"Udah semua kan? Yuk Kis, langsung ke parkiran aja" ajak Alvent.
Dirinya hanya mengangguk lalu mulai melangkah mengikuti seniornya itu. Mereka menuju ke parkiran lebih dulu karena Kido masih menunggu Bona yang masih belum selesai bersiap-siap. Saat dirinya telah memasukkan kopernya ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobilnya, Kido dan Bona baru saja tiba di parkiran.
"Si Ahsan beneran nggak ikut, Bon?" ia bisa mendengar suara Alvent dari samping mobilnya.
"Iya, koh. Anaknya udah lagi tidur tuh. Katanya tadi kecapean banget, makanya males ikut" jawab Bona.
"Udah bosen ditraktir kali itu anak" canda Kido, sambil masuk ke dalam mobilnya. Membuat Alvent nyengir.
"Udah mulai banyak duit kali ya, makanya udah nggak sesemangat dulu kalo ditraktir senior" timpal Alvent.
"Ya nggak gitu juga, koh. Orang duit saya sama Ahsan belum banyak-banyak banget kok" sahut Bona cepat-cepat, membuat Alvent dan Kido langsung tertawa mendengar klarifikasi itu.
"Sebentar ya, saya mau balik dulu ke kamar. Baru inget dompet ketinggalan di dalem laci" ujar Hendra tiba-tiba pada Kido, sambil keluar dari mobilnya lagi.
"Iya Kis. Makanya jangan pikun-pikun. Masa dompet sampe ketinggalan gitu? Untung aja belum berangkat" ledek Kido. Sementara Hendra tak menggubris ledekan itu dan memilih untuk cepat-cepat melangkah kembali ke dalam gedung asrama putra.
Ia segera memutar kunci pintu kamar yang selama sebulan ini digunakan oleh dirinya dan juga Kido, kemudian ia langsung menghampiri laci nakasnya. Mengambil sebuah paper bag yang telah tersimpan di dalam sana selama beberapa waktu. Setelahnya ia memilih melangkah menuju pintu kamar Ahsan, memutar perlahan gagang pintu kamar itu dengan sedikit ragu.
Ternyata pintu kamar itu tidak dikunci sama sekali.
Ia segera memilih melangkah masuk ke dalam kamar Ahsan cepat-cepat dan menutup pintu itu sepelan mungkin. Ia bisa melihat figur anak itu yang tengah tertidur dengan posisi menyamping membelakangi pintu, membuatnya merasa sedikit lega karena bisa melangkah mendekati nakas di samping kasur anak itu dengan aman.
Setelah menaruh paper bag yang ia bawa di atas nakas itu, ia memilih memperhatikan Ahsan yang masih terlelap, yang sama sekali tak menyadari kehadirannya di sini. Ia bisa melihat wajah damai anak itu, sepertinya anak itu benar-benar kelelahan sekali setelah menjalani semua latihan berat di masa persiapan ini. Tanpa sadar, tangannya mulai bergerak perlahan mendekat ke arah kepala anak itu.
Namun, sebelum jemarinya berhasil menyentuh rambut anak itu, ia langsung tersadar dan memilih menghentikan gerakan tangannya. Segera menarik tangannya kembali.
Dalam diam, sambil tetap memandangi anak itu yang masih tertidur nyenyak, ia teringat lagi pada perdebatan mereka di atas menara air waktu itu. Membuatnya merasa hatinya seperti diremas tiba-tiba dengan kuat.
Ahsan. . .
Sebelum memilih meninggalkan kamar itu, ia hanya bisa menggumamkan sesuatu dalam bisikan.
"San. . .maaf ya. Semoga sukses"

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Shot [Prequel dari Way Back (Into Love)]
Fanfiction"Mungkinkah takdir yang membuat jalan kita saling bersimpangan?". Cerita tentang mereka yang berusaha mengejar mimpi dari pelatnas Cipayung. Tentang impian, harapan, persahabatan dan juga cinta. [Prequel dari "Way Back (Into Love)"]. P.S: Sl...