
Semua pengetahuan yang kumiliki bukanlah murni dari hasil usahaku melainkan karena aku mengintip ingatan kedua wanita yang kehidupannya aku impikan saat mengalami koma beberapa tahun yang lalu.
Intinya, semua hal ajaib itu bukanlah murni dari usahaku sendiri.
Melihat pria itu kembali, kali ini aku memberinya sebuah tatapan tajam.
"Lalu, bagaimana kau bisa memasuki wilayah kami? Tidak mungkin kalian mendaki melewati pegunungan Montana dan tidak mungkin juga kalian melewati Hutan Mazovia yang berisi banyak hewan buas."
Rencanaku di wilayah timur Kekaisaran hancur olehnya karena tidak menyangka mereka bisa memotong suplai logistik untuk 40.000 pasukan Kerajaan Draconia.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm a Villain In My Own Game?
FantasyGenre : Isekai, Action, Adventure, Romance Tag : Isekai, Academy, Knight, Magic, Saint, Anti-Hero, Hated-Protaginost, Empire, Noble, Politic * Bukan Novel terjemah, ini Karya Orisinilku Asli Kalian bisa Support aku di link ini ya .... https://saweri...