"Hai, Mr.Park?"
Jika gila adalah nama tengah Kim Taehyung, lantas haruskah gila juga menjadi nama awalan Jieun setelah marganya?
Suara Jieun mengalun begitu lembut di bilik privat sebuah restoran ternama di pusat kota. Matanya tertuju pada satu sosok yang tengah duduk seorang diri dengan setelan jas navy yang semakin terlihatnya gagah.
"Hai, nona Lee?"
Jieun terkekeh pelan. Sudah berapa lama ia tak mendengar dirinya dipanggil nona oleh seorang pria seperti ini?
"Jieun. Panggil Jieun saja, aku tidak biasa dipanggil nona."
Seojoon tertawa pelan. Ia beranjak dari kursinya berjalan menuju kursi Jieun dan menarik kursi di sebrangnya untuk kemudian Jieun duduki. Sangat sopan dan terlihat lebih gentlemen untuk ukuran pria metropolitan di pusat kota.
"Wow, tidak perlu repot."
Seojoon menggeleng pelan setelah beberapa kali ia berucap jika itu adalah bentuk sopan santun yang diajarkan kedua orang tuanya.
"Mau pesan sekarang? Biar aku panggilkan pelayan."
Jieun mengangguk setuju, lantas melihat membuka buku menu yang ada di atas meja. Melihat jajaran menu mewah dengan harga selangit yang ditawarkan disana.
"Apapun yang anda pesan, tuan Park."
Seojoon tertawa pelan. "Santai saja, Jieun. Kau bisa pakai bahasa nonformal."
Keduanya kembali terkekeh bersama. Jieun seperti dirinya yang lain jika bersama pria selain Taehyung. Ia akan menjadi sosok wanita anggun nan penurut di depan pria lainnya. Entahlah, mungkin ia memang sudah benci pada Taehyung sejak awal bertemu.
"Jadi bagaimana mengenai pekerjaan kita?"
Jieun menelan salivanya dengan paksa. Ia lupa jika tujuannya kesini adalah untuk membicarakan pekerjaan dengan Seojoon.
"Ah ya, managerku memberi saran untuk bekerja sama denganmu."
Seojoon mengangguk pelan. "Jadi kita mulai darimana?"
Keduanya mulai membicarakan mengenai kerjasama yang baru hari ini mereka bicarakan dan rencanakan. Mengenai dua buah perusahaan yang akan membuat satu produk furniture lengkap untuk rumah minimalis yang kini sedang trendi dikalangan banyak orang.
Mulai dari produk apa yang akan mereka buat, desain sampai pemilihan warna yang cocok dan banyak digemari sekarang mereka bahas dengan sesekali bersenda gurau. Pembawaan Seojoon yang dewasa juga terkadang humoris ini mampu mengembangkan tawa Jieun hingga menggema di sebuah bilik restoran yang tak cukup luas itu.
Perangai Jieun sebagai seorang CEO wanita yang keras kepala dan enggan untuk dikendalikan nyatanya kini sudah menemukan remot kendalinya; Park Seojoon yang dengan mudah mengontrol dirinya. Seperti remot tv yang dapat memilih chanel mana yang sebaiknya diperlihatkan.
Mata Jieun bahkan sesekali tak bisa lepas dari pesona Seojoon yang terus menerus membuat kedua matanya ingin melihatnya lagi dan lagi. Garis rahang serta kedua alisnya yang tergambar begitu rapih seperti lukisan itu sempat membuatnya terkagum.
"Temanku ada di sekitar sini, boleh dia ikut bergabung?"
Seojoon tertegun, melihat raut wajah Jieun dan kemudian mengangguk singkat.
"Boleh saja, untuk menambah relasi juga."
Jieun terkekeh pelan. "Mungkin anda mengenalnya, tuan Park."
Bibir Seojoon membulat sempurna, penasaran dengan sosok 'teman' Jieun yang dikenalnya. Jika ia bisa menebak, mungkin dirinya akan menebak Woosik sebagai teman Jieun. Pria itu lebih memiliki banyak kenalan CEO daripada dirinya dan si bungsu Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
-VIU SERIES-
FanfictionBerisi Long Story VIU yang lebih dari 10 sub chapter. Masing-masing chapter bisa berbeda genre. Hope y'all like it!