Pemuda dengan kaos hitam polos serta celana bahan bermotif kotak ini tengah sibuk di depan laptopnya. Meja kerjanya tampak berantakan dan juga hasil foto yang digantung di sembarang tempat.
Maklum saja, ruangan yang hanya berukuran tidak lebih dari 3x2m ini bahkan sudah tidak cukup untuk menyimpan berbagai hasil karya menakjubkan milik Kim Taehyung.
Suara decitan pintu yang terbuka membuat pemuda itu menoleh, tersenyum lebar kala sosok pemuda dengan topi dan jaket padingnya itu memasuki area studio kecil miliknya.
"Hoy! Jimin!" Teriak Taehyung antusias.
Jimin mengedar tatap, sangat tak menyangka alamat yang akan ia datangi, sebuah studio foto yang selalu dibanggakan sahabat kecilnya itu hanya seukuruan kamarnya.
"Doakan saja agar bisa menyewa studio foto yang lebih besar dari ini." Ujar Taehyung. Suaranya tak tampak sedih atau pilu, bahkan terdengar kekehan singkar dari pemuda yang kini sudah menutup laptopnya dan berjalan menghampiri Jimin.
"Tante Kim dimana?" Tanya Jimin.
Taehyung duduk di salah satu sofa kecil di samping Jimin. "Di rumah. Bunda selalu bertanya tentangmu."
Jimin terkekeh. "Anak tante Kim kan aku. Kau keras kepala sih."
Taehyung ikut terkekeh. "Jim, akan menyeramkan jika kepalaku tidak keras."
Kini kedua pria itu terkekeh. Menikmati sebotol kopi instan yang diambilkan Taehyung beberapa menit lalu.
"Bagaimana pekerjaanmu di Busan?" Tanya Taehyung.
"Kau tahu, proyek yang aku kerjakan ini proyek besar, Kim."
Taehyung menaruh botol kopinya di meja. Ia paham betul, Jimin akan berbicara serius jika sudah memanggil nama depannya.
"Proyek besar bagaimana?" Tanya Taehyung.
"Aku ditunjuk sebagai arsitektur sebuah gedung pameran kesenian untuk yayasan amal." Ujar Jimin.
"Wah? Kesenian bagaimana? Pameran?" Tanya Taehyung.
Jimin mengangguk antusias. "Benar, gedung untuk pameran. Aku beri potongan 30%." Ujar Jimin.
"Untuk amal?" Tebak Taehyung yang langsung mendapat anggukan cepat dari Jimin.
"Kau tahu sendiri, kita berdua berada di yayasan amal yang sama. Amal sekecil apapun akan sangat berharga bagi anak seperti kita, Kim."
Taehyung mengangguk setuju. Benar, Park Jimin si peri kecil yang selalu mengajarkan Taehyung untuk beramal sedikit apapun itu.
"Lain kali kita main kesana. Ternyata lokasinya dekat dengan yayasan kita, Kim."
Taehyung kembali mengangguk. Menyandarkan tubuhnya pada sofa kecil.
"Kau pasti berpikir kapan bisa beramal sepertiku, ya?"
Taehyung mengangguk pelan.
"Kim Taehyung, beramal tak harus dengan materi. Bahkan senyum juga termasuk amal."
Taehyung tak menjawab. Matanya menatap lurus ke arah langit-langit.
"..Jim, pilihanku dulu tidak salah kan? Maksudku fotografer. Bekerja hanya dengan ilusi optik. Hasilnya bahkan tidak nyata seperti hasil pekerjaanmu."
"Taehyung, foto itu penting. Salah satu tempat kita menyimpan memori, mengabadikan kenangan dari hal-hal di hidup kita. Foto bahkan lebih berharga karena menyimpan berjuta kenangan." Jelas Jimin.
"Augh, lihat siapa yg berbicara." Taehyung terkekeh.
"Jadi apa tujuanmu kesini?" Ujar Taehyung lagi setelah meneguk habis kopi miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
-VIU SERIES-
FanfictionBerisi Long Story VIU yang lebih dari 10 sub chapter. Masing-masing chapter bisa berbeda genre. Hope y'all like it!