Coin in Case; 15

210 61 3
                                    

Sorot cahaya bulan menjadi satu-satunya sumber penerangan yang dilihat oleh Jieun ketika matanya mulai terbuka perlahan. Kepalanya yang merasa pening hingga rasa ngilu disekujur tubuhnya ini sontak memutar memori otaknya beberapa waktu lalu.

Malam tadi, Jieun ingat betul jika dirinya tengah meminta izin untuk ke kamar mandi karena merasa ada yang tak beres dengan perutnya. Rasa sakit dan juga rasa mual yang terus dialaminya sejak makan malam itu seolah mengganggu dirinya.

Seraya memegangi perutnya dan juga tubuhnya yang merasa lemas akibat rasa sakit yang begitu menguras tenaganya, Jieun dapat mendengar ada orang lain yang masuk ke dalam toilet setelah dirinya mendengar sebuah suara yang tak bisa ia pastikan.

Matanya terbuka lebar kala sosok Jason berada diambang pintu bilik toilet. Memandanginya dengan seringai yang sangat menyeramkan dan menggendongnya dengan enteng.

Sepanjang jalan Jieun hanya melihat seorang petugas polisi yang membiarkan keduanya keluar dari tahanan sementara beberapa polisi lainnya yang bertugas tengah tertidur.

"LEPAS!!"

Sekuat tenaga Jieun meronta, berteriak, memukul tubuh Jason. Tapi nihil karena tenaganya sangat tidak bisa dibandingkan dengan tenaga Jason. Hingga disinilah ia berakhir.

Matanya menyusuri sebuah ruangan yang mungkin hanya berukuran 2x2 meter, mirip sebuah kamar kecil lengkap dengan kasur lantai dan sebuah meja rias di dekat pintu. Matanya kembali menatap ke arah jendela, melihat bulan yang begitu bulat hingga cahayanya dapat menembus ke dalam ruangan tersebut.

"Kau harus membunuhnya, Jason!"

"Aku tidak bisa!"

"Kenapa? Kau mencintainya? Iya?"

Jieun memeluk lututnya, seluruh rasa takut dalam dirinya kini seolah menjadi perangkap untuk dirinya sendiri. Ia sadar jika dirinya lah sosok yang akan menjadi mayat dalam pembicaraan itu.

Nyali Jieun tidak ciut, hanya saja ia tak bisa berbuat banyak dengan keadaannya sekarang. Bahkan tubuhnya masih belum pulih dan keringat masih terus mengalir membasahi hampir seluruh tubuhnya. Kini ia sadar jika ada yang tidak beres dengan makan malamnya.

Jieun kembali pada posisi semula, berpura-pura hilang kesadaran dan menantikan siapa yang akan muncul di balik pintu berwarna putih itu.

"Kita berangkat ke Irlandia dalam dua minggu, Ji."

Suara yang sangat dikenal Jieun itu kini menginterupsi indera pendengarannya. Jantungnya seolah akan jatuh saat itu juga, meski sudah tiga bulan sejak sidang terakhirnya Jieun masih tidak percaya jika pelakunya adalah Jason. Seseorang yang sangat dikenalnya. Sosok pria yang selalu menjadikannya ratu.

"Aku sudah membuat semua berkas dan identitas palsu milik kita. Kita akan tinggal disana dengan bahagia, Ji."

Mata Jieun terbuka, dirinya kini menatap lurus pada sosok pemuda yang tengah bertumpu pada ujung jari kakinya.

"Ji, kenapa dengan tatapanmu?"

Jason mendengus, mengusap rambut Jieun pelan dan kembali berujar. "Kau tak pernah melihatku dengan tatapan jijik seperti itu."

"Apa yang kau rencanakan, Lim Jason?"

Pria itu meraih tangan Jieun, mengecup singkat punggung telapak tangan Jieun dan kembali menyisir singkat rambut Jieun.

"Kehidupan bahagia kita di Irlandia. Aku melakukannya untukmu, Ji."

Jieun meludah ke samping kirinya, mengusap bibirnya singkat dan kembali berujar dengan nada seolah dirinya tengah merasa jijik. "Aku tidak mau menghabiskan sisa hidupku dengan pembunuh sepertimu."

-VIU SERIES-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang