Sugar Daddy; KTH (1)

2.9K 255 33
                                    

Angin malam yang dengan bebasnya masuk ke dalam rumah sederhana milik keluarga Lee ini tak segan untuk sesekali menerbangkan surai hitam gadis yang tengah duduk di ambang pintu. Memegang beberapa lembar koran lengkap dengan bolpoinnya.

Sesekali mata hitam itu melirik kearah jam dinding yang terletak tak jauh darinya. Jari-jarinya kembali merapihkan surai hitamnya yang sesekali menghalangi penglihatannya.

Matanya kembali fokus pada koran. Pada bacaan 'lowongan pekerjaan part time/fulltime' di beberapa halaman koran yang ia pegang.

Tangannya tak segan untuk mencoret hampir seluruh nama restoran atau cafe yang tertera disana.

"Ayah akan biayai kuliah dan sekolah kalian. Tapi jangan ganggu hidup ayah. Anggap kita tak saling kenal."

Kata-kata itu kembali terngiang ditelinga Jieun. Kalimat dari orang yang selalu membanggakannya saat sang ibu masih ada. Orang yang selalu ia jadikan tipe ideal untuk pasangan hidupnya kelak.

Jieun mengusap air matanya. Bangkit dari duduknya dan menutup pintu rumahnya.

"Tabungan ibu." Gumam Jieun.

Ia lantas mengambil langkah besar menuju kamar ibunya yang kini sudah menjadi kamarnya. Membuka lemari dengan sangat perlahan dan mengambil sebuah buku kecil berbentuk persegi panjang.

Jieun menghitung jumlah kebutuhan hidupnya dengan sang adik. Mengira-ngira kebutuhan makan serta beberapa kebutuhan lainnya.

"Hanya cukup sampai dua bulan ke depan." Gumamnya pelan.

Jieun memeriksa ponselnya. Melihat notifikasi pada ponselnya seraya sibuk mencari salah satu kontak di ponselnya.

"Halo ka?"

Jieun diam sebentar. Ponselnya ia jauhkan dari telinganya setelah mendengar suara musik yang amat sangat kencang merasuki indera pendengarannya.

"Ka minyoung?" Panggil Jieun sedikit berteriak.

Panggilan terputus.

Jieun menghela napas panjangnya. Menyambar jaketnya yang berada di kursi meja belajarnya dan beberapa lembar uang sisa upah kerjanya minggu kemarin.

Ia melangkah menuju kamar sebelahnya. Melihat sang adik yang tengah belajar itu kini menatapnya singkat.

"Ada apa, ka?" Tanya Jihwan.

"Kakak akan ke toserba di pertigaan sebentar, kau mau ikut?"

Jihwan menggeleng. "Aku sedang mengerjakan pr-ku. Besok dikumpulkan."

"Baiklah, ingin nitip sesuatu?" Tanya Jieun.

"Strawberry uyu."

Jieun terkekeh. Benar, sedewasa apapun sikap Jihwan ia masih seperti bayi bagi Jieun.

"Baiklah. Kunci pintu." Ujar Jieun.

"Kakak saja kunci dari luar. Aku sedang sibuk." Teriak Jihwan.

Jieun terkekeh. Kembali membuka pintu dan menguncinya. Beruntung, Jihwan bukan tipe anak yang manja meski terkadang cengeng ketika teringat sang ibu.

Jihwan, Lee Jihwan. Satu-satunya alasan dan harapan Jieun untuk tidak menyerah. Satu-satunya semangat Jieun dalam melakukan apapun didalam hidupnya.

Jieun melihat jam di ponselnya. Tepat jam 9 malam. Ia ingat ada janji untuk bertemu seseorang.

"Aku sudah di depan toserba, kak." Ujar Jieun.

Jari-jarinya tampak saling beradu satu sama lain. Wajahnya menoleh ke segala arah hanya untuk mencari seseorang yang akan ia temui.

Sudah hampir dua kali Jieun bangkit dari duduknya dan duduk lagi untuk menghilangkan rasa gugup.

-VIU SERIES-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang