“..Jadi, Kakek dulu waktu seumuran kamu suka banget sama semangka."
"Apalagi kalau panas-panas makan semangka, udah surga dunia itu.”
“Wah, aku juga suka semangka. Emang kalau panas-panas makan semangka itu segar sekali.”
Entah sudah berapa jam mereka mengobrol sampai tidak sadar kalau hampir jam 12 malam, "Gawat, mungkin Ibu sudah mengunci pagar rumahnya atau malah menelepon ponselku padahal tadi waktu keluar dia sama sekali tidak membawa ponsel."
Namun, Ako tidak enak hati juga meninggalkan Kakek ini seorang diri menunggu cucunya.
"Tunggu..."
"Rumah...? Ibu...? Sejak kapan mereka hidup...?" Tanya Ako selagi memasang tatapan yang terlihat bingung.
Ingatannya terbaca dengan sangat tidak jelas sampai ia mengalami kejanggalan pada pikirannya sendiri, tetapi ia berhasil melupakan semua itu dengan berbicara dengan Kakek tersebut.
“Kakek, ini udah hampir jam 12. Kakek mau menunggu sampai kapan?” Ujar Ako dengan khawatir.
“Sampai dia pulang.”
“Tapi ini sudah malam, kek."
Kakek itu menghela nafasnya sebentar kemudian menatap Ako dengan wajah datar.
“Sudah, tinggalkan Kakek di sini."
"Sebentar lagi dia datang kok.” Lagi-lagi, segala bujuk rayu Ako agar Kakek ini mau pulang ke rumahnya tidak berhasil.
Sejenak kemudian, dirinya memandang jalan raya yang sudah sepi dan minim kendaraan berlalu, "Sudah sangat gelap, aku tidak bisa melihat jalanan dengan jelas."
"Anehnya lagi lampunya itu... tidak menyala sama sekali."
“Bisa lihat foto cucunya Kakek? Siapa tahu kalau kenal atau ketemu di jalan.” Setelah memikirkan segala cara, akhirnya Ako melakukan hal tersebut dengan membantunya.
"Memang benar sih, siapa tahu ketemu di jalan."
“Nih." Mata Ako membulat lebar melihat foto yang barusan diperlihatkan padanya.
Seorang gadis berambut pendek dengan poni depan sampai memiliki warna biru tua mirip seperti Kakaknya sendiri yaitu Konomi.
Bukan itu yang Ako pikirkan, dia teringat suatu hal beberapa hari yang lalu dengan gadis di foto ini, "Bukannya ini korban tabrak lari beberapa hari yang lalu ya?"
"Terus di berita, katanya dia sudah tidak punya siapa-siapa lagi."
"Terus Kakek ini siapanya dong terusan?" Hatinya mulai berargumen setelah melihat foto tadi.
"Apa benar yang dikatakan berita itu? atau jangan-jangan itu hanyalah rekayasa untuk sekedar menaikkan rating?"
"Tidak... tunggu... kenapa... kenapa bisa aku mengingat suatu hal yang tak pernah aku lihat sebelumnya?" Ako menerima kesadaran yang begitu aneh seketika.
Entah kenapa di dalam pikirannya terdapat beberapa ingatan yang tidak bisa dibilang asli, tetapi ia sendiri tak dapat menyebutnya itu benar atau tidak.
Semua yang ia ucapkan datang langsung dari ingatannya yang sudah memudar sampai digantikan dengan sesuatu yang sangat baru dan tak pernah ia ketahui sebelumnya.
Ako mulai resah dan tersenyum kikuk. Jantungnya berdebar tak karuan dengan keringat dingin membasahi wajahnya.
Entah ini karena ketakutan, atau karena udara yang mulai dingin. “Kek, pulang dulu ya? Takut pintu pagar rumah udah dikunci.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuusuatouri: Boundless IV
FantasyVolume Terakhir dari Yuusuatouri [Baca chapter pertama di Mangatoon]