Scarlet Heart; seoul - 3

146 36 9
                                    

"Oke, mari kita mulai pertanyaannya. Aku akan mulai satu persatu, agar kau tidak bingung."

Jieun sudah selesai dengan urusan dapur dan urusan perutnya. Kini baik ia dan Hansung sudah berada di ruang tengah. Duduk berhadapan di atas karpet dengan buku kecil yang ada di depan Jieun.

"Jadi, siapa namamu?"

Pria di depannya itu tidak menjawab malah melemparkan tatapan tidak suka pada Jieun. Seraya meletakkan tangannya diatas meja, ia lebih memilih memainkan vas bunga di depannya dengan jari telunjuk.

"Halo? Kau bisa mendengarku kan?"

Ya, Hansung memang tidak bicara pada Jieun sejak keduanya makan bersama beberapa menit lalu. Sejak pertanyaan-pertanyaan Hansung tak mendapatkan jawaban dari Jieun atau dari sebelumnya saat dirinya diikat dengan scraf dan mulutnya ditutup dengan lakban oleh gadis yang bahkan tubuhnya lebih kecil darinya.

"Aku tidak mau duduk di bawah. Aku ini raja." Ujar Hansung.

Jieun mendecak sebal, lantas ia berujar. "Yasudah, ayo duduk di sofa."

Saat Jieun hendak bangun dari duduknya, bahunya ditahan oleh Hansung dan terdengar suara beratnya. "Kau di bawah saja. Kau bilang kan kau bukan Haesoo."

Jieun kembali mendecak sebal. Sebenarnya siapa pemilik rumah yang sedang ia tempati saat ini sampai dirinya harus menuruti perintah pria sinting di depannya.

Akhirnya Jieun mengalah. Membiarkan pria bernama Hansung itu duduk di sofa dengan kakinya yang disilangkan. Ah, tentu saja ia masih mengenakan pakaian tradisional yang terlihat berat itu.

"Oke, siapa namamu?"

"Kau harus memanggilku Yang Mulia baru aku akan menjawab semua pertanyaanmu."

Lagi-lagi Jieun mendengus. Kesabarannya benar-benar sudah diujung tanduk. Bahkan jika dirinya mau, bisa saja pria di depannya ini ia masukkan ke dalam rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan.

"Baik Yang Mulia. Jadi siapa nama anda dan darimana anda berasal?"

"Kim Hansung, aku raja ke-12 Daejon. Dan aku berasal dari zaman kerajaan yang berbeda dengan zaman yang sekarang kau tinggali."

"Oke, jelaskan dengan singkat zaman yang dimaksud tadi." Ujar Jieun seraya bersiap dengan penanya, tentu saja ia harus menuliskan apapun yang dikatakan narasumbernya. Ya, Jieun juga sudah merekam percakapan mereka dari awal. Bukankah itu yang dilakukan semua jurnalis saat melakukan wawancara?

"Semuanya berbeda dengan disini. Di tempatku tinggal semuanya masih terlihat sangat sederhana, tidak ada perlatan masak seperti yang kau punya dan juga tidak ada besi-besi besar yang berlalu lalang di jalanan."

"Semuanya tampak berbeda. Tidak ada jalanan sebagus jalan yang semalam aku lihat. Masih banyak pohon dan bukit-bukit bahkan masih banyak hewan liar yang berkeliaran."

Jieun menghentikan kegiatan menulisnya. Ia memperhatikan pria di depannya yang sedang bercerita, bahkan ia tak melihat kebohongan disana. Semuanya terlihat nyata dan benar-benar dialami oleh pria itu.

"Setiap hari dari aku kecil bahkan kami tidak pernah tidur nyenyak. Selalu ada peperangan dan selalu ada serangan mendadak. Banyak orang terbunuh di hutan-hutan atau tak jarang mayatnya ditemukan di sungai."

"Ah, aku tidak melihat sungai disini." Jedanya seraya berpikir beberapa detik.

"Siapa raja sebelum dirimu?" Tanya Jieun.

"Kim Namjoon, beliau adalah Hyung-ku nomor dua. Beliau berhasil mewariskan tahta dari ayah." Jelasnya.

Jieun sontak beranjak, berjalan dengan terburu ke arah rak buku di kamarnya. Lantas ia kembali dengan membawa buku besar yang amat sangat lusuh.

-VIU SERIES-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang