2002; 1

634 106 17
                                    

"Jieun.. Jieun.. Kamu tuh makanya kalau cari teman yang benar, masa punya teman pengedar narkoba."

Jieun hanya mendengus sebal, seraya menyusuri jalanan di sekitar Universitasnya. Matanya sesekali membaca selembaran atau sebuah poster mengenai hunian kosong untuk mahasiswa.

Memang benar apa yang dikatakan seseorang dibalik teleponnya. HyesunㅡTeman Jieun yang ditangkap polisi sebagai tersangka pengedar narkoba itu juga merupakan teman satu kamar kost-annya. Tentu saja karena itu juga Jieun tak bisa kembali ke kost miliknya karena sudah di kepung oleh beberapa mobil polisi dan media.

"Jangan meledekku, bu. Kalau anak tunggal ibu ini ikut terjerat memangnya ibu dan ayah sanggup tinggal berdua saja?" Ketus Jieun.

Jieun dapat mendengar suara tawa sang ibu yang renyah di sebrang sana. Sudah pasti ibunya itu tengah mengolok-oloknya bersama teman-teman arisannya.

"Sudah ah, ibu tidak memberi saran apapun." Ujar Jieun.

"Jangan cari yang mahal ya, nak." Kekeh Sora.

"Cih, memang kenapa kalau mahal hah? Hotel ayah dan ibu kan masih 20 lantai, belum turun menjadi 10 lantai." Ketus Jieun.

Sora tertawa semakin geli. Anak tunggalnya itu memang selalu saja membuatnya tertawa ketika tengah emosi.

"Kabari ibu kalau sudah dapat tempat tinggal atau kalau kamu tengah memilih tempat tinggal." Ujar Sora.

"Iya bu iya, aku pasti telepon ibu."

Kini Jieun memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Kakinya masih melangkah tanpa tujuan, menyusuri jalan-jalan kecil diantara cafe di pinggiran jalan Itaewon.

Bahkan dirinya sendiri masih bingung kenapa dia memilih Itaewon sebagai kota tempatnya menuntut ilmu dibandingkan dengan Seoul. Jika dibilang menyesal, tentu saja. Tapi apa gunanya menyesal jika dirinya hanya tinggal beberapa semester lagi berada di kota ini.

"Tujuh ratus ribu won." Gumam Jieun, merapalkan jajaran angka yang terdapat pada sebuah selembaran yang ia ambil pada toko toserba.

Setelahnya ia berdecak sebal. Tentu saja itu hampir 2x lipat dari harga kost-kostan sebelumnya.

Kakinya melangkah masuk ke dalam toserba tersebut dan langsung menuju mesin pendingin untuk menyegarkan tenggorokannya.

"Paman, tahu tidak tempat tinggal sewa yang murah dimana?" Tanya Jieun pada seorang pria yang tengah menjaga kasir disana.

"Coba lihat disini."

Jieun mengambil selembaran yang diberikan kasir tersebut. Setelahnya ia kembali keluar dari toserba. Membaca perlahan kalimat demi kalimat yang ada disana. Ia dapat melihat terdapat daftar beberapa rumah sewa beserta harganya perbulan. Mulai dari yang murah hingga yang benar-benar mahal.

"Wow, satu juta won per bulan?" Gumam Jieun.

Jarinya kini sibuk mengetikan kata kunci pada ponselnya. Merasa penasaran seperti apa hunian seharga satu juta won itu.

"Tidak heran harganya segini, memang ini terletak di dekat apartemen dan juga Universitas." Gumam Jieun.

"Wah, dua ratus ribu won?" Gumamnya lagi seraya kembali melakukan hal yang sama, yaitu mencari nama tempat tinggal sewa itu di ponselnya.

Setelah mendapat hasil dan melihat gambarnya, Jieun menghela napas panjang. Bukan hunian yang sesuai dengan yang ia inginkan, melainkan sebuah kamar kosong tanpa kasur dan lemari juga kamar mandi yang digunakan bersama. Jujur saja, Jieun tidak bisa menggunakan kamar mandi bersama apalagi dipakai oleh lebih dari tiga orang. Kecuali keluarganya sendiri.

-VIU SERIES-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang