2002; 2002

330 93 4
                                    

Sebuah taman kota di penghujung musim gugur sepertinya menjadi tempat favorit bagi warga Seoul untuk menghabiskan liburan. Cuaca yang tidak terlalu panas, sepoi angin yang seolah mengajak bermain dan dedaunan yang menambah cantik sisi jalanan.

"Ma, aku mau kesana!"

Teriakan itu sepertinya berhambur dengan bising di sekitar taman. Menjadi suara-suara samar tak terdengar oleh kedua pasangan yang menginjak umur pertengahan 30-an.

Anak perempuan dengan dress setinggi lutut serta rambut yang diikat ke belakang itu kini berlari ke sebuah pohon besar. Sebuah pohon yang sudah menarik perhatiannya sejak dirinya pertama kali datang ke taman kota.

Sebenarnya tidak ada yang menarik dari pohon itu selain batangnya yang besar serta daunnya yang hijau lebat juga bagian bawah pohonnya yang tampak rata dengan dedaunan cokelat yang jatuh berguguran. Gadis itu bersandar kemudian pada pohon besar itu. Menikmati angin yang dengan bebas menerbangkan helai rambutnya.

Riuh suara beberapa pengunjung tampaknya tak ia pedulikan. Gadis mungil itu masih duduk di posisinya hingga seseorang menarik rambutnya dengan sengaja dari balik pohon.

"Siapa kamu?"

"Kamu yang siapa?"

"Aku bertanya lebih dulu."

"Tapi aku sampai disini lebih dulu."

Keduanya menghela napas panjang. Menatap wajah masing-masing dengan perasaan kesal.

Lantas gadis itu kembali bersuara setelah ia berdiri. "Kamu menarik rambutku tadi!"

Anak laki-laki yang seusia dengannya itu kini bangkit dari duduknya. Mengambil langkah maju pada seorang gadis yang lebih tinggi darinya beberapa centimeter.

"Iya, aku menarik rambutmu. Lantas apa?"

"Harusnya kamu meminta maaf."

"Kenapa harus? Kamu yang datang ke tempatku."

"Memang taman ini punyamu?"

"Bukan. Tapi pohon ini aku yang menanam!"

"Memang aku percaya?"

"Ya kalau tidak percaya tidak apa. Aku hanya memberitahu."

"Tapi kamu harus tetap meminta maaf karena sudah menarik rambutku."

Anak laki-laki itu mengangkat bahunya. Kembali ke posisi duduknya dan memejamkan matanya disana.

"Sebentar, sepertinya aku pernah melihatmu."

Gadis itu berjalan maju, berjongkok di depan anak laki-laki yang tengah memejamkan matanya di bawah pohon.

"Kamu kan anak kelas B, iya kan?"

"Kamu memang siapa?" Ujar anak laki-laki dengan santai. Tanpa membuka matanya.

"Ak--"

"Tidak usah, aku tidak ingin tahu siapa namamu."

"Cih."

"Kalau mau duduk boleh saja. Sudah aku izinkan."

Setelah berperang melawan egonya, gadis itu akhirnya duduk di samping anak laki-laki yang tengah memejamkan mata. Menatap sesekali pada anak laki-laki yang sepertinya tidak peduli dengan kehadirannya di bawah pohon yang sama.

"Ompong."

"Heh, ompong." Ulang si anak laki-laki.

"Kamu memanggilku?"

"Iya lah, siapa lagi disini yang ompong selain kamu?"

Gadis itu menggeram kesal. Mengambil segenggam daun dan melemparkan asal pada wajah anak laki-laki di sampingnya. Hingga terdengar dengusan sebal dari si korban.

-VIU SERIES-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang